Pancasila Pecas Ndahe

Mei 25, 2007 § 25 Komentar

Suatu siang saat salat Jumat di sebuah masjid di Jakarta. Jemaah duduk bersila, rapi, dan tenang, mendengarkan khatib menyampaikan khotbah.

Khatib itu berkata, “Di Indonesia tidak akan terjadi korupsi bila semua orang sudah mengamalkan Pancasila. Di Indonesia tidak akan terjadi ketimpangan sosial bila semua kita sudah mempraktikkan Pancasila. Di Indonesia tidak akan terdapat kesewenang-wenangan bila setiap pemimpin sudah hidup dengan cara Pancasila … ”

Saya lihat jemaah mulai mengantuk. Matanya setengah terpejam. Kepalanya tertunduk, badannya membungkuk, makin lama makin berat ke bawah seolah hendak jatuh.

Pancasila. Ah, rasanya sudah lama sekali saya tak mendengarkan kata itu. Ke manakah gerangan engkau pergi selama ini?

Dulu, katanya, Pancasila itu sakti mandraguna. Sekarang siapa yang masih mengenangnya? Jangan-jangan anak-anak sekolah pun tak ada lagi yang mengingatnya?

Eits, sembarangan. Anak-anak sekolah masih meneriakkan isi Pancasila pada setiap upacara Senin pagi. Mereka hapal luar kepala isi Pancasila, tauk!

Oh ya? Maaf, sudah lama saya tak bersekolah dan mengikuti upacara.

Ingatan saya kemudian melayang ke seorang mantan menteri yang mengaku telah memberi upeti kepada para calon presiden. Tapi, mereka yang disebut-sebut menerima upeti itu ramai-ramai membantahnya.

Untung saja Pinokio hanya ada dalam dongeng. Jika roh boneka kayu bikinan Pak Gapeto itu benar-benar ada dan hidup dalam diri semua orang, saya rasa akan banyak yang hidungnya bertambah panjang.

Mungkinkah semua orang seperti yang diharapkan oleh khotib itu dan menjalani kehidupannya berdasarkan Pancasila? Kita harap saja …

Masalahnya, hidup tak hanya terdiri dari berharap. Harapan memang baik, tetapi harapan bukanlah asumsi. Kita boleh mencitakan semua orang jadi Pancasilais, namun kita juga perlu bertanya: dengan adanya Pancasila pun, bisakah kau dan aku dan para anak dan para cucu sekaligus atau pelan-pelan menjadi suci, sepanjang waktu?

Ajaran, doktrin, pegangan moral tak bisa mengenai manusia secara mutlak. Itulah sebabnya agama-agama turun, tapi dosa belum berhenti.

Uaaheeem … Seorang lelaki di baris depan saya terjatuh dalam tidur dan menimpa pundak pria di sebelahnya. Ia kaget, sadar, gelagapan, lalu mengusap liur di mulutnya.

Ah, rupanya azan sudah berkumandang …

[Update: sebuah kenang-kenangan penghormatan menjelang hari kelahiran Pancasila, 1 Juni]

>> Selamat siang, Ki Sanak. Apakah sampean masih hapal butir-butir Pancasila?

§ 25 Responses to Pancasila Pecas Ndahe

  • sapto berkata:

    sekali-kali,
    PERTAMAX !!!!

  • jalansutera berkata:

    sampeyan hafal pancasila, nggak, ndoro? pancasila itu terlalu utopis atau kita memang yang ndableg, ya?

  • kw berkata:

    lima sila kayaknya kebanyakan. cukup eka sila: berbaiklah kepada lingkungan sekitar, saya kira cukup.

    seribu sila pun, ya akan seperti sekarang ini, kalau tak ada keinginan berbuat baik. 🙂

  • Agam berkata:

    Khatib yang aneh. Kalo ngomongin pancasila ya waktu pelajaran PPKn donk.
    Kalo khutbah ya seharusnya kata2nya : “Di Indonesia tidak akan terjadi korupsi bila semua orang sudah mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah.”
    Kalo aku disana, abis shalat jumat selesai, aku temuin khatibnya dan tanya bisa gak sih dia nyebutin satu aja butir dalam pancasila. Aku jamin yang baca blog inipun sepertinya tidak ada satupun yang hapal butir2 dalam pancasila.
    Kalo isi butir2 Pancasilanya aja gak hafal, gimana mau mengamalkannya? :p
    O.ya sebagai tambahan, jumlah butir dalam pancasila ada 45 butir. Tapi gak tau yang terbaru gimana. Itu yang lama.

  • agen golkar berkata:

    kita semua merindukan pancasila. tak ada dasar negara sehebat pancasila. tinggal bagaimana mengamalkannya saja.

  • yati berkata:

    dilarang menggosipkan khotib!

  • soesheila berkata:

    1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
    2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradap.
    3. Persatuan Indonesia.
    4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
    5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

    *ach masih ingat saya (dibantu pa’ guru google)*

  • langit berkata:

    mungkin khotipnya guru PPKn kali 😀

  • pailo berkata:

    Hati-hati kalau menyebutkan pancasila di depan umum.
    Saya pernah keliru waktu jadi inspektur upacara, dengan menyebutkan begini:

    satu: pancasila
    dua: ketuhanan yang maha esa
    tiga: …
    empat: ….
    lima: …
    enam: …., lho kok jadi enam pancasilanya??

  • tukang ketik berkata:

    posting yang indah…

  • peyek berkata:

    kecap-kecap air liur, ah rupanya aku jama’ah yg tertidur

  • Hedi berkata:

    @ Jalansutera: Menurut saya sih ga utopis, mas. Cuma memang berat ngejalaninnya. Pancasila kelihatan banget mengejawantahkan ajaran agama (manapun).

  • zaki berkata:

    Prihatin, Menangis, Sedih.
    Kenapa indonesia bisa seperti ini
    *sok perhatian*
    Tertawa, Ngakak, Lucu.
    Kok ya dulu susah ngapalin Pancasila tapi sekarang wah lupa tuh apa lagi butir2nya.
    (berharap suatu saat Pancasila sakti lagi, lumayan buat jimat)
    Entahlah…………………..

  • anton berkata:

    Wajar dong kalau membantah, hanya orang bodo atau orang yang sok pahlawan yang tidak membantah alias mengaku. Masalahnya korupsi memerlukan pembuktian, lebih banyak alat bukti lebih baik.
    Kalau ada yang mengaku berarti salah satu alat bukti telah disediakan sendiri oleh yang bersangkutan, sama artinya dengan menyerahkan lehernya sendiri ke-tiang gantungan.

  • bram berkata:

    alhamdulillah..
    Masih ada yang inget PANCASILA

  • Tarjo krenyes berkata:

    Nek biyen jamane aku masih sekolah ada pelajaran PMP(pendidikan moral pancasila), sekarang ada opo ndak ya?
    Berangkat jum’atan yo termasuk penjiwaan Pancasila kok ya ndoro? Raketang ndengerin khotbah sambil plirak-plirik dan mikirin tulisan buat ndorokakung.com ini. 😛

  • hanny berkata:

    hoalah, ndoro … salah ya, pendidikan kita. ditesnya cuma menghafal pancasila, bukan bagaimana mengamalkannya … hayooo siapa yang ingat ke-56 butir Pancasila? (eh, bener 56, kan?) ;p

  • Abi_ha_ha berkata:

    Kalo dulu wong arab yang jahiliyan bin ndableg makanya sama Gusti dikasih agama, kayanya sekarang endonesa yang sudah butuh agama baru.
    Pancasila thok wis gak manjur.
    Opo kiyamat sisan!?! modhyarr….

  • dee berkata:

    pancasila oh pancasila..
    di sini aku bertanya2 masihkah ada upacara senin pagi (plus wajib pakai topi dan dasi) indonesia?
    ndoro bilang masih ada..ya setidaknya anak2 itu masih ingat lagu kebangsaan kita indonesia raya, paling tidak kalau ada yang dapat emas di pertandingan olahraga, dunia ini mendengarkan our national anthem..
    ehem..tapi di sekolah swasta/international yang belakangan menjamur di jakarta itu, masihkah ikut upacara?

  • mathematicse berkata:

    Ndoro, ada gitu pada saat khutbah sholat Jum’at, sang khatib menganjurkan mengamalkan Pancasila?

    Saya ragu (sebab, bila ada khatib menganjurkan seperti itu, keimanannya dipertanyakan).

  • kikie berkata:

    seorang kawan saya yang sekarang SMP tidak hapal pancasila 😀

    lagu Indonesia Raya, sekarang juga banyak yang tidak hapal.

    tapi percuma juga kalau hapal tapi tidak dihayati.
    seperti kasus saya misalnya -hehehe-

  • GatotBurisrowo berkata:

    Butir pancasila ada 36 tauk! kalau belum dikorup.

  • -tikabanget- berkata:

    he?
    pancasila itu masih ada tho?
    dah lama ndak ikut upacara..
    *inget pancasila gara2 cm upacara..*

  • mei berkata:

    hmm aneh aja baca komennya mathematics, maksudnya tuh khotib imannya patut d pertanyakan tuh dari segi mananya sih???

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Pancasila Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: