Imigrasi Pecas Ndahe

Januari 23, 2007 § 22 Komentar

Masuk negara yang mengidap paranoid akut memang susah. Dikit-dikit petugas imigrasinya nanya, sampean dari mana? Mau apa ke sini? Pernah ke sini sebelumnya? Bawa duit berapa? Eh, nama sampean kok cuma satu kata? Apa sampean ndak punya nama keluarga?

Halah. Repot bener yack? Mungkinkah karena tampang saya terlalu ndesit? Tak punya nama keluarga seperti umumnya orang Jawa? Atau karena mereka memang menyimpan prasangka pada orang luar? Ah, prasangka … Betapa absurd kata itu buat saya.

Meski absurd, saya mengalaminya juga. Absurditas dimulai di bandara Soekarno-Hatta ketika saya antre di meja imigrasi. Begitu menyerahkan paspor saya dan mas petugas itu memasukkannya di database, eng … ing … eng … muncul data dan foto saya di layar komputer.

Tapi, bukan itu yang bikin saya kaget. Yang bikin saya nyaris terjengkang itu sebuah kalimat peringatan dalam huruf kapital di layar: CEKAL. ALERT!

Adoh! Apaan tuh? Mas imigrasi sama kagetnya dengan saya. Dia melirik saya sekilas, lalu ketak-ketik di komputernya.

“Pernah ganti paspor, Pak?” mas itu bertanya.

“Sudah. Ini yang ketiga, masih baru kok, Pak,” jawab saya agak ragu. “Ada masalah apa ya?”

“Nggak tahu. Sebentar ya, Pak,” jawab mas imigrasi singkat.

Dia lalu meninggalkan saya di meja pemeriksaan dan masuk ke ruangan tanpa papan nama. Mungkin dia mau lapor bosnya. Orang-orang yang sedang antre melihat saya dengan heran. Mungkin mereka mengira saya buronan atau koruptor yang mau kabur bawa duit banyak. Haiyah. Lah wong duit saya cuma beberapa lembar. Pecas ndahe tenan.

Sebentar kemudian, mas imigrasi itu datang lagi. Tanpa bicara dia mengecap paspor saya. Jeglek, jeglek, lalu mengangsurkannya kembali. “Silakan jalan, Pak,” katanya singkat.

Sudah? Begitu saja? Lah tadi katanya saya dicekal? Kok sekarang boleh jalan? Tapi saya ndak berani nanya. Daripada ndak boleh pergi, mending saya langsung ngeloyor saja ke pintu gerbang keberangkatan. Dalam hati saya bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi? Database imigrasi kita kacau? Mungkin. Atau, jangan-jangan saya memang dicekal?

Saya tak mau berpikir dan berandai-andai terlalu jauh … takut, asli! Lagi pula, pesawat sudah menunggu. Petugasnya sudah melambai-lambaikan tangan memanggil saya. Daripada pusing memikirkan sesuatu yang bikin pecas ndahe itu, lebih baik saya segera masuk pesawat dan terbang.

Sebentar kemudian saya tenggelam dalam lamunan yang panjang sebelum mendarat di bandar udara yang ternyata sama-sama bikin pecas ndahe.

“Welcome to Los Angeles.”

Petugas imigrasi itu menyapa dengan ramah. Dengan mata yang masih kriyip-kriyip karena tidur cuma sebentar, saya membalas sapaan dia dengan tersenyum. Eh, senyumnya mendadak berubah begitu dia melihat data saya di komputernya. Dahinya berkerut.

“Pertama kali ke sini, Sir?”

Ups. Saya membaca ada nada ketidakberesan. Dengan sedikit waswas saya menjawab, “Iya, eh bukan. Saya pernah ke sin tahun 1997. Any problem?”

“Yes, Sir!”

Haiyah, saya dipanggil “sir” kayak Kang Mbilung saja … 😀

“Mari ikut saya, Sir,” katanya … tepatnya ia memberi perintah. “Silakan berjalan di garis biru ini.”

Lah, apa dikira saya mabuk?

Rupanya mister imigrasi itu mengajak saya ke sebuah ruangan di pojokan. Begitu masuk, saya segera melihat ada beberapa wajah orang Timur yang sudah ada di situ. Mereka seperti menunggu sesuatu. Dalam hati saya membatin, “Aha ini dia, tampang-tampang orang yang patut dicurigai. Nasibmu sama, Ki Sanak.”

Mister imigrasi itu lalu menerangkan bahwa karena negaranya belum punya data tentang saya, maka sekarang saya harus mengisi formulir berisi aneka pertanyaan tentang profil saya. Adoh, cilaka tenan! Setelah itu, saya mesti antre untuk wawancara.

“Berapa lama? Saya mesti mengejar penerbangan berikutnya. Bisakah dipercepat?” saya mencoba menawar.

“Tergantung, Sir. Mungkin sejam, dua jam, atau tiga jam,” jawab mister imigrasi.

Modyar, aku!

Dalam hati saya bertanya-tanya, apakah saya telah mendapatkan perlakuan diskriminatif? Mungkin ya, mungkin juga tidak. Karena, ternyata sebentar kemudian ada orang Indonesia lain yang masuk juga. Dia bercerita dua orang kawannya yang tadi berangkat bareng dari Jakarta sudah lolos imigrasi dan tak perlu menjalani proses tersebut. Padahal dia dan kawannya itu sama-sama belum pernah masuk Amerika.

Pemeriksaan acak?

Mas imigrasi itu cuma angkat bahu ketika saya bertanya … tepatnya protes. Dia bilang prosedurnya memang begitu dan baru diterapkan setelah 2002.

Oh, that’s explain. Ya sudah, saya menyerah. Untung saja, proses itu ternyata cuma memakan waktu sekitar satu jam. Saya masih bisa mengejar penerbangan berikutnya dan menuliskan posting ini. Tapi, saya tetap masih penasaran pada dua hal: kenapa saya dicekal di Jakarta dan mengapa saya mesti mengisi formulir data pribadi di LA? Bukankah Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta sudah punya data profil saya?

Tahukah sampean, Ki Sanak?

§ 22 Responses to Imigrasi Pecas Ndahe

  • avatar faza faza berkata:

    ndak tahu Ndoro, namung pengin dados komentator ingkang pawitan.. yer tenan ra yo..

  • avatar kenny kenny berkata:

    imigrasi jkt mungkin nggak merelakan kepergian ndoro wedi yen gak bali maneh…..
    lha yg di LA paling udah tahu klo ndoro itu salah seorang seleb blog jadi mo minta tanda tangan ajah 😀

    asyem, malah ngenyek 🙂

  • avatar dendi dendi berkata:

    Ketahuan kali ndorokakung itu seleb blog, jadi kena cekal :-p .
    Istilah seleb blog masih hot apa nggak sih?

    ah, sudah dingin .. ndak hot lagi kayaknya .. 😀

  • avatar Mbilung Mbilung berkata:

    sir ndoro ndak usah sibuk mikir yang beginian sir, mikir oleh-oleh buat saya saja

    lah, rupiah ternyata ndak laku buat jajan di sini …:D

  • avatar Herman Saksono Herman Saksono berkata:

    Untung AS nggak kayak indonesia. Kalau di indonesia, udah diciduk, suruh ngisi formulir, diwawancara lamaaaaa, diperlambat, dan buntutnya suruh mbayar. :))

    aha, ketoke ada yang pernah punya pengalaman waktu jadi seleb blog di polwil … 😀

  • avatar Hedi Hedi berkata:

    Biasa Ndoro, random system….kalo nasib bagus lancar, nasib jelek pecas ndahe tenan 😀 hmmm jadi inget pengalaman di Schipol, lolos dengan surat sakti hehehe

  • apa mungkin karena ndoro berwajah seperti kartun yang ada di banner?… mbok ya di tempel foto asli sampeyan supaya kita tau kalo mau berangkat ke amerika wajah2x seperti apa yang dipersulit…

    salam manis

    lah ya wajah saya itu memang kayak itu je … sampean mbok jangan meledek … 😀

  • avatar balak6 balak6 berkata:

    Ndoro kok bingung pas aku tanyain.. ““Pertama kali ke sini, Sir?””….
    hi..hi…

    wow, itu sampean to? kok panuan sih .. 😛

  • avatar galih galih berkata:

    Jangan-jangan mbah ndoro adalah noordin m top yang sedang menyamar?

    hush, jangan buka rahasia ah .. 🙂

  • avatar ndah ndah berkata:

    emang gitu ndoro, parno tenan si amrik ini. pas para boz ke portland yg plg sial itu bozku yg namanya islami bgt & boz yg make jenggot. kurngjar bgt sihh, lah james bond yg perlente aja suka mbunuh moso’ gara2 nama&jenggot harus diperiksa luammmaaaaaaaaaaaaa

  • avatar andrias ekoyuono andrias ekoyuono berkata:

    saya mendukung usulan #kementerian desain republik indonesia…paling gak kita jadi tau salah satu contoh wajah yang “berpotensi” dicurigai, hehehe

    asyem, huh … ra sudi .. 😀

  • avatar edwin edwin berkata:

    bwihihihi…alhamdulillah saya blom pernah di-perlakuan seperti itu…paling banter ya koper yg di-acak2 sambil pasang tampang bete…abis itu: lolos…

  • avatar dewi dewi berkata:

    hm, keknya masalah yang sama sering terjadi ke warga negara indonesia di amrik sono, atau hal2 yg berkaitan dnegan amrik. krn baru saja ada client crita, diciduk dan diwawancara beberapa jam gara2 ga sengaja dia foto2 depan kudubes AS di salah satu negara. repot yah ndoro, apa krn negeri kita ini terkenal dnegan produk terornya? hehe

    kayaknya bukan salah kita kok, dew … dasarnya ngamerika aja yang parno … 😀

  • avatar venus venus berkata:

    wah. mungkin harus ganti potongan rambut. sedikit gondrong, mungkin? trus bikin pas foto baru. dan jangan lupa oleh2. saya tunggu di puncak *halah*

    eh serius kii..jadi gak sih?

    lah kalo aku gondrong nanti sampean salah nggandeng, aku dikiro bojomu … kekekek …. puncak yo serius dong. 😀

  • avatar -tikabanget- -tikabanget- berkata:

    Coba jenggotnyah ituh dicukur duluh, pakdhe..
    Biar ndak dikira jaringan Al Qaedah..

    wow, malah ngece. awas kowe, tik …. 😀

  • avatar pudjakesuma pudjakesuma berkata:

    atau mungkin ndoro itu (sebenrnyah) agen ganda untuk Ri dan AS? atau susupan dari Jerman (jejere lik Parman), yang menyamar jadi seleb blog?

    *mlayu banter……*

    lempar sendal .. 😀

  • avatar bangsari bangsari berkata:

    nulis nama segala, kaya kondanga aja. oleh-olehnya ndoro…

  • avatar gunawan gunawan berkata:

    Itu artinya mereka belum punya koneksi database online dari kedubes amerika dengan imigrasi di amerika. Padahalkan saat ngurus US VISA, kita sudah masukan data-data kita.

    Ternyata Amerika nggak secanggih yang kita kira 😉

    lah kok sampean baru tau. padahal sampean di sebelah saya to? kayaknya ngamerika mesti beli barang-barang bikinan perusahaan sampean ya …. 😛

  • avatar pudjakesuma pudjakesuma berkata:

    Met pagi, ndoro. pa kabar? sudah minum kopi pait hari ini? Kalo saya sudah sarapan blognya ndoro. 🙂
    Sebelumnya saya sering jalan² ke blognya ndoro, tapi baru kemarin² berani ngisi komen. Kalo boleh saya memperkenalkan diri. Nama saya Joko Wahyudi tinggal di Lampung di pelosok Kec. Gedungtataan, Lampung Selatan. Jadinya ya itu, pu(tra) dja(wa) ke(lahiran) Suma(tra). Di kec. saya saat ini sedang dibangun Monumen Nasional Transmigrasi. Soalnya, (katanya) Gedungtataan merupakan desa transmigran pertama dari Jawa yang ke Sumatra di tahun 1908. Saya kelahiran 1982, ndoro. Ya kalo ndoro ketemu Paklik Isnogud sewaktu pulang ke indonesa, mungkin saja bisa jadi materi blognya ndoro. Biasanya kan yang tuwir² ngerti sejarah. Wahahaha. Oh iya, yg ini jangan di ekspose ya ndoro. Saya pernah ngeblog sedikit di Friendster, (http://jackow82.blogs.friendster.com/rendang_jengkol)tapi sekarang ngga produktif lagi. 🙂

  • avatar didats didats berkata:

    MAKAN-MAKAN…!

  • avatar dodski dodski berkata:

    belum pernah ke amrik, mas.

    alhamdulillah dulu ke aussie, jepang dan singapore ngga sampe bermasalah. waktu meninggalkan indonesia pun juga ngga terlalu repot. mungkin karena saya pasang tampang tak berdosa. hehehe… tukang tipu nomer satu… maklum dulu ikut workshop teater dan lulus dengan sangat tidak memuaskan… hahaha!

    tips dan trik buatmu, mas. next time u’re at the custom clearance: pasang muka autis aja! ben panjenengan dikiro pecas ndahe. ngono… hahaha *kabuuuuur*

    muka autis tuh yang gimana to? *bingung*

  • avatar Alam Alam berkata:

    wah.. mas ndoro coba inget-inget lagi sendal yang dipakai punya siapa, barangkali keamanan bandara mendapat laporan kehilangan sendal.. hohoho..

Tinggalkan Balasan ke Kementerian Desain Republik Indonesia Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Imigrasi Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta