Ruang Pecas Ndahe

Juni 15, 2007 § 37 Komentar

Hati yang luka. Jiwa yang kosong.
Ke mana harus berlabuh.
Sedang daun-daun kering pun terbawa angin …

Saya pernah membaca bait-bait itu di buku harian kawan perempuan saya itu, bertahun yang lalu. Ia memamerkannya ketika kami sama-sama sedang keranjingan belajar menulis puisi.

Saya lupa kenapa waktu itu kami seperti itu. Mungkin gara-gara kami baru saja menyaksikan sebuah pertunjukkan baca puisi di Taman Ismail Marzuki. Atau barangkali setelah kami menonton DVD lawas, Dead Poets Society untuk yang kesepuluh kalinya. Entah. Saya tak ingat.

Malam itu, anehnya, saya tiba-tiba ingat puisi itu ketika dia meminta saya menemaninya tinggal sejenak di apartemennya. Saya tahu hatinya sedang terluka. Karena itu, ia pasti membutuhkan seseorang untuk berbincang — seperti biasanya dulu. Tapi, menuruti permintaanya cuma akan membuat persoalan kian rumit. Saya ndak mau memanfaatkan kesempatan.

Sesaat, saya tertegun dalam bimbang. Saat itulah, handphone-nya menjerit nyaring. Sebuah SMS masuk. Ia kaget. Aha, saved by the bell. « Read the rest of this entry »

Where Am I?

You are currently browsing entries tagged with letto at Ndoro Kakung.