Laila Pecas Ndahe

September 16, 2008 § 47 Komentar

Haruskah kujual kenangan hanya untuk melihatmu tersenyum, Laila?

***

Tadi malam aku melihat purnama di atas Jakarta. Di atas, di timur, di tepi langit yang bersih. Di sampingnya, aku seperti melihatmu tersenyum, menjabal pandangku.

Purnama semalam memang bukan yang sempurna. Tapi, apa bedanya selama ada kamu di sana. Ya kamu: perempuan malam seribu rembulan paras cahaya bintang bidadari seribu janji khayali.

Aku mengenalnya pada pertengahan musim panas, tujuh purnama yang lalu. Angin tengah mendaras harap dan air memanjat doa ketika kita berjumpa.

Kau ulurkan tangan, lalu menyebut nama pelan. “Laila,” begitu kau memperkenalkan diri. Singkat. Padat. Jelas.

Matamu tajam menatap seperti hendak bicara, “Di sini, detik ini, hanya ada kau dan aku.” Tapi, tetap terasa kordial.

Aku terhenyak dalam pukaumu. Sinar terang manik-manik matamu mengingatkanku pada bait-bait liris Qays ibn al-Mulawwah yang syahdu itu: « Read the rest of this entry »

Where Am I?

You are currently browsing entries tagged with lailatul at Ndoro Kakung.