Janji Pecas Ndahe

Oktober 7, 2007 § 23 Komentar

Hari ini Fauzi Bowo-Prijanto dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru. Aneh, kenapa dipilih hari Minggu ya?

Detikcom tumben menurunkan berita bagus untuk menyambut kejadian itu: tentang janji-janji kampanye Fauzi-Prijanto.

Sebelum terpilih, pasangan itu memang menebar janji macam-macam, tepatnya 19 program strategis. Di antaranya, mereka berjanji akan membenahi pemukiman kumuh, memperbaiki sarana dan prasarana perkotaan, perhubungan, dan transportasi.

Akankah mereka menepati janji?

Saya teringat cerita Paklik Isnogud tentang para calon pemimpin dan janji mereka pada rakyatnya, setiap kali acara pemilihan digelar.

“Lima tahun sekali Mas, mereka mencari rakyat,” kata Paklik waktu itu, tak lama setelah sebuah pemilu berlangsung.

“Siapakah mereka?” tanya saya.

“Ya para calon pemimpin yang akan dipilih itu, Mas. Mereka butuh. Mereka perlu rakyat. Datang dengan mobil atau pesawat terbang, di udara panas dan gerah, ke pelbagai pelosok, mereka melakukan hal-hal yang selama ini hampir tak pernah mereka lakukan: bersuara keras di depan publik, menyanyi di depan publik, bertepuk-tepuk, berjoget, melakukan banyak hal yang tak biasa mereka kerjakan. Termasuk mengumbar janji.

Tujuan: menarik perhatian. Menarik hati. Meminta.

Dan rakyat itu — atau khalayak ramai itu — akhirnya mulai tahu: orang-orang nun jauh di atas sana ternyata bisa membutuhkan simpati orang-orang jelata, lima tahun sekali.

Proyek-proyek pembangunan berturut-turut dibuka. Hak-hak rakyat didengungkan lagi. Hadirin kadang boleh bertanya tentang apa saja, termasuk soal poligami atawa korupsi, meskipun tak selalu dijawab demikian jelas.

Dan, anak-anak muda boleh ngebut dan jungkir balik dan menyatakan apa yang mereka sukai di atas motor dengan cara yang bising di jalan-jalan tanpa helm, bahkan dilindungi polisi, yang entah dengan keajaiban apa bisa mengatur lalu lintas tanpa macet total, dengan sabar.

Tak gampang untuk tak melihat keluarbiasaan itu. Para tokoh partai, pejabat, birokrat, saudagar, aparat, berpencar menemui rakyat untuk bagi-bagi kardus isi mie kering, sarung, mungkin juga kondom.

Dan sang rakyat, semula sebuah abstraksi, tiba-tiba muncul dengan pelbagai tingkah, berjalan atau cuma berdiri, mengacungkan jari atau bengong, berseru ataupun membisu.

Mereka bukan lagi cuma data di kantor Biro Pusat Statistik.

Tapi, apakah setelah itu ada perubahan berarti dan mencengangkan, Mas?”

“Wah, ndak tahu, Paklik. Mungkin ada, mungkin juga ndak ada sama sekali. Menurut sampean piye?”

“Taruh kata janji itu tak terpenuhi. Apa yang akan rakyat lakukan? Berontak?

Mereka mungkin memang akan nggremeng, mengumpat, misuh-misuh. Tapi, melawan tidak. Rakyat punya daya tahannya sendiri. Termasuk daya menahan kegondokan dan kekesalan hati setelah diingkari janji.

Sejarah rakyat adalah sejarah tentang harapan, pergulatan, penderitaan, dan juga ketahanan, Mas … ” Paklik menutup ceritanya dengan sebuah hembusan napas panjang.

Saya diam saja. Saya ingat Socrates, pemikir Yunani kuno penentang demokrasi itu.

“Demokrasi adalah nonsens,” kata filsuf tua itu. “Suara rakyat sering kali suara gombal. Memilih para pengelola pemerintahan dengan cara pungutan suara itu tak masuk di akal. Bukankah seorang nakoda juga tak dipilih dengan pemungutan suara?”

§ 23 Responses to Janji Pecas Ndahe

  • Sebuah narasi yang memikat. Sebuah narasi yang menggetarkan. Tapi sungguh, kenapa dalam setiap posting semacam ini, selalu ada “rasa Goenawan Mohamad” yang menyelinap didalamnya. Apa mesti semua wartawan Tempo selalu tak bisa mengelak dari bayang-bayang “Sang Guru”?

  • vigor arya berkata:

    hm..bukan wartawannya yg gak bisa mengelak, hanya saja yg BSB tau ya dia thok…hehehehe

    saya baca kumpulan tulisan feature gunawan muhammad, mau dibanding-banding kaya gimana juga ya bedha..

    tiap orang punya feel dan sense sndiri2, bgt jg ndoro wicak!!! saya suka baca tulisannya…

    kembali lg ke topik!!! ho oh tuh.. “pemimpin berbeda dengan pebisnis, klo mo jadi pemimpin berjanjilah sebanyak2nya lalu lupakan setelah tujuannya tercapai. Beda dengan pebisnis, sekali berjanji harus ditepati,klo tidak konsumennya kabur”

  • didats berkata:

    kita lihat aja lah pakde.
    sebenarnya aku gag yakin. tapi pengen liat juga sepak terjangnya.

  • yati berkata:

    :d negara/pemerintahan paling sering disamakan dengan perahu…ya udah, ngikut kata pilsup tua itu aja, nahkoda juga ga pake pemilihan :d tapi kan…ga ada sekolah presiden ndoro?

  • Abi_ha_ha berkata:

    Lha sing penting rakyat nyandang, mangan terus mapan. Beres… janji-janji pyengkowae…

    “Beda dengan pebisnis, sekali berjanji harus ditepati,klo tidak konsumennya kabur”

  • orang desa berkata:

    nahkoda memang tidak dipilih secara demokratis. Tapi kalau dulu penumpang Titanic tau sebelumnya bahwa sang nahkoda akan menabrakkan kapal ke iceberg, pasti para penumpang langsung bikin pemungutan suara, mengajukan mosi tidak percaya terhadap nahkoda…

  • Mas Prawit berkata:

    Soal ‘rasa GM’ saya rasa wajar-wajar saja, karena ‘GM’ sudah berhasil mencapai genre-nya sendiri. Siapapun bisa merasuk kedalamnya tanpa sadar. Persis murid baru dari tukang kue. Wajar kalau kue-kue pertama yang dibuatnya punya ‘taste’ sang guru. Lama kelamaan sang murid juga akan punya resep khususnya sendiri.
    Tapi terus terang, menurut saya GM punya warna yang sangat bervariasi, tapi selalu saja kita bisa merasakan rasanya.
    Salam.

  • hanny berkata:

    atau mungkin masyarakat kita memang belum cukup dewasa untuk berdemokrasi…

    ah, sebentar lagi buka puasa, yuk, ah, ndoro… pareng…

  • Hedi berkata:

    Perbedaan antara nahkoda dengan negara bagi rakyat adalah soal rasa memiliki. Pemikiran Socrates soal ini masih bisa diperdebatkan. 😀

  • iphan berkata:

    saya udah sering di kasih janji-janji surga… ga mempan lagi ndoro.

  • firman firdaus berkata:

    setuju sama sokrates.

  • mariskova berkata:

    Dipilih hari minggu pas orang-orang lagi sibuk belanja sehingga gak perduli dengan pelantikan mereka 😀 Saya sih gak belanja juga gak perduli. Kan bukan warga Jakarta lageee…

  • Om Keke berkata:

    hari minggu, hari baik untuk berlibur……….. ya nanti khan pasti berlibur ke jepang dll;))
    eh… berlibur ke bali ding…
    opo hubungane yo:D

  • kw berkata:

    katanya salah satu ciri munafiqin : suka tak menepati janji. akankah Fauzi Bowo-Prijanto masuk kelompok itu? semoga tidak. 🙂

    rasa gm? isi mungkin. namun beda lah. gm selera humornya kurang hehe

  • starboard berkata:

    Rasanya di negara ini belum ada pemimpin yang punya pandangan untuk membela rakyat sampai tuntas.
    Tetap ajah rakyat menderita, pemimpin suka cita.

  • andrias ekoyuono berkata:

    Tapi nahkoda bukan pemimpin ndoro, nahkoda adalah “supir” kapal yang bertugas mengemudikan kapal menuju pelabuhan yang telah ditentukan. Sementara pemimpin harus bisa menentukan pelabuhan apa yang hendak dituju, dan memilih nahkoda2 yang tepat.

  • funkshit berkata:

    @atas
    stujuuuuuu ………..
    nakoda nya bisa siapa saaja.. tapi kapten kapal nya tetep jack sparrow .. .
    tapi si jack juga bisa jadi nakhoda nya dinks

  • annots berkata:

    Saatnya balas budi sama partai pendukung…..

  • Ipang berkata:

    iyo..iyo…selamet yo..
    wis dilantik..dulu cagub skarang gub….
    banyak juga programnya…ehm..
    aku njaluk satu aja pak gub…
    gimana banjir bisa lenyap dari bumi betawi..
    hehe…
    monggo
    maturnuwun

  • Totoks berkata:

    saya setuju dengan Paklik Isnogud, pengalaman hidupnya begitu banyak… dan selalu saja bisa nyambung dengan topik hangat yang terjadi di Republik ini… sekali-sekali dong Ndoro Profil Paklik Isnogud ini diangkat 😀

  • bee berkata:

    Demokrasi hanya bisa diterapkan dgn baik dalam kondisi yg (mendekati) ideal. Yaitu ketika rakyat udah pinter, pebisnis udah jujur, karyawan udah rajin, pemimpin udah adil, dlsb. Sebelum itu ada, demokrasi hanya jadi alat untuk tujuan yg berlawanan dari tujuan mulianya. Pembodohan, pengekangan, korupsi, bahkan pembantaian juga bisa dilakukan atas nama demokrasi. 😛

  • adit berkata:

    kita cuma bisa berdoa saja, semoga mereka menepati janji … amiin

Tinggalkan Balasan ke vigor arya Batalkan balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Janji Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: