Maaf Pecas Ndahe

Oktober 10, 2007 § 58 Komentar

Lebaran sebentar lagi, Ki Sanak. Mungkin Jumat, mungkin Sabtu. Terserah sampean mau ikut yang mana. Kalau saya sih, milih tergantung mood. Halah. Lebaran kok tergantung mood ya?

Tapi, kapan pun harinya, saya cuma mau lebih dulu meminta maaf kepada sampean semua yang sudah sering berkunjung ke sini. Barangkali ada gambar, kata, atau tulisan yang membuat sampean ndak nyaman.

Saya bukan orang yang sempurna, begitu juga semua yang ada di sini. Karena itu, jauh-jauh hari saya mohonkan keikhlasan hati sampean memaafkan semua kesalahan saya. Mumpung sampean masih sempat buka Internet, mumpung sampean masih sempat datang ke sini.

Soalnya saya ingat cerita tentang maaf dan kesalahan dari Paklik Isnogud. Ia punya cerita yang bagus soal ini.

Alkisah, begitu kata Pakilk memulai ceritanya, Ibrahim ibn Adham, seorang alim yang hidup di abad ke-8, suatu saat bertawaf mengelilingi Kabah. Malam gelap, hujan deras, guntur gemuruh.

Ketika ia berada di depan pintu bangunan kubus suci di halaman dalam Masjidil Haram itu, ia berdoa, “Ya, Tuhanku, lindungilah diriku dari perbuatan dosa terhadap-Mu.”

Syahdan, ada suara yang menjawab, ‘Ya, Ibrahim? Kau minta pada-Ku untuk melindungimu dari dosa. dan semua hamba-Ku juga berdoa serupa itu. Jika Kukabulkan doa kalian, kepada siapa gerangan nanti akan Kutunjukkan rasa belas-Ku dan kepada siapa akan kuberikan ampunan-Ku?’

Lihatlah Mas, kata Paklik, dalam cerita itu Tuhan menampakkan sifat-Nya yang menggetarkan kita: dalam kebesaran-Nya, Tuhan menerima kenyataan manusia sebagaimana adanya — menusia yang tak bisa sepenuhnya tercegah dari dosa. Di dalam penerimaan itu pula kita sadar akan sifat rahman dan rahim-Nya.

Kita terkadang lupa akan itu, kata Paklik. Kita lupa manusia perlu memandang Tuhan dengan kepercayaan bahwa Ia bukanlah sekadar penuntut. Tanpa memandang Tuhan demikian, apa hidup jadinya? Hanya sebuah situasi terjebak yang absurd, tak punya arti: terjebak antara kemustahilan menghindari dosa — karena ia bagaimanapun manusia — dan kemustahilan mendapatkan ampunan-Nya.

Tahukah sampean, yang diharapkan dari kita bukanlah sejumlah cadangan manusia sempurna, jenis yang belum pernah ada sama sekali? Ajaran dan kecenderungan berpikir yang — dengan niat besar dan semangat gemuruh — hendak menciptakan ‘manusia baru’, yang bisa menjadi si suci yang tidak pernah bisa berbuat salah 24 jam sehari, pada akhirnya hanya menghasilkan penindasan.

Saya terdiam, lalu bertanya: Apakah itu berarti, dosa dan kesalahan punya perannya sendiri, Paklik?

“Ya,” sahut Pakilk. “Kalau tidak, buat apa semua itu termasuk di dalam ciptaan Tuhan. Dengan merasakan dosa dan kesalahan kita merasakan mana kebajikan dan kebenaran. Dengan melihat dosa dan kesalahan kita tahu apa artinya kedaifan dan kerendahan hati.

Di saat itulah kita merenungkan sifat-sifat Tuhan, dan kita gemetar, dan kita ngungun, dan kita tahu ada cakrawala yang luar biasa dan kita terhenyak di ambangnya.

Sifat-sifat Tuhan sempurna. Kita harus menanamkannya dalam diri kita, tapi itu adalah proses tanpa akhir. Bagaimanapun kita tahu bahwa kita tidak akan bisa menjadi Dia.

Maka, apa alasan seorang untuk tidak memaafkan kesalahan manusia lain — suatu hal yang secara simbolis dilakukan setiap Lebaran, Mas?”

Ki Sanak, selamat merayakan Idul Fitri 1428 H. Mohon maaf lahir dan batin.

§ 58 Responses to Maaf Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Maaf Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: