Garuda Pecas Ndahe
Oktober 23, 2007 § 19 Komentar
Sebagian teka-teki penyebab kecelakaan pesawat terbang Boeing 737 (GA 200) milik PT Garuda Indonesia di Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta, Maret silam, terungkap sudah.
Kemarin, Komite Nasional Keselamatan Transportasi menyimpulkan kecelakaan itu disebabkan oleh kecepatan pesawat yang berlebihan (baca: ngebut).
Pesawat nahas itu menyentuh landasan pacu (touch down) dengan kecepatan 221 knot — 87 knot lebih cepat dari seharusnya.
Meski demikian, Komite menolak kecelakaan itu disebut sebagai kesalahan pilot atau human error, melainkan sistem.
Komite menjelaskan pesawat ngebut ketika persiapan mendarat (approach) dan mendarat sehingga proses approach tak stabil. Pesawat lantas meluncur kencang melewati ujung landasan pacu 09 Adisutjipto dan jalan, menabrak tanggul, lalu berhenti di sawah 252 meter dari ujung landasan.
Pesawat melewati ujung landasan pada ketinggian 89 kaki dengan kecepatan 232 knot–98 knot lebih cepat dari standar untuk flap 40 derajat. Pesawat menyentuh landasan pada kecepatan 221 knot — 87 knot lebih cepat dari semestinya.
Pada jarak 10,1 mil dari landasan, posisi pesawat dengan rute Jakarta-Yogyakarta itu terlalu tinggi, yakni 1.427 kaki di atas posisi seharusnya (2.500 kaki) dengan kecepatan 283 knot. Pilot menurunkan pesawat secara tajam, tapi itu justru berakibat naiknya kecepatan.
Selama approach, terdengar 15 kali peringatan dan perintah dari pengawas lalu lintas penerbangan. Kopilot meminta pilot terbang lagi atau go around.
Namun, penerbang tak menerapkan prosedur yang menjamin keselamatan. Bahkan pilot tak mengikuti aturan perusahaan: bila approach tak stabil, penerbang harus membatalkan pendaratan dan go around. Kopilot juga tak melaksanakan prosedur mengambil alih kendali ketika pilot berkali-kali mengabaikan peringatan ground proximity warning system.
Setelah membaca berita itu di koran-koran yang beredar hari ini, saya mendapat kesan ada beberapa pertanyaan penting dan mendasar yang belum terjawab.
1. Mengapa pilot ngebut?
2. Mengapa pilot mengabaikan peringatan pengawas lalu lintas penerbangan?
3. Mengapa pilot menolak saran kopilot — dan aturan perusahaan — untuk membatalkan pendaratan dan go around?
4. Mengapa kopilot juga tak melaksanakan prosedur mengambil alih kendali ketika pilot berkali-kali mengabaikan peringatan ground proximity warning system?
Adakah di antara sampean yang bisa menganalisa dan menjawab pertanyaan saya, Ki Sanak?
jawaban dari empat pertanyaan tadi cuma satu: kejar setoran, bos… semakin ngebut, semakin banyak penumpang yang diangkut, semakin banyak fulus yang ditangguk.
eh, ini ngomongin angkot atau pesawat sih, kok nyawa gak ada harganya…
Andaikata dilangit sana ada rambu peringatan seperti dikampungku “NGEBUT BENJUT”, mungkin para pilot gak bakalan adu balap dengan Gatutkaca.. He-he-he…
Saya nunggu analisa dari pakar kita aja Ndoro.
Mungkin bentar lagi beliaunya bakal gelar konferensi pers :p
Ngaturaken Sugeng Riyadi, Maaf Telat
saya gak bisa komentar apa2 ndoro.. lha wong saya ini gak ngerti soal lalulintas udara jeh 😀
yang namanya musibah ya musibah… semua orang bisa kena musibah… bayangkan betapa sialnya anda ketika anda menjadi pilotnyaa……. sekecil apapun kesalahan pilot, resikonya gede bung…. makanya jangan jadi pilot…
Wah, susah neh. Pesawat telat dari jadwal salah, ngebut juga salah…
1. Pilotnya kebelet pipis ndoro.
2. (Kembali ke jawaban pertama).
3. Pilotnya pikir co-pilotnya hanya bercanda.
4. Karena mereka teman baik.
Semoga ini bisa mengklarifikasi.
mungkinkah sabotase?
Ada Obat Sakit Kepala Nih… Ndoro
Ndoro, undang Lord Ndobos ajah buat memberi penjelasan. Saya juga baca dari Jak Post tadi pagi. Yang bikin saya bingung adalah tulisan disitu yg kira2 isinya “Ada kelalaian pilot tapi bukan human error karena tidak mau menimpakan semua kesalahan pada pilot semata”
1. Mengapa pilot ngebut?
Karena udah tua, jadi nggak begitu jelas baca speedometernya. (emang ada ya?)
2. Mengapa pilot mengabaikan peringatan pengawas lalu lintas penerbangan?
Karena udah tua, jadinya rada sedikit budek.
3. Mengapa pilot menolak saran kopilot — dan aturan perusahaan — untuk membatalkan pendaratan dan go around?
Karena yang ngasi saran lebih muda. “Belum tua, belum boleh bicara”.
4. Mengapa kopilot juga tak melaksanakan prosedur mengambil alih kendali ketika pilot berkali-kali mengabaikan peringatan ground proximity warning system?
Sudah diliat apa suku dari Co-pilotnya? Pasti jawa deh. Itu jawabannya. Karena dia sungkan mau ambil alih pimpinan dari yang tua. Wekekekekek…
Ndoro, ini aneh ya. Yang terbangin pesawat manusia apa bukan sih? Kok pesawat kecepetan ndaratnya, katanya bukan human error? Pernyataan aneh!!!
Saya suka mendengar bahwa lanud di yogya memang sudah tidak layak untuk digunakan. Pilot sering kali mengeluh bahwa lanud ini riskan.
Kalau menurut saya sih faktor sistem, manusia (pilot), dan infrastructurenya bermasalah. Jadi tidak hanya pilot yang salah…
1. speedo meter pesawatnya rusak. pilotnya ndak tau kalo ngebut…taunya lagi terbang aja
2. pilotnya ngerasa dia lebih pinter dari pengawas lalu lintas penerbangan
3. pilotnya bukan ngerasa lebih pinter lagi, tapi udah sok pinter
4. kopilotnya ngerasa pilotnya lebih pinter dari dirinya.
@adit
Berapa banyak pesawat yang mendarat setiap hari dan berapa banyak yang kehilangan kendali kecepatan seperti kasus Garuda itu?
Kalo kasus ini jelas sekali pilotnya sok tau, mentang2 co-pilot nya masih muda nggak mau dengerin saran dari dia.
Saya nggak melihat ada system yang salah disebutkan dalam kasus ini.
mungkin rem-nya blong ndoro?
jadi ngebut terus..
mungkin harus telpon pilotnya langsung,Ndoro,untuk klarifikasi..
soale pilotnya lagi sms an sama diajengnya. jadi nggak terasa. tau tau udah sampe jogja. trus buru-buru nukik…
Pilot ugal2an kok bukan human error ? Kalau memang ada sistem yang salah, apakah sekarang sudah diperbaiki ?
soalnya pesawatnya pake ban ring 17 ndoro, jadi kecepatan di speedometernya lebih lambat daripada kecepatan aktualnya
*halah emang mobil*