Rembulan Pecas Ndahe
Agustus 22, 2008 § 65 Komentar
Perempuan itu bermata rembulan. Hangat dan meneduhkan. Parasnya setenang Danau Kelimutu. Aku bertemu dengannya di tepi pagi yang getir. Selepas purnama kelima di tengah musim semi.
Tubuhnya wangi melati. Senyumnya segar tomat ranum. Rambutnya gelap malam tanpa bintang. Langkahnya seriang kupu-kupu di taman bunga.
Ia tengah berlawalata menyusuri sepi saat kami bersua. Kami lalu berbincang ringan di pojokan lapangan rumput, di atas bangku kayu mahoni. Di atas, kulihat langit biru tebal. Awan menggeletar jemu dikalang angin selembut beludru.
Aku ingat, perempuan itu duduk setelah meletakkan secangkir kembang warna-warni di atas meja. Sekilas kulihat ada roncean mawar hutan di kepalanya.
“Mari, temani aku duduk di sini melewati sunyi,” ia meminta.
Aku mengangguk, dan duduk di sampingnya. « Read the rest of this entry »