Pemilu 2024 dan jurnalisme pacuan kuda

Mei 31, 2023 § Tinggalkan komentar

Cawe-cawe. Inilah istilah yang menjadi topik bahasan utama media massa hari-hari ini.

Media terkesan sangat bergairah mengulik tuntas seputar kata itu setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan dirinya akan cawe-cawe di Pemilu 2024 demi bangsa dan negara.

Bagaimana asal mulanya?

Pernyataan itu disampaikan Jokowi ketika bertemu dengan para pemimpin redaksi sejumlah media serta kreator konten, Senin (29/5).

Cawe-cawe itu adalah kata bahasa Jawa yang berarti, “ikut serta dalam menangani sesuatu.”

Makna cawe-cawe sebenarnya netral. Istilah tersebut dapat digunakan dalam segala hal atau aktivitas. Contohnya, aku arep cawe-cawe ngewangi bapak neng sawah (saya hendak ikut bantu bapak di sawah).

Di ranah politik, kata yang tadinya bermakna netral itu mengalami perubahan arti. Para politisi, dan diramaikan oleh media, menafsirkan kata itu secara negatif.

Bagaimana publik sebaiknya melihat kegaduhan ini dalam konteks yang lebih luas?

Pemilu 2024 makin dekat, begitu juga pemilihan presiden. Wajar bila media massa pun makin kerap memberitakan segala hal tentang perhelatan politik akbar tersebut, dari liputan kegiatan para kandidat, klaim para politisi, sampai dinamika hasil poling elektabilitas kandidat.

Tapi, menurut pengamatan saya, media cenderung membahas pernyataan para pejabat dan politikus, bukan isu-isu mendasar tentang tantangan yang dihadapi negara dan rakyatnya secara nyata.

Media massa lebih suka menjalankan praktik yang disebut jurnalisme pacuan kuda atau horse race journalism.

Jurnalisme pacuan kuda adalah fenomena dalam liputan pemilihan umum, di mana fokus utama media adalah pada persaingan taktik politik, dan perubahan posisi kandidat dalam jajak pendapat, sementara isu-isu kebijakan yang relevan justru terabaikan.

Media cenderung lebih fokus pada drama politik dan pertempuran antar-kandidat, sehingga menghasilkan berita yang menarik secara visual dan meningkatkan penjualan. Akibatnya adalah hilangnya pemahaman mendalam tentang isu-isu yang benar-benar penting bagi masyarakat.

Dengan menganut jurnalisme pacuan kuda, liputan media lebih mengutamakan pada fluktuasi hasil jajak pendapat popularitas dan elektabilitas kandidat; perdebatan antar-kandidat tentang penampilan dan strategi kampanye; atau kegiatan para kandidat bersama konstituennya.

Isu-isu lain, seperti kualitas pendidikan, aksesibilitas, dan peningkatan standar pendidikan justru tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Padahal tiga isu tersebut sangat penting bagi perkembangan bangsa dan masa depan generasi mendatang.

Begitu juga dalam isu lingkungan. Perubahan iklim dan kelestarian lingkungan adalah tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat global. Namun, dalam konteks horse race journalism, liputan mengenai isu ini telah tertutup oleh pertempuran politik atau skandal pribadi kandidat. Akibatnya, pemahaman publik tentang urgensi kelestarian lingkungan menjadi terbatas.

Isu-isu kesehatan masyarakat, seperti akses ke layanan kesehatan yang terjangkau, perawatan kesehatan mental, dan kebijakan kesehatan masyarakat juga jarang diperdebatkan di media.

Media yang terlalu terpaku pada persaingan politik berpotensi mengabaikan kebutuhan nyata masyarakat dalam hal kesehatan dan kesejahteraan.

Dalam situasi ini, journalisme pacuan kuda mengalihkan perhatian publik dari isu-isu yang memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka.

Horse race journalism telah menyempitkan pemahaman media tentang kandidat dan isu-isu kebijakan. Media terjebak dalam pusaran dunia sensasi dan persaingan taktik politik para kandidat yang mengaburkan substansi dan isu-isu penting bagi publik. Padahal media perlu melampaui sensasi untuk menyodorkan pilihan yang lebih mendasar kepada khalayak.

Memang ada yang berpendapat bahwa persaingan politik yang dramatis adalah cara media menarik perhatian masyarakat dan mendorong partisipasi pemilih.

Mereka berargumen bahwa liputan yang fokus pada perubahan posisi kandidat dalam poling memberikan informasi tentang bagaimana kampanye berkembang dan bagaimana pandangan mereka berubah seiring waktu.

Meski masuk akal, pandangan ini tidak boleh menghalangi publik untuk mempertanyakan apakah liputan semacam itu memberikan pemahaman yang memadai tentang isu-isu penting lain yang harus menjadi fokus utama dalam pemilihan umum.

Melampaui sensasi horse race journalism merupakan langkah penting menuju pemilihan yang lebih informatif dan bertanggung jawab. Dalam konteks ini, penting bagi publik sebagai pemilih untuk:

Menggali isu-isu kebijakan yang relevan dan memastikan pemahaman mendalam tentang posisi kandidat terhadap isu-isu tersebut.

Mencari sumber berita yang beragam dan memeriksa fakta secara independen untuk menghindari terjebak dalam berita sensasional.

Mengatasi dampak negatif jurnalisme pacuan kuda dengan membangun masyarakat yang kritis terhadap informasi.

Jadi dalam rangka memilih pemimpin yang sesuai dengan kepentingan publik, media layak memberitakan pemilu dengan cara berbeda agar khalayak mampu menguji rekam jejak, serta kebijakan yang disampaikan oleh para kandidat.

Pemilihan umum seharusnya bukanlah pertandingan balap kuda, di mana media hanya fokus pada siapa yang memimpin dalam survei atau siapa yang memiliki strategi paling efektif.

Dengan memperluas pemahaman publik tentang isu-isu penting dan mengevaluasi visi dan rencana kandidat secara menyeluruh, media dapat membuat pilihan yang lebih cerdas dan membantu membentuk masa depan yang lebih baik.

Bagaimana, Kisanak?

Tagged:

Tinggalkan komentar

What’s this?

You are currently reading Pemilu 2024 dan jurnalisme pacuan kuda at Ndoro Kakung.

meta