Gandhi Pecas Ndahe
November 1, 2007 § 28 Komentar
Gara-gara bercakap ihwal agama, iman, keyakinan, aliran, konflik antarumat, juga Gandhi, akhirnya obrolan ngalor-ngidul dengan Paklik Isnogud berkembang ke mana-mana — seperti biasa.
Paklik bercerita, seseorang pernah bertanya kepada Gandhi, “Bila hanya ada satu Tuhan, tidakkah seharusnya hanya ada satu agama saja?”
Gandhi, menurut kisah Louis Fischer, menjawab, “Sebatang pohon punya sejuta daun. Ada banyak agama sebagaimana ada banyak pria dan wanita, tapi semua berakar kepada Tuhan.”
Kiasan yang dipergunakan Gandhi barangkali tidak tepat, tetapi siapa yang hidup di India, yang tumbuh dengan pengalaman India, akan memahami mengapa tanya jawab seperti itu terjadi.
India, kata Jawaharlal Nehru (pejuang kemerdekaan dan pembangun tanah air yang sulit ini), “berisi semua hal yang memuakkan dan semua hal yang luhur”.
Beratus-ratus tahun negeri ini memang tak putus-putusnya menyaksikan apa yang indah dari perjalanan spiritual manusia. Tapi, pada saat yang sama ia juga menyaksikan bagaimana jutaan orang ganas mengganasi orang lain atas nama agama yang berbeda.
Apa desain Tuhan dengan semua ini? Apa gerangan iradah-Nya?
Banyak mungkin jawab bisa diberikan, tapi satu hal jelas: kita tak bisa mengatakan bahwa Tuhan mengutuk manusia dengan memberinya pelbagai iman dan kepercayaan, tetapi kita juga tak bisa menyimpulkan bahwa dunia menjadi tempat yang berbahagia karena itu.
“Wadoh, Paklik, kalau kita ngobrol soal beginian, kayaknya ndak bakal selesai satu hari. Padahal saya mesti kerja ki. Piye?”
“Ya sudah. Kapan-kapan kita lanjutkan ya, Mas.”
“Iya, Paklik.”
Ki Sanak, kira-kira perlu ndak ya diskusi dengan Paklik Isnogud soal ini dilanjutkan?
Belum ada yang nyangkem. Buruan tulis pertamax.
kalo sesuai pemikiran saya, diteruskan…tapi kalo berbeda, lebih baik bubar saja..
*mode maksa*
hehe. ada agama aja bisa ancur apalagi nggak ada ndoro. piye, piye…
gak usah dilanjutkan… saya tambah pusing… Lakumdinukum Waliadin saja lha Ndoro 😀
senang sekali jika dilanjutkan. aku akan takzim mendengarkan. aku kira tak ada daun yang sama persis meskipun berakar dari satu pohon yang sama..
di tunggu ceritanya selanjutnya, 🙂
mumetz …. filsafate kedhuwuren 😕
diskusi tingkat tinggi kie.. 🙂
sensi sensi. gak usah dilanjutin … ~kabur~
gak usah dilanjutkan… saya tambah pusing… Lakumdinukum Waliadin saja lha Ndoro
>> Katanya sih gitu, tapi begitu beda langsung dicerca.
Abot!
~nggolek duwit wae ah…~
lanjut ndoro, pengin tahu kelanjutannya. ngambang nich begini
waks..
“io aku ketok e ra nyampe..utek ku ”
bongkar2 kamus..hihi
-ndoro.. jade penasaran itu siapa siy botol.wordpress
hiks.. nama ku tercemar…..:((
Ndak sensi, biasa wae. tetep dilanjutin ndoro … ~weks~
Asal bacanya ga ikut seharian, ya boleh aja dilanjutin 🙂
Apa yang dimaksud dengan “berbahagia”?
ayo dong ndoro, jangan nggantung begini.. menarik nih.
lanjut! buku apa lagi yang mau dipake buat referensi?? selama masih buatan manusia, pasti ndak ada habisnya.
Ndak usah-lah ndoro.. saya ga suka diskusi begituan.
hidup munyuk !
wah.. lanjuut donks…
dulu simbah saya ngga pinter mendongeng je…
pak lik isnogud klo mendongeng pinter
Kalau mau dilajut,mau ga mau harus kembali ke kitab suci.Jika referensinya buatan manusia maka ga akan selesai.
Ndoro,jika balik ke kitab suci maka akan langsung ketemu jawabannya.INGAT,ada agama penutup,nabi penutup dengan kitab suci penutup serta kaidah agama penyempurna tentunya.
Hanya,karena kita ini ndak pernah mau mengakui keterbatasan kita,selalau ingin sempuna,tidak ada kepuasan yang berujung maka akan selalu ada gejolak dinamika kehidupan.
Semoga kita selalu mendapat petunjukNya.
gak usah dilanjutkan. lebih baik kita ngomongin yang asyik-2 sajah…
masih bagus mempertanyakan ini Mas,..
saya percaya si Empunya bidup ini ga akan protes kalo kita menanyakan keberadaannya ..
Piss Ndoro
Manusia cenderung untuk lebih condong dengan kesenangan dunia dan berusaha menjauhkan diri dari memikirkan bagaimana jika besuk pagi kita tiba-tiba mati, kecelakaan, tertimpa pohon, tabrakan, dll sementara di dalam hatinya tdk ada keyakinan bahkan keraguan bagaimana kehidupan setelah mati itu, padahal kematian itu adalah suatu hal yang pasti, pasti akan datang. Lebih pasti dari pada 1+1=2. Tidak ada orang yang tidak mati, namun sayang kebanyakan orang berusaha melupakannya.
lanjut dong ndoro….masalah makin bingung ato engga itu urusan nanti…
Mungkin kita butuh Gandhi baru dalam era digital ini.
lanjutke ae gpp…ga ada salahe, wong belajar sopo ngerti malah dadi muncul kesadaran baru…dadi ora gampang tawuran…iyo tooh?!
Tuhan menciptakan karma dan pensiun. Itu juga kata Gandhi. Maaf, disalin opo onone ae dari sini.
Gandhi bukan atheis, ada pengakuan Tuhan di situ. Mungkin desain universal atau sunatullah atau lebih populer sebagai hukum ke3 Newton ini dipercaya Gandhi sebagai mekanisme final, dan karenanya cukup dalam dirinya. Ia mampu menggerakkan dan menutup kehidupan di alam semesta, sehingga (seolah-olah) Tuhan tidak perlu lagi campur tangan. Dalam wacana Islam, kita lebih akrab dengan sebutan azab dan pahala, dan bahwa balasan Allah itu super cepat. Untungnya, kita juga dikarunia free will, kehendak atau pilihan dalam cara kita menyikapi sunatullah ini.
Masalah besar kita selama ini adalah bahwa kita sering menganggap bahwa Tuhan adalah apa yang pernah ada di pikiran kita yang cerewet ini. Ia mahasuci dari jangkauan pikiran ataupun klaim individu.
Ampun, kulo nyuwun agunge pangapunten dumateng sedanten what I am thinking about.
Ah, Gandhi. Mahatma Gandhi. Sayang dipotong.