Warnet Pecas Ndahe

Agustus 8, 2011 § 137 Komentar

SUATU malam di sebuah warung Internet (warnet) di jantung Kota Yogyakarta. Seorang penjaga terlihat sedang duduk setengah mengantuk menunggu pelanggan datang. Hanya sekitar lima orang anak muda yang saya lihat di belakang komputer saat itu. Padahal di ruangan tersebut ada sekitar 40 komputer. Ke mana para pelanggan warnet yang dulu saya ketahui selalu penuh itu?

“Mereka sudah punya handphone Cina, Mas,” kata penjaga warnet. “Anak-anak kuliah yang dulu biasa mampir ke sini, sekarang membuka Facebook atau chatting dari handphone.”

Dalam hati saya berpikir, ternyata ada yang berubah dalam perilaku orang dalam mengakses Internet. Perubahan ini mungkin berlangsung secara perlahan. Dan saya baru menyadarinya sekarang di dalam warnet dengan penjaga yang mengantuk itu.

Warnet-warnet di kota lain mungkin sedikit lebih beruntung nasibnya. Barangkali juga malah lebih buruk. Di Jakarta saja, saya melihat bisnis warnet seperti tak menguntungkan lagi. Banyak tempat nongkrong, seperti kafe, yang sudah menyediakan hotspot gratis berkoneksi Wi-Fi. Data statistik beberapa lembaga pun menunjukkan bahwa akses Internet masih didominasi dari kantor, rumah, dan perangkat bergerak. Baru setelah itu dari warnet.

Yang menarik adalah kenaikan jumlah pengakses Internet melalui telepon seluler pintar. Menurut riset terakhir Yahoo! yang mengambil sampel pada Januari–Maret 2011, sementara jumlah pengakses di warnet terus menurun, peselancar dunia maya melalui ponsel pintar justru meningkat.

Sebagai perbandingan, pada 2009 jumlah pengakses mobile Internet hanya 22 persen dari total pengguna Internet di Indonesia, pada 2010 naik menjadi 48 persen, dan pada kuartal pertama 2011 melonjak hingga 58 persen.

Semakin murahnya harga ponsel yang bisa mengakses Internet memang menjadi faktor pendorong peningkatan itu. Dewasa ini, hanya dengan Rp 200 ribu kita sudah bisa membeli sebuah ponsel pintar buatan Cina yang bisa mengakses Internet. Pembeli dengan kocek lebih tebal memiliki alternatif pilihan ponsel pintar yang lebih banyak, baik yang berbasis Android, BlackBerry, maupun Apple.

Media sosial, seperti Facebook dan Twitter, juga menjadi daya tarik orang Indonesia mengakses Internet via ponsel pintar. Jumlah penggunanya terus melonjak. Menurut data Yahoo!, 80 persen pengakses Internet via telepon pintar membuka media sosial, jauh lebih banyak ketimbang mengirim e-mail (42 persen), chatting (41 persen), mengakses portal berita (31 persen), dan mengunduh nada dering (29 persen).

Perubahan ini mempengaruhi banyak hal. Perusahaan pemilik merek, artis, hingga partai dan politikus memasukkan media sosial sebagai ranah berjualan atau berkampanye. Sementara dulu aktivitas kampanye hanya sampai pembuatan dan pengelolaan situs resmi, sekarang akun Twitter, Facebook Page, dan kanal YouTube pun mereka gunakan sebagai ajang kampanye.

Konsekuensi dari berubahnya pola mengakses Internet melalui ponsel adalah perubahan desain sebuah situs. Jika dulu mempunyai situs dengan tampilan muka yang keren lengkap dengan program Flash yang membutuhkan koneksi cepat dan spesifikasi komputer yang tinggi merupakan keharusan, sekarang anggapan seperti itu mulai ditinggalkan.

Sekarang tampilan situs bukan lagi yang utama. Meski wajah depannya tetap didesain secara atraktif, setiap situs harus dibuat agar mudah diakses lewat telepon. Atau pemilik situs membuat situsnya dalam versi mobile agar pengguna tak repot atau susah membuka sebuah situs sehingga kapok tak mau datang lagi. Desain program sebuah situs harus dibuat sederhana, ringan, dan nyaman dilihat lewat layar ponsel yang kecil.

Tidak sedikit pula perusahaan yang beralih menggenjot Facebook Page daripada membuat situs sendiri. Hal ini disebabkan oleh Facebook yang gampang dibuka melalui perangkat bergerak, seperti ponsel pintar dan komputer tablet.

Dunia memang bergerak cepat. Mereka yang tak sanggup menyesuaikan diri dengan perubahan ini mungkin akan bernasib seperti penjaga warnet di Yogyakarta yang terkantuk-kantuk menunggu pelanggan itu.

>> Selamat hari Senin, Ki Sanak. Berapa kali sepekan sampean ke warnet?

§ 137 Responses to Warnet Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan ke Trimo Leksono Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Warnet Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta