Prasangka Pecas Ndahe
Januari 29, 2008 § 22 Komentar
Baiklah, Nduk … Kuberi tahu sesuatu. Sejarah arti kata-kata memang bukan sejarah sebuah rencana yang disusun beres sebelum bahasa lahir.
Kata “prasangka” dan “bau”, misalnya, tak bisa dengan segera diberi arti. Kita harus menunda artinya sebelum kita tahu di mana ia terletak dan bagaimana hubungannya dengan kata yang lain — dan bagaimana pula situasi si pembicara dan si penerima.
Sebab, kata memang senantiasa bergerak antara kamus dan konteks. Ia terus-menerus berada dalam keadaan yang tak stabil dan tak 100 persen pasti.
Manusia akhirnya memang tak bisa punya satu kamus, bahkan di dalam kepalanya sendiri. Sedihnya ialah bahwa orang sering menganggap harus ada satu kamus untuk semua orang.
Sedihnya lagi ialah bahwa dalam komunikasi yang mau serba cepat kini, kita sering luput untuk “menunda” memberi arti, alpa menghayati ketidakstabilan di dalamnya.
Penyeragaman, dengan demikian, adalah gagasan yang gegabah. Ia mengabaikan keragaman. Ia menafikan kenyataan bahwa warna daun pun tak pernah sama.
>> Mestinya kamu tahu kepada siapa posting ini dibuat, bukan?
yah, begitulah bahasa “kita”…
eh, posting ini buat siapa ndoro?
*sedang tdk semestinya*
Bukan tentang saya kan nDoro?
bukan .. ndak mesti … dan ndak tahu .. belum ada di kamus …
buwat sayah po?
sayah ndak punya kamus..
kalo kampus masih punya..
ndak tau ndoro
buat eyang kakung ya ndoro?
Thiiinx :: Sing enak disesuaikan dulu karo kebutuhan ndoro, sebelum berprasangka …
terus terang saya gak bisa memahami tulisan sampean ndoro 😦
sindiran yang elegant
*orarumongso*
*berpikir…
ndak mudeng ndoro
curiga, ini masih ada hubungan-nya denga mati-nya Pak Lik ya Ndoro? 😛
buat nana ya? jakakakak
Owh………. (tambah mumet)
sapa yah… Paman Gober pho..?
ngga tau postingannya bwt siapa…
cuma inget kata guru bahasa inggris saya jaman smp
“Differences make the world more beautiful.”
jelas bukan buat saya karena saya sudah tau soal pelajaran yang satu ini, bukan?
tapi seperti biasa harus membaca yang tersirat kan?
ahem.
saya jauh dari ngarti ndoro 😀
Apa buat saya, Ndoro? 😆
Saya cuma bingung: Gimana kalau setiap orang bisa bikin kamusnya sendiri-sendiri, dengan kepentingannya masing-masing?
Hmm.. kamus dibuat untuk berbicara dengan orang banyak atau untuk berdiskusi dengan diri sendiri, ya?
ndoro…kok senengnya “daripada” berbelit-belit…
Jah, berkali-kali baca, ngerti isinya, tapi nggak ngerti buat siapa…
Yang pasti bukan buat sayah kan ndoro??? Sayah kan cinta keberagaman…nyatanya sayah masih suka cewek yang notabene beda ma sayah…hehehehe… ** pede mode on **
buat si roy ya?
:p
tulisan ini menyiratkan kita punya kamus yang berbeda ya ndoro, soalnya saya kok ga bisa menterjemahkannya ke dalam bahasa saya………..:D