Mbah Surip Pecas Ndahe

Agustus 5, 2009 § 69 Komentar

Mbah Surip melejit bagaikan meteor. Tiba-tiba berpendar terang di tengah gelap malam. Melintas cepat. Lalu menghilang. Tanpa menggendong apa-apa. Benarkah dia korban industri musik kita?

Hari-hari ini, siapa tak kenal Mbah Surip? Dari balita sampai manula, dari petani di Sawahlunto hingga di tukang ojek di Tanahabang. Bahkan para pengamen jalanan pun bisa membawakan lagunya dengan sangat fasih.

“Tak gendong, ke mana-mana. Tak gendong …”

Dan kita pun tersentak ketika Urip Ariyanto alias Mbah Surip, lelaki kelahiran 5 Mei 1957, di Magersari, Mojokerto, Jawa Timur, ini meninggal Selasa kemarin setelah terkena serangan jantung.

Kita pun seolah tersadar, Mbah Surip hanya singgah sebentar. Dalam persinggahannya yang singkat itu ia menjadi salah satu orang yang membuat kita beriang-riang di tengah tekanan hidup yang kian kehilangan humor dan kejenakaan. Ia menyanyi dengan gembira, lucu, seolah tanpa beban. Menyanyi dengan hati, bisik seseorang.

Di mata Mbah Surip, hidup mungkin sebuah lukisan pemandangan yang indah. Tanpa cacat. Itu sebabnya, mungkin, dia selalu terbahak-bahak, setiap kali bernyanyi.

Barangkali juga ia merasa hidup itu sebuah masa yang hanya perlu dinikmati belaka. Urip mung mampir nyanyi. Dan karena itu ia tak pernah terdengar mengeluh. « Read the rest of this entry »

Where Am I?

You are currently browsing entries tagged with reggae at Ndoro Kakung.