Kenikmatan Pecas Ndahe

September 25, 2007 § 15 Komentar

Setiap kali berpuasa, godaan itu terlihat semakin menawan. Es kelapa muda. Es blewah. Es jeruk. Es cendol. Baso urat. Soto ceker. Sate & sop kambing Casmadi. Halah.

Sampean mungkin bisa menyebutkan lebih banyak lagi daftar makanan dan minuman yang paling mengundang selera di bulan puasa ini.

Tapi, bayangkan ketika malam hari. Apa sampean ya masih pengen menjejali perut dengan aneka makanan itu? Apa sampean masih kebelet menenggak soda dingin dan teman-temannya itu? Rasanya kok tidak, kecuali sampean memang punya perut berisi tujuh kere lapar.

Begitu tanda waktu buka puasa tiba, seseruput teh manis dan secuil kurma manis rasanya sudah melebih segalanya. Kita seolah mendapatkan kenikmatan yang tiada banding.

Dari mana sebetulnya kenikmatan itu datang, Ki Sanak?

Paklik Isnogud punya cerita begini. “Syahdan ada anak raja berburu ke hutan. Ia tersesat, kelaparan.

Ia tiba di sebuah pondok petani miskin. Di sini si ibu tani menolongnya, dan menyajikan makanan yang ada padanya sehari-hari — karena ia tak tahu bahwa tamunya adalah anak raja.

Tapi, betapa nikmatnya santapan itu bagi sang pangeran.

Kemudian, setelah berhasil kembali ke istana dan beristirahat beberapa hari, sang pangeran pun memesan hidangan gaya petani yang pernah dicicipinya dulu. Makanan itu dihadapkan, tapi sang pangeran tak mendapatkan rasa lezat yang dicari.

Tahukah sampean penyebabnya, Mas?”

Saya menggeleng.

“Kenikmatan tak datang pada orang yang kenyang. Ada sesuatu yang hilang daripadanya, sebagaimana ada sesuatu yang indah dalam hidup seadanya.

Petani di pondok dekat hutan itu berbahagia, lebih dari sang pengeran, karena ia tak mencari-cari.”

“Ooo … gitu ya, Paklik? Intinya kita tak perlu mencari-cari?” tanya saya.

Paklik Isnogud hanya tersenyum memamerkan parasnya yang meneduhkan.

§ 15 Responses to Kenikmatan Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan ke funkshit Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Kenikmatan Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta