Priok Pecas Ndahe
April 14, 2010 § 81 Komentar
Petugas Satuan Polisi Pamong Praja bentrok dengan massa di kawasan Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Bentrok dipicu rencana petugas menertibkan kawasan pemakaman Mbah Priuk.
Jumlah korban luka-luka dan meninggal masih simpang siur. Tapi apa bedanya? Mau satu, dua, tiga atau seratus, yang namanya korban tetap korban.
Ingatan saya melayang pada sebuah esai Goenawan Mohamad tentang “korban” dan “massa”. Korban, tulis GM, adalah mereka yang lari dari desa dan digusur dari perluasan kota.
Perubahan selalu melahirkan korban. Revolusi industri di Inggris, perang saudara di Amerika, revolusi Bolshewik di Rusia, pembangunan kota Paris.
Hari-hari ini kita juga melihat korban jatuh di kawasan pecinan Benteng, Tangerang, dan di Tanjung Priok — atas nama perubahan.
Mengapa yang jadi korban hanya mereka, orang kecil sejak dulu? Bukankah itu pertanda ketidak-adilan dari strategi pembangunan? Tidakkah ada jalan lain, yang jika perlu ada korban maka itu biarlah mereka yang pernah nikmat di atas? « Read the rest of this entry »