Optimisme Pecas Ndahe
Agustus 24, 2009 § 69 Komentar
Konon jika lebih banyak lagi orang baik di Kota Sodom dan Gomorah, azab tidak akan turun. Tapi lihatlah baik-baik. Setiap kali kita mengatakan bahwa kian bertambah jumlah pencuri di antara tetangga kita, setiap kali kita menambah jumlah itu dengan satu orang perampok di hati kita.
Kita memang mencuri dengar orang berbisik-bisik tentang garong dan maling, mafia dan bajingan — berjajar dari Barat sampai ke Timur. Tapi ingatkah Anda pada seseorang yang berjalan di pedalaman yang jauh, dan seorang anak hampir mati yang berbisik “terimakasih”?
Khotbah memang bicara tentang kebejatan akhlak — dan itu memang ada. Tapi adakah kita telah sepakat bahwa bangsa ini bangsa terkutuk? Acara diskusi kaum intelektuil memang kerap berbicara tentang kebobrokan dan korupsi — dan itu memang nyata. Tapi benarkah kita tidak punya apa pun untuk mengatasinya?
Di sebuah bioskop kecil di sebuah kota kecil, orang berkerumum menonton November 1828. Film tentang suatu episoda Perang Diponegoro ini sebenarnya nyaris tanpa ketegangan. Tapi toh di bioskop kecil di kota kecil itu, penonton bertepuk riuh ketika adegan pendek ini terjadi: seorang pemuda pemberani menaiki tiang bendera, merobek Merah-Putih-Biru dari tempatnya, ketika pertempuran sengit terjadi.
Pemuda itu tewas. Tapi ada yang lebih besar ketimbang mati. Bahkan ada yang lebih besar dari kekalahan yang panjang. Dan para penonton di bioskop kecil di kota kecil itu tahu: manusia lebih baik dari yang diteriakkan.
Lantas mengapa kita lebih sering mengatakan tentang pesimisme ketimbang optimisme, seperti halnya kemungkinan kita untuk menemui nasib buruk lebih besar daripada menemukan durian runtuh?
Barangkali karena memang lebih banyak orang tewas dalam kecelakaan lalulintas ketimbang jumlah pemenang undian berhadiah sebuah bank. Lebih banyak orang jadi korban kebakaran ketimbang para pemenang Hadiah Nobel.
Tetapi kenapa kita toh berjalan terus, sering dengan muka riang? Seorang anthropolog suatu kali bermain-main dengan sebuah gagasan, dan menulis Optimism, The Biology of Hope untuk mengatakan: barangkali, dalam zat-zat terdasar kesadaran kita, sejak nenek moyang, harapan sudah diikatkan. Untuk survival.
Mereka yang pernah menderita memang tahu. Siapa yang hanya hidup dengan pikiran “aku-akan-ketabrak-truk” sudah akan roboh pagi-pagi di tengah sarapan.
Dan barangsiapa yang selalu waswas kehilangan ini dan itu — karena negeri sebelah sering mencuri dan mengklaim apa saja — niscaya bakal lekas tua dan merana hidupnya.
>> Selamat hari Senin, Ki Sanak. Apakah sampai hari ini sampean masih hidup dengan optimisme?
.
Bangsa Yang Ndak Punya Identitas Diri, Ndor….
🙄
thooobbb!
jadi ndak usah takut ya pakde?
setuju. kita terlalu sering nuduh orang tanpa melihat ke dalam diri kita sendiri. sudah kah kita menjaga diri kita sehingga apa yg kita punya tidak diambil orang lain?
sudah kah kita menjaganya??
mari melawan dengan berteriak-teriak dan berslogan!
*ajeb-ajeb*
Jalani saja dengan optimis… toh hidup gak sekedar ada airmata. Ada juga derai tawa.
.
Eh, maksude bangsa sebelah emang ndak punya identitas diri, Ndor… Jadi perlu nyuri dari kita….
kita memang melupakan sejarah
kita memang selalu melupakan sejarah
tapi intinya tetep nyuri kan ndoroo…. 😆
Entahlah…
Optimis musti! Hajar PASTI…hahahaha
“merobek bendera merah-putih-biru”.
Yang kutahu, Soerabaia 45, Oeroeg, dan satu film yang aku lupa judulnya. Tapi memangnya di film November 1828 ada adegan tersebut?
Bagi kebanyakan kita, optimisme seperti GENSET KUNA yang tidak otomatis hidup saat listrik PLN padam. Namun mesti kita ENGKOL sekuat tenaga agar hidup! Itupun kalau jerohane mesin nggak karatan karena tidak atau kurang dirawat.
Ya nggak, Ndoro?
analogi yang menarik.
..sebuah bangsa yang diambang kehancuran… adakah yang mampu melawan dialektika…?
tetep aja yang namanya mencuri atau yang namanya mengambil milik orang lain itu salah kan? 😆
kesian..
dan film November 1828 itu diputar kembali di TVRI minggu-minggu kemarin…
SEMANGAAAAT..!! (rock)
kuncinya hanya satu…Optimist..
Optimis puasa sampe bedug maghrib, he.
jadi intinya, mari kita galang persatuan dan kesatuan dan GANYANG!!! negara sebelah
nGganyang orang lain itu masalah gampang.
Yang tidak gampang ngganyang apa yang belum baik di kita sendiri.
kalo orang lain mengganggap kita tidak terhormat, seringkali karena kita sendiri yang berperilaku tidak terhormat. Setuju?
sepakat pak… orang merendahkan kita karena kita secara konsisten merendahkan diri sendiri…
merendahkan diri kok pake konsisten… cape deh…
anu ndor… kalo misalnya saya punya kambing, trus tak taroh kandang tanpa mengikatkan kepada sesuatu.. ilang ndak ya?
mungkin kita belum mengikat sesuatu yang di klaim jadi milik orang lain itu… padahal udah berkali kali terjadi kaya gini.. tapi koq yo ndak ditaleni…
piye ya?
Saya suka analogi nya mas ekodeto, org2 pasti optimis dan bersemangat setelah mengikuti seminar2 tentang self improvement tapi masalahnya hanya bertahan beberapa hari, setelah itu kembali lagi ke awal…
mungkin sudah kodrat. bahua tidak semua orang bisa sukses. karena sukses itu perlu komitmen teguh dan visi yang jelas. kalo kita tidak berkomitmen, maka di training apa dan oleh siapa juga tidak akan berhasil.
Jadi pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa punya komitmen tinggi?
katanya sih, kita harus tahu “alasan kuat” kita melakukan sesuatu. Alasan kuat itulah yang nantinya akan selalu jadi motivator saat kita mulai tidak bergairah.
He he, betul gak si?
Keep on claiming.. Keep on yelling.. 🙂
mafia….ndoro masih terbawa suasana yah????
kalo urusane “klaim negara sebelah” sih…udah urusan BANGSA…bukan hanya Negara tetapi Bangsa Indonesia (seluruh rakyat) ….
wah, puitis skali ndoro. tapi ngena banget..
yup optimis itu mencerahkan….
tapi kalau over gimana ya
🙂
lha wong ngakunya cuma divideo, ya mestinya kita bales aja mereka lewat video juga ndoro, bukankah banyak insan kreatif indonesia yang jago buat video?
jadi nyadar kalo sebenarnya kita ini kaya, kita ini bermartabat hingga orang lain iri dan hendak mengakui apa yang kita punya.
selalu optimis dalam segala hal…. Termasuk kontes nulis pesta blogger nanti..
KANGLURIK
Optimis itu niscaya. Pola pikir dan cara pandang memang harus dirombak. Bahkan cara kita menggunakan kata-kata pun musti dicermati. Penggunaan kata-kata yang tidak positif membuat kita tidak optimis. Biasakan gunakan kata dan kalimat yang bernada positif agar hidup kita selalu optimis.
Hidup penuh dengan dinamika. Masih sangat banyak hal yang bisa kita buat untuk jadi lebih baik. Pertanyaannya adalah kita mau atau tidak?
Daripada bertanya “kenapa ini semua terjadi?” jauh lebih manfaat bertanya “apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki hal ini?”
Selamat hari Senin nDoro, apakah sampeyan sependapat dengan saya?
kadang-kadang sepakat … 😀
Kadang orang yang menjalankan tugas sehari-harinya sudah merupakan sesuatu yang optimis, sebab sedikit banyak pasti akan membuahkan hasil…
[…] Optimisme Pecas Ndahe Konon jika lebih banyak lagi orang baik di Kota Sodom dan Gomorah, azab tidak akan turun. Tapi lihatlah baik-baik. Setiap kali kita mengatakan bahwa kian bertambah jumlah pencuri di antara tetangga kita, setiap kali kita menambah jumlah itu dengan satu orang perampok di hati kita. Kita memang mencuri dengar orang berbisik-bisik tentang garong dan maling, mafia […] […]
saya sedang mencoba untuk optimis dan berpikir postif…
jadi ingat lagunya Joshua … ndor… “di obok obok”
…………………………pada mabok … ya ndor
kalo lagunya mbah surip …”tak gendong kemana mana”
mantap mbah, salam dari malang. Mbah jiwo.
penghargaan di Indonesia masih kurang sih, jd ya lebih “dihargai” negeri lain. 🙂
Hidup dengan optimisme Ndoro meski bangsa Maling itu mengakuisisi semakin banyak kekayaan tradisi kita dan kita hanya kebagian Noor din m Top, Amy Search dan ah bukankah Siti Nurhaliza pun sudah jarang ke Indonesia?
Cen biyangane 🙂
optimis … dan kemudian nyambung ke negara tetangga yang hobi ngaku 😛
tulisan yang bagus ndoro 🙂
optimis?
hmm.. biar saya pikir dulu Ndoro,, karena menurut saya optimis itu tergantung sama motivasi yang dimiliki
maseh teteup optimis, Ndoro…
🙂
saya cinta negeri ini 🙂
waspada bukan waswas kali ya ndoro, optimisme semestinya melampaui survival. yaitu sukses & happy, maybe 🙂
Kita hidup harus bersifat optismis daripada pesimis,bila kita optimis hjdup kita akan lebih maju lagi,dan bila hidup pesimis hidup kita tak maju2
alih-alih optimis, rasa saling percaya antar sesama saja susah sekali diwujudkan 😦
optimis menunggu adzan maghrib. 😀
Itulah the power of hope! Dan kita merasakan dalam pengalaman masing-masing. Meski itu pengalaman teramat sangat sederhana. Tulisan menarik, Ndoro! 🙂
setuju ndoro
optimisme… bukan hasil sim salabim. dalam posisi sebagai sebuah bangsa, optimisme adalah hasil sebuah upaya dan rekayasa terencana. Jepang membangun optimisme bangsanya bahkan lewat komik-komik mereka. kita pakai apa?
lebih jauh lagi, optimisme mustahil disuntikkan lewat kata-kata, sehebat apapun itu. tapi optimisme bisa meradiasi siapa saja lewat bukti kesuksesan. para motivator2 ternama bangsa ini (andrey wongso cs) tidak mungkin laku kalo cuma modal teknik retorika, tapi mereka berhasil menginspirasi jutaan manusia, karena mereka telah membuktikannya.
tapi sebenernya, dari negara sebelah kan tidak ada kalimat klaim : “tari pendet milik kami.”
iya ndak tho?
yang kita bisa protes kan, kenapa mereka menampilkan tari pendet dan wayang jawa itu di iklan visit year mereka, padahal tari itu bukan dari negara mereka.
nanti intepretasi pengunjung jadi berbeda.
tapi kalo protes karena mereka mengklaim pendet milik indonesia, kok ndak bisa ya kayaknya..
eh, salah..
maksud sayah, kita ndak bisa protes tentang klaim kepemilikan.
karena memang blom ada klaim kepemilikan pendet oleh malaysia.
tolong benarkan saya kalo ada info yang salah..
tapi posting ini bukan soal tari pendet kan, tik?
Kalau saya sederhana saja. Kita balas KLAIM budaya mereka. Tapi kok serba repot ya dalam hal ini. Mau membalas mengklaim budaya mereka, lha kok mereka tidak punya budaya yang patut dibangggakan. Bahkan anak mudanya lebih banyak membeli CD lagu-lagu dari penyanyi dan band Indonesia daripada penyanyi mereka.
Saya sepakat,ndoro! Daripada ribut mulu,mendingan melakukan apa yg kita bisa. Btw,tulisannya kena bgt!
aku bisa!
(mencoba memotivasi diri sendiri)
sadar atau tidak kita terkadang meremehkan apa yang sudah kita miliki, apa yang kita anggap hal yang biasa bisa menjadi luar biasa buat mereka. Apa karena beranggapan masih banyak stock kekayaan kita, sehingga dengan mudahnya merelakan kekayaan kita dimiliki orang lain ???
Thanks ndoro, jadi kebuka pikiranku
Optimis harus disertai ikhtiar nyata, bukan hanya sekedar bicara optimas-optimis saja. Optimis Indonesia akan membawa kembali Piala Thomas, tapi latihannya mlempem ya tiwas optimis saja pak.
Salam hangat dari Surabaya.
optimisme itu alamiah, sebagaimana pesimisme. Separah-parahnya orang yang pesimistis, pasti dia pernah punya optimistis. Yang susah itu memang mengelola optimistis itu. Gimana ndoro? 😀
[…] (dikutip dari https://ndorokakung.com/2009/08/24/optimisme-pecas-ndahe/#more-4105) […]
optimiis ndoro….mulai dari yg terkecil saja dulu ah…
mulai dari diri sendiri aja…
keren tulisannya ndoro.. *jadi merenung* 🙂
jadi lebih baik membuat diri jadi lebih optimis, membuang hal2 yang negatif dengan selalu positif…