Tanda Pecas Ndahe

Januari 6, 2008 § 32 Komentar

Benarkah ada hubungan antara perginya seorang tokoh dan resahnya alam? Saya ndak tahu. Saya bukan ahli nujum.

Tapi, Bengawan Solo juga meluap dan bandang menghumbalang daerah sepanjang aliran sungai yang membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur; tanggul penahan lumpur Lapindo pun sempat jebol; ketika bekas orang nomor satu negeri ini masuk rumah sakit dan sempat kritis.

Adakah hubungannya? Mungkin tidak, barangkali juga ada hubungannya.

Saya ingat, Paklik Isnogud pernah bercerita bahwa alam memang sering menunjukkan tanda-tanda yang aneh ketika terjadi peristiwa luar biasa.

“Tiga abad yang lalu, gunung bergemuruh ketika Sultan Agung mangkat. Babad Tanah Jawi mencatat itu, Mas. Beberapa hari sehabis Mao meninggal, Negeri Cina diguncang gempa hebat. Beberapa saat sehabis Nehru wafat, Sungai Gangga konon meluap.

Kali ini mungkin berbeda, Mas. Tapi, takhayul memang kerap membisikkan ada hubungan antara hilangnya seorang besar dan resahnya alam. Tuhan lebih tahu kaitan-kaitan kosmis.

Tapi di dalam banyak masyarakat manusia, seorang pemimpin besar memang tak jauh dari citranya yang memangku bumi, memaku alam, memelihara buana — citra yang terungkap misalnya dalam pelbagai gelar kerajaan di Jawa.

Seorang pemimpin yang sebesar itu kuasanya, akhirnya, menjadi andalan tunggal bagi stabilnya kehidupan bersama: kata memangku dan memaku menunjukkan itu.

Ia serba bisa, ia serba kuasa. Pelbagai keputusan penting atau kurang penting berasal hanya dari jari telunjuk atau ujung lidahnya.

Namun, dengan itu pula tampak, bagaimana masyarakat yang andalannya cuma itu sebenarnya bukanlah masyarakat yang stabil: tak banyak, di dalam sejarah, orang yang sanggup jadi paku jagat, jadi seorang Mao ataupun seorang Nehru.

Pada saat seorang besar mati, sendi-sendi pun guyah.

Kematian adalah hal yang tak terelakkan. Soalnya kemudian ialah: apa yang harus dilakukan, Mas?”

Saya diam saja tak mampu menjawab pertanyaan Paklik. Di layar televisi, seorang penyiar terus-menerus menyampaikan berita terakhir dari Rumah Sakit Umum Pusat Pertamina Jakarta.

Saya terngiang wejangan Mangkunegoro IV:

lila lamun kelangan nora gegetun
trimah yen ketaman
saserik sameng dumadi
tri legawa nalangsa shrahing bathara

[ikhlas bila kehilangan dan jangan menyesal
terimalah jika mendapat
kecaman dari sesama
lapangkan dada dan serahkan semuanya kepada Yang Kuasa]

§ 32 Responses to Tanda Pecas Ndahe

  • kw berkata:

    masa sii? kalau memang ada hubungannya…. ya karena waktu menjadi pemimpin mungkin abai pada lingkungan…
    dan sekarang memanen akibatnya banjir besar…
    🙂

  • Titis Sinatrya berkata:

    Thiinx: bagaimanapun juga akung secara de facto dan de jure adalah raja di tanah jawa yg terkuat, yg selama 10 tahun terakhir tetap senyum ikhlas dan legawa meski di benci.

  • Titis Sinatrya berkata:

    Thiinx: ” aja sira mulang gething marang liyan, jalaran iku bakal nandur cecongkrahan kang ora ana uwis-uwise”.

  • petruk berkata:

    tunggu tanggal mainnya, ndoro…..

  • mr.bambang berkata:

    Takhayul emang mengakar kuat di indonesia. Inalillahi wa inailaihi rojiun saja. 🙂

  • rozenesia berkata:

    Takhayul atau tidak… Apapun yang terjadi ketika seorang tokoh besar ‘pergi’, entah disebut kebetulan atau adanya keterikatan… Tetap tidak ada gunanya jika sengaja mencari-cari keterikatan antar peristiwa tersebut. Apapaun itu, tak usah dipedulikan…

    Alam mungkin boleh goyah, tapi sendi-sendi masyarakat, seperti yang Ndoiro bilang, jika goyah bukanlah masyarakat yang kuat. Masyarakat yang bergantung pada satu individu saja (secara tidak langsung sedikit menyerempet pada kultus individu) tidak akan bertahan lama. Tersapu oleh badai alam atau seleksi sosial.

    Yang terpenting sekarang adanya bagaimana menyikapinya dengan bijak. 😀

    *tumben komen panjang, ngaconya tetap sih*

  • adis™ berkata:

    Tapi di dalam banyak masyarakat manusia, seorang pemimpin besar memang tak jauh dari citranya yang memangku bumi, memaku alam, memelihara buana — citra yang terungkap misalnya dalam pelbagai gelar kerajaan di Jawa.

    Buana? kayaknya jadi inget seseorang…tapi sapa ya???

  • ojat berkata:

    ada hubungannya yaa? yaa we’ll see aja lah 😀

  • bangsari berkata:

    simbah hendak meninggal? alhamdulillah, sukur, melegakan….

  • The Sandalian berkata:

    Belum saatnya kayaknya ndoro..

  • wieda berkata:

    wadoooh…..klo kontraknya di dunia blom habis..ya ga bakalan ditimbali Sing Kuasa…
    Jadi hidup dan mati itu rahasia Allah….(ndak perlu meng hubung2 kan dengan tahyul ato ttg bencana)
    Bencana ini datang karena manusia sudah ngga respect lagi sama alam….
    maka alampun ngga perduli lagi sama manusia.

    *mari kita lestarikan alam ini, jangan dirusak*……bukankah klo kita mati kelak alam akan memeluk kita?

  • Hadi berkata:

    Kalo di sunda namanya ilmu ‘Kirata’, dikira-kira jadi nyata. Kalo menurut saya itu cuma kebetulan (walaupun, sebetulnya segala yang terjadi belakangan ini, akibat ulah kit..err manusia sendiri). Sedikit komen tentang Lapindo, kapan ya, si Bos bikin apartemen buat pengungsi?

  • leksa berkata:

    lila lamun kelangan nora gegetun
    trimah yen ketaman
    saserik sameng dumadi
    tri legawa nalangsa shrahing bathara..

    sebuah petuah ksatria dari sastra jawa klasik…
    semua Kuasa Manusia walau se-ksatria apapun, pasti kembali ke yang paling Bathara ….

  • ;) berkata:

    eit jangan mati duluw, gue belon minta restu buat jd istri ketiganya Mas Bambang huehehe…

    Titis==> nih orang pasti hidupnya seneng ato bahkan bs dibilang ndak pernah susah,lha iyalah….orang yg mengagung2kan Soeharto kalo ndak dapet cipratan kekuasaan ya dapet cipratan warisan klo ndak ya dapet cipratan jabatan…Piss!!

    *tukang ngadu

  • masih munyuk? berkata:

    manusia dan alam, sama2 ciptaan Tuhan, itu aja hubungannya :d sebagai sesama ciptaan harusnya saling menjaga, bukan bunuh2an
    apa sih?

  • begundal berkata:

    wah ndoro, dari kemarin kok mancing-mancing soal mbahkakungku (yang mau) mati sih…
    nanti malaikat maut denger lho…

  • mitra w berkata:

    hmm, kayaknya mungkin aja ada hubungannya..

    justru alam tuh sangat peka thdp apa yg terjadi.

  • gandhi berkata:

    ada kok hubungannya, sama2 menyengsarakan rakyat

  • dee berkata:

    Tapi di dalam banyak masyarakat manusia, seorang pemimpin besar memang tak jauh dari citranya yang memangku bumi, memaku alam, memelihara buana — citra yang terungkap misalnya dalam pelbagai gelar kerajaan di Jawa.

    –bagus sekali pengungkapannya, tak pernah terpikirkan seperti itu pemaknaannya, secara diriku bukan berasal dari tanah jawa–

    btw ada hubungannya juga gak dengan jenmanii anthurium yang musnah ditelan bumi?

  • Hannie berkata:

    masa seh? hehe… tunggu kabar gres dari simbah kali ye, lumayanlah ada hiburan sekarang kalo saya nonton tipi :p
    *paan coba?*

  • Hedi berkata:

    masa iya, orang sakit kok malah merugikan orang banyak dengan bencana model banjir gitu….

  • mathematicse berkata:

    Ternyata sekarang orang “besar” itu sudah bisa tersenyum dan makan bubur lagi. Jadi ga ada hubungannya antara kematian dan “keresahan” alam. 😀

  • Andiko berkata:

    Kayaknya udah gak ada harapan, nDoro?! 😦

  • daustralala berkata:

    yg jelas kalo tokoh yg satu itu selalu sekarat kalo kasusnya kembali diwacanakan. btw, dah baikan lagi kan doi? selalu begitu.

  • funkshit berkata:

    wah ntar klo ada blogger handal yang mau pergi./. internet bakalan mati ngga ya ?

  • Rystiono berkata:

    ** ngakak baca komen atasku **

    lila lamun kelangan nora gegetun
    trimah yen ketaman
    saserik sameng dumadi
    tri legawa nalangsa shrahing bathara

    Ini kan tulisan yang di Astana Giri Bangun to ndoro?

  • gali berkata:

    semua itu ada pertandanya,
    tinggal kita peka atau tidak peka saja merasakannya

    Tapi pernah dengar ada yang bilang, “simbah tidak akan pergi sebelum anak anak nya pergi semua.”

    sama dengan peristiwa besar hari korban “wedus putih”
    pada saat menjelang turun nya dia. (yang ini banyak yang percaya saat wahyu raja nya hilang)

    itu juga sudah di ramalkan “katanya”

    Gutak Gatik Gatuk Matuk

    embuh lah

  • Nazieb berkata:

    Beliau mungkin stress memikirkan nasib korban banjir yang dulu merupakan rakyatnya..

    *sok pro-Suha**o

  • Dony berkata:

    Di Masjid Kalitan Solo sudah menggelar yasinan, mendoakan dan memintakan kesembuhan. Mungkin saat ini, di Astana Giri Bangun sudah ada wartawan yang ngendon di sana.

    Wong Jowo iku ncen othak athik gathuk, hehe

  • Hoek Soegirang berkata:

    itu memang fertanda ndoro…
    fertanda kalo bumi endonesa engga mau nerimo si pesakitan wafadh…
    jasadhna ditolak…
    *halah..*

  • mei berkata:

    jare simbah, saat mbah kakung menjabat semuanya serba indah. makan enak, hidup nikmat, beras limpah ruah…sayang kesuksesannya hancur karena para cecnguk bawahannya yang membuatnya jadi d benci.

    bagaimanapun mbah kakung pernah membawa Indonesia berjaya. KB sukses, petani tersenyum dan dia satusatunya presiden yang merakyat.

    kita doakan saja yang terbaik buat dia..

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Tanda Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: