Brokoli Pecas Ndahe

Oktober 29, 2007 § 27 Komentar

Saya baru sampai di pabrik dan buka komputer pagi ini. Belum juga sempat meredakan napas yang ngos-ngosan. Belum juga minum air putih dingin. Ealah, lah kok setumpuk undangan dan memo sudah memenuhi meja.

Begitu buka komputer dan email, hwsayu … banyak amat pesan-pesan yang masuk. Saya buka satu per satu, saya intip dan baca pelan-pelan.

Hwadoh! Lah kok hampir semuanya mengingatkan saya bahwa pesta sudah berlalu dan mulai hari ini saya kembali menjadi buruh pabrik lagi seperti biasa — yang harus menaati perintah para bos dan juragan.

Setenggok tugas sudah menanti. Sebakul pekerjaan sudah menunggu. Ya, ampun …

Orang-orang itu apa ndak tahu keringet saya masih membajir gara-gara menunggu gerobak item saya diservis di bengkel yang panas dan lecek? Apa mereka ndak paham pikiran saya masih terngiang-ngiang reriungan Sabtu lalu? Apa mereka ndak tahu badan saya ini masih pegel-pegel dan belum sempet minta pijet.

Mosok baru hari pertama pekan ini mereka sudah memberondong saya itu segera bikin presentasi ini dan itu, menyiapkan proposal A dan B. Mosok mereka itu tega betul menyuruh saya segera menyelesaikan tulisan-tulisan dengan embel-embel ngeselin: waktu tenggatnya besok! Haiyah.

Beginikah yang membuat orang-orang Timbuktu itu mengeluh, I don’t like Monday?

“Kerja itu mbok yang ikhlas, Mas. Dengan hati,” kata Paklik Isnogud tiba-tiba.

Saya ndak sadar, Paklik ternyata sudah ada di sebelah saya dan mendengar saya misuh-misuh sendiri.

“Adoh, nuwun sewu, Paklik. Bukan maksud saya mau males-malesan, tapi kok ya memang pagi ini saya masih agak males, hehehe … ”

“Ya sudah, Mas. Ndak usah maksa diri. Nanti malah kerjaan ndak beres. Sudahlah, ini saya bawakan sup brokoli. Mau ndak? Enak lo, saya masak sendiri … ”

“Sup apa, Paklik? Brokoli?”

Halah. Saya ngakak. Tiba-tiba saya ingat kejadian di Pesta Blogger, Sabtu kemarin itu. Ketika tiba waktunya makan, saya ndak sempat buru-buru ikut antre. Saya sibuk sana-sini berkenalan dengan teman-teman baru.

Akhirnya, sewaktu kesempatan antre makanan itu tiba, rupanya saya sudah sangat terlambat. Panci-panci perak di atas meja makan sudah nyaris kosong melompong. Yang ada tinggal sendok-sendok bergelimangan tak beraturan.

Tiada nasi, tiada lauk pauk? Betul. Sama sekali? Mmm …. tunggu dulu. Saya lihat di panci perak paling ujung masih ada empat butir brokoli dan beberapa buncis. Wah, lumayan nih bisa buat ganjel perut, pikir saya.


[fotonya minjem Mas Catur]

Tapi, mendadak ada suara di belakang saya. “Yaaaa … abis ya?” begitu dia berteriak dengan nada dasar K [kecewa].

Saya jadi ndak enak ati. Mosok brokoli itu saya sikat semua? Ya sudah, karena ndak tega, akhirnya saya pun berbagi brokoli itu dengan pengantre di belakang saya: masing-masing dua butir, plus beberapa buncis.

Hmmm … not bad. Jarang-jarang lo saya makan siang bermenu brokoli plus buncis. Serasa jadi bule dah, hehehe …

Ngomong-omong, Senin pagi ini sampean sudah sibuk ngapain, Ki Sanak? Mau ikut menghabiskan sup brokoli asparagus buatan Paklik Isnogud?

§ 27 Responses to Brokoli Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan ke nanik Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Brokoli Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta