Bintang Pecas Ndahe

Desember 2, 2007 § 23 Komentar

Hujan bintang di atas Senayan.

Langit keperakan.

Bulan jingga.

Tubuhmu harum cendana.

Tujuh bidadari turun dari surga, membawa selendang bergambar naga.

Aku meliuk di antara puisi dan prosa.

Kau tersenyum. Hatiku bergelora.

Aku ingat, waktu itu matahari sudah terbenam. Dan karena di daerah khatulistiwa hampir tak ada senja, bayang-bayang menyebar menyambut sinar bulan. Jakarta mulai dibungkus malam. Punggungnya dibalut pasmina merah saga.

Tak tahan aku menggoda. “Kamu bagaikan anak ayam mengerang telur.”

“Ah, Mas bisa aja. Aku kedinginan nih,” dirimu berkata.

“Bagaimana mungkin sebutir bintang bisa kedinginan?” tanyaku tak percaya.

“Bisa dong, Mas. Aku bukan kaduk yang naik junjung. Aku bukan siapa-siapa, cuma perempuan biasa. Bisa kedinginan, bisa juga kepanasan.”

Hahaha … Aku tertawa.

Aku ingat, malam itu hujan bintang di atas Senayan. Dan segalanya telah berubah … tak sederhana lagi.

:: kali ini bukan untuk siapa-siapa …

§ 23 Responses to Bintang Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Bintang Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: