Di siang yang panas dan lengas seperti sekarang ini, aku ingin merebahkan kenangan ke peraduan. Sepotong musim gugur yang pedih. Sekeping romansa biru yang perih.
Waktuku tak banyak. Mungkin hujan sebentar lagi mengguyur Jakarta. Dan senja berubah pucat kelabu. Sedang aku tak sempat mendengar desahmu.
Aku ingat, ketika air mata bidadari jatuh, engkau sering berbisik lirih, “A thing of beauty is a joy forever ….”
“Kenapa?” tanyaku.
“Karena ada keindahan di balik hujan,” jawabmu — perempuan khayalku.
Aku tahu hidup dengan keindahan mungkin sesuatu yang bisa menyebabkan kita bersyukur, merasa cukup, tanpa menjadi serakah.
Hidup bergerak di dalam, jauh, seperti tatkala kita mendengarkan perubahan suara gerimis. Gemuruh sungai. Gejolak badai. « Read the rest of this entry »