Horta Pecas Ndahe
Februari 11, 2008 § 31 Komentar
Kediaman Presiden Timor Leste Ramos Horta diserbu pasukan pemberontak pimpinan Alfredo Reinado, tadi pagi sekitar pukul 07.00 waktu setempat. Horta tertembak perutnya dan langsung dilarikan ke Australia.
Oalah, gendeng tenan. Terus terang saya miris mendengar kabar itu. Horta, saya pernah menyalaminya ketika dia berkunjung ke pabrik saya dua tahun silam, adalah peraih Nobel Perdamaian. Ia sekutu lama tokoh pejuang Timor Leste Xanana Gusmao.
Mengapa Timor Leste, negeri yang sudah merdeka itu, masih tercabik-cabik? Mengapa ada yang terkesan tak sabar?
“Merdeka itu memang tidak mudah, Mas,” kata Paklik Isnogud yang pagi tadi menemani saya menonton televisi yang menayangkan laporan langsung dari Timor Leste. “Enam puluh tiga tahun kita merdeka menunjukkan itu.”
“Maksud, Paklik?”
“Berapa banyak sudah orang yang mati, Mas? Berapa banyak anak-anak yang terbuncang oleh guncangan politik dalam riwayat Republik, tersia-sia oleh kekalutan ekonomi, atau celaka oleh kesewenang-wenangan?
Merdeka itu ibarat hidup berkeluarga sendiri: suatu fluktuasi nasib yang tak bisa disodorkan lagi ke punggung orang lain.”
“Jika begitu besar taruhannya, mengapa orang tetap ingin merdeka, Paklik?”
“Orang ingin merdeka karena ia tahu apa artinya tidak-merdeka. Tahu di sini juga berarti mengalami dengan rasa sakit dan robek: bahwa tidak-merdeka adalah keadaan yang tiap saat bisa ditempeleng, dilucuti, dibentak-bentak, diusir, dihina, diserobot, didiskriminasikan, dilempar ke dalam sel, dan/atau dibunuh.
Tidak mengherankan bila ada orang yang mengatakan bahwa kemerdekaan jadi sebuah impian yang berapi-api karena ia adalah sebuah kontras dari perbudakan. Dan perbudakan adalah sesuatu yang amat menyakitkan.
Barangkali karena kita bicara kemerdekaan sekadar sebagai lawan kata dari penjajahan, dan kita cenderung mengira bahwa penjajahan adalah soal kolonialisme, soal ekonomi, dan politik dalam skala besar.
Tidak-merdeka akhirnya hanya sebuah abstraksi dari rasa lapar bersama dan tak kuasa kolektif, dengan segala seluk-beluknya.
Ada benarnya bahwa seharusnya memang kita lebih siap untuk merdeka, dan tak asal jadi. Belanda dulu juga sudah berujar bahwa untuk merdeka kaum inlander harus sedikit lebih matang.
Jika seorang anak bertambah dewasa, mau tak mau suatu saat akan tiba … ketika ia akan minta kunci pintu depan.
Tapi apakah sebenarnya arti dewasa bagi sebuah bangsa?
Pada akhirnya kemerdekaan suatu bangsa mengandung banyak mara bahaya, juga bagi bangsa itu sendiri. Merdeka memang tidak mudah. Tapi sebuah bangsa jadi matang bukan karena taat menunggu, sampai kunci depan dan hak-hak diserahkan oleh sang bapak kepadanya.
Sebuah bangsa jadi matang karena ia bersedia ambil risiko dengan kesalahan. Ia bukan seorang bocah yang selalu dilindungi dari masuk angin atau kepleset. Ia bukan calon menantu yang cukup dibekali harta sebelum kawin. Ia adalah pribadi yang mandiri, liat oleh benturan, kuat oleh badai.
Saya kira itu yang mungkin sedang dan akan terus terjadi di Timor Leste, mungkin juga di negara tetangga terdekatnya ini, Mas,” kata Paklik mengakhiri kisahnya.
Pagi ini saya merasa kopi yang saya minum semakin bertambah pahit …
horta ditembak? weleh weleeehh…
merdeka itu tidak mudah, mengurusi sebuah negara yang merdeka lebih tidak mudah. Bayangin aja segitu susahnya ngurus Timor Leste yang cuma seupil, apalagi ngurusi negeri kita tercinta ini
emang enak merdeka? emang enak jadi negera paling miskin di dunia? emang enak dikangkangi Ostrali? Emang enak ngurus rakyat yang keras kepala, bodoh dan mau menangnya sendiri? emang enak ngurus APBN sendiri? emang enak…?
Meneruskan kemerdekaan memang butuh kesabaran ya Ndoro? Tapi kalau sudah tidak sabar gimana Ndoro, apa perlu white dictator? 😀
hmm…huru hara di sana sini. perdamaian dunia itu ternyata mimpi buruk…bukan mimpi indah :d
lagi lagi Tim Tim ndoro ….
Tulisannya Ndoro bervitamin betul siang ini!
Ya, turut prihatin dengan Timor Leste, semoga mereka tetep teguh dan konsisten dengan permintaan merdeka-nya sembilan tahun silam itu…
Jeglek!!! kaget baca postingan ini…
baru semalam saya buka buku Seno2 milik saya, Ndoro..
“Saksi Mata” dan kumpulan Essay Jakarta2…
Mereview Tim Tim masa Soeharto…
Namanya juga pulitik……
**Belanda dulu juga sudah berujar bahwa untuk merdeka kaum inlander harus sedikit lebih matang**
kapan matangnya jika dibiarkan tetep mentah 🙂
katanya horta lagi panen karma
aku baca BBC itu juga tadi pagi, agak kaget…yang lebih kaget liat poto Reinado…wuah gaya tenan
apa berarti negeri kita ibarat orang yang sudah berusia dewasa tapi masih “Mbocahi” ya ndoro ?
“Ia adalah pribadi yang mandiri, liat oleh benturan, kuat oleh badai”
Klo habis kebentur dan kena badai malah mati, ya resiko ya Ndoro? 😀
dunia ini kok nga ada henti2nya kekerasan dan penembakan macam ini.
*geleng2 pala*
*nyodorin gula ke ndoro*
nih ndoro, biar ga pahit..:D
Heard about it early in the morning and shocked.
Just after the replay of Eurico Guterres, although it has nothing to do with the shooting but it does bring certain memories towards the newly (re)born nation.
But the land might be more in chaos after this morning, especially (which is good, I think) after Alfredo is shot to death rightafter.
Small correction: The President is still in Dili, not yet being taken to Darwin. At least until this minute.
jadi inget waktu tinggal di dilli tahun 80an.. tembak duluan sebelum ditembak!
mahal sekali kemerdekaan… 😦
kemerdakaan harus dibayar dengan nyawa dan cukup menghadiahkan gelar pahlawan bagi yang membayarnya, itu pun kalo ndak mengundang pro kontra… 😀
Hemm….pantesan temenku udah ketar ketir aja papanya mau ke timor leste, ternyata presidennya terbunuh…
agak miris memang,,
yah sudahlah mendingan kita mikirin nasib bangsa kita sendiri saja ndoro…
turut berduka …
Ah, mungkin TL belum siap lahir batin untuk
menikahmerdeka pas dulu minta referendumOMG, why it’s hard, to be a new country, where are countries who work very hard to make this new country? they all responsible with this.
yah, setidakna ini bisa jadi contoh yang baek untuk negara tetangga si ramos horta. betafa ke-merdeka-an itu ndak selamanya adem ayem, tentrem, sejahtera. masi banyak yang harus dilakukan, dan masih banyak yang harus dibenahi. Setidaknya, rakyat dari negara tetangganya Timtim sadar, kalo mereka pun juga seharusnya ikut membangun negeri, bukan hanya sekedar protes sana-sini.
wah blog-ku BERPIKIR MERDEKA je…
ndoro saya bawain coffee toffee vanila latte, dijamin gak pahit.
Kemerdekaan memang mahal harganya….
setelah merdeka pun tetap ada pemberontakan.
bukankah indonesia juga seperti itu setelah merdeka.
Pemberontakan DI/TII, Kahar Muzakar, RMS, G30S/PKI.
Memang perlu adanya kejelasan dari pihak pemerintahnya agar tetap aman tentram sentosa.
loh? ndoro punya pabrik Tah? kok pernah dikunjungi ama Ramos Horta.
bangsa memang harus selalu banyak belajar ya ndoro? apalagi bangsa yang baru merdeka.
tapi kenapa harus selalu dengan kekerasan?
saya baru tau Ramos Horta ketembak..Xanana tapi berhasil nyelamatin diri ya?
ndoro, apa militer kita sekarang sudah sabar melihat dominasi sipil di panggung politik yg cerewetnya minta ampiun?
yok opo sing di cari, sdh merdeka kok masih maen bedil-bedilan, mbok ya sudah , opo memang hobi perang ndoro ?