Ingatan Pecas Ndahe
Januari 16, 2008 § 36 Komentar
Haruskah Soeharto dimaafkan? Pertanyaan inilah yang menjadi perdebatan hari-hari ini. Orang ramai bingung menentukan status hukum jenderal bintang lima itu.
Para pendukungnya tentu saja menjawab ya dengan mengajukan sederet pembelaan. Ada yang berpendapat Soeharto diampuni saja karena toh, di luar kesalahannya, ia juga berjasa bagi negeri ini. Kita harus seperti orang Jawa yang memegang ajaran mikul duwur, mendem jero.
Sebagian lagi merasa tak rela Soeharto pergi begitu saja dengan status forgiven. Bagi mereka, dinamo Orde Baru itu dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas karut-marut negeri ini. Ia juga dianggap memikul daftar dosa lainnya yang tak mudah dihapus begitu saja.
Bagaimana kita harus bersikap?
Pada satu titik saya ndak tahu harus berpaling ke mana dalam soal ini. Untunglah saya punya telaga yang bening dan tenang, pembasuh kalbu di masa kelu: Paklik Isnogud. Kepada Paklilah saya bertanya tentang bagaimana kita mesti bersikap terhadap Soeharto.
Paklik tak segera menjawab ketika saya bertanya. Ia malah mencari-cari sesuatu di rak bukunya yang menempel di dinding.
“Ini yang ada satu buku menarik terbitan 1976, Mas. Buku ini bercerita tentang kehidupan di Uni Soviet,” kata Paklik.
Saya melihat sampulnya sekilas. Waduh, buku yang berat.
“Buku setebal 600 halaman lebih ini ditulis oleh Hendrick Smith, koresponden Amerika pemenang hadiah Pulitzer yang pernah tiga tahun tinggal di Moskow. Judulnya: The Russians.
Salah satu bab buku ini mengisahkan bagaimana orang Rus mulai melupakan kekejaman yang berlangsung di masa Stalin.
Orang Rusia, kata Smith, menderita amnesia sejarah. Ia tentu saja mengutip cerita penyair Yevtushenko, yang terkenal sering mengutuk masa kesewenang-wenangan itu dalam puisinya.
Syahdan, pada suatu hari di musim panas, Yevtushenko berkemah bersama 20 mahasiswa di Siberia. Seorang yang hadir tiba-tiba usul untuk minum bagi Stalin.
Yevtushenko bertanya, ‘Mengapa untuk Stalin?’
‘Karena waktu itu semua rakyat yakin pada Stalin dan karena keyakinan itu mereka menang,’ jawab si mahasiswa.
‘Tiba-tiba saya mengerti,’ kata Yevtushenko, ‘bahwa generasi muda kini benar-benar tak punya sumber untuk mengetahui kenyataan tragis tentang masa itu, sebab mereka tak dapat membacanya dari koran atau buku pelajaran.
Bahkan ketika artikel terbit di koran-koran tentang para pahlawan Revolusi kami yang mati dalam masa penindasan Stalin, koran-koran itu toh diam tentang penyebab kematian mereka. Kebenaran telah digantikan oleh diam, dan kediam-dirian sebenarnya adalah sebuah justa.’
Kediam-dirian, setidaknya, meniadakan keseimbangan. Kebenaran dengan demikian diborong oleh pihak yang tidak diam: propaganda pemerintah.
Sejarah jadi timpang. Suatu bangsa tidak bisa berdialog dengan masa silamnya secara jujur. Maka ia pun tak tahu bagaimana posisinya di masa kini.
Benarkah yang dialaminya suatu kemerosotan? Benarkah yang dialaminya suatu kemajuan? Pernah adakah pada dirinya suatu bekal untuk berbuat mulia? Adakah kebobrokan yang dialaminya suatu bagian dari watak yang permanen?
Sejarah, yang sudah dan sedang terjadi, memang kadang menakutkan untuk didengarkan. Tapi sebuah bangsa perlu harga diri dari prestasi masa lampaunya — sebagaimana juga ia perlu membersihkan diri dengan pengakuan atas dosa masa silamnya.
Sekarang terserah sampean mau bersikap bagaimana terhadap tokoh yang sedang jadi pembicaraan itu, Mas,” kata Paklik menutup penjelasannya.
Saya yang memang sudah dari sononya rada tulalit ini cuma bisa merenung tanpa berhasil menangkap makna cerita itu dan mengambil sikap.
Ah, sejarah … betapa pendek ingatan kita.
>> Parodi tentang pendeknya ingatan wartawan ada di sini.
Thiinx: tidak etis nyangkem pertamax.
Thiiinx: mbah amien rais wae memaafkan, tapi berat bagi pak sby yang harus berfikir panjang untuk persiapan pertamax kampanye lagi 2009.
dimaafkan? enak banget kalo gitu. bisa bisa semua orang berlomba berbuat tiran dan korup.
memaapkan tapi ga melupakan
ndoro, saya mendoakan semoga Bapak’e kalo sehat…bisa langsung minta maaf kepada bangsa dan negara dan memberikan hartonya kepada bangsa ini….
kalo Bapak’e…jadi dipanggil…mudah2an ada wasiatnya yang berisi: permintaan maaf dan pemberian hartonya kepada bangsa ini…
he..he…podo wae yo?
Generasi macam saya mungkin tidak tahu menahu tentang benar atau tidaknya pelajaran sejarah yang saya dapat di bangku sekolah.
kalo saya kok mikirnya tentang S
ejarah saja ndoro 😆paman gober sucks.
dan herannya, kenapa media jadi gila2an ngikutin proses kematiannya sih? gak ada berita yg lebih penting??!!
maaf harus, tapi tanggung jawab juga mutlak
memaafkan itu artinya menerima kesalahan dia ya? dan dia jadi tak ada tanggungjawab? wah enak sekali. kalau begitu aku gak memafkan ha ha
#venus, iya nih bosan dengerinnya.
di koran ada soeharto, di tv ada soeharto, eh disini juga (masih ada) soeharto…..
kalo saya masih nyimpen dendam kesumat, karena BPPC saya jadi gembel sekarang….
Apa yang bisa kita lakukan ndoro?
nitip link, ndoro. maaf gak bermaksud nyepam di blog seleb. saya cuma pengen tau apa jawaban temen2 (termasuk ndoro yang saya hormati) soal ini. terima kasih.
http://venus-to-mars.com/2008/01/16/menunggu-paman-gober-mati/
Bung Karno dulu menderita karena tidak mendapat perawatan kesehatan semestinya, bahkan hingga di akhir hayat, keluarga ‘dilarang’ membesuk …
Sekarang, ‘beliau’ menderita karena ‘dipertahankan’ hidup dengan kecanggihan alat2 kesehatan, padahal sebagian besar organ vital sudah tidak berfungsi.
bangsa ini, amat (terlalu) pemaaf ….
secara pribadi sih bisa memaafkan, namun bagaimana dengan proses hukum dan pengembalian hartanya ? itu yang penting. kembalikan hartanya, belanjakan kedelai dan membuka lahan kedelai,biar tempe murah lagi 🙂
Dimaafkan kok.. asal setelah keluarga Cendana pindah ke Nusakambangan..
siapa? suharto? siapa itu?
*generasi muda amnesia*
again???
dia ga punya salah ma saya, apa yg harus saya maafkan?
adili dan sita hartanya!!! baru boleh mati abis itu
cape deee
maafnya ntar aja deh kalo lebaran…
emang pak harto,.. punya salah apa…?
kira2 kalau salah satu keluarganya ‘mau’ meminta maaf kepada rakyat dan ‘mengikhlaskan’ bapake pergi dengan tenang.. kalau..kalau..
sesama manusia kita kan (wajib) saling memaafkan toh..tapi proses hukumnya itu yang cerita lain..
mudah2an diampuni dan ga pake bumi gonjang ganjing segala ya.. udah terlalu banyak mistis di antara kita..:p
Kalau ada anak hamil di luar nikah lalu minta maaf ke orang tuanya, dan orang tuanya memaafkan, apakah saat itu tiba2 kehamilannya kempes?
Maaf memang telah diberi, tapi ada konsekwensi yang tetap harus ditanggung.
Salam kenal, ini pertamax kali saya berkunjung dan kirim komentar di sini.
Ah baru aja mau posting yang bisa dibilang view serupa…
ga seneng saya kalo postingan terpengaruh dari orang laen 😛
let see hasilnya, Ndoro …
soeharto lagi ya……..
sejarah ituh milik penguasa…
😀
tidak ada salahnya dimaafkan. tetapi keadilan musti tetap ditegakkan
Sebenar-nya sih betul kita memang harus me-maaf-kan dia sebagai manusia atas dasar ke-manusia-an, dan ini sudah seharus-nya, tapi tidak sebagai seorang mantan pejabat yang memiliki konsekuensi jabatan kan?
Klo mau memaafkan…ya dimaafkan aja.
Klo gak mau memaafkan…ya gak usah dimaafkan.
Simple banget kan?
Yg penting….gak usah pake pengumuman klo sudah memaafkan dan gak perlu “Ngompor-ngompori” klo punya sikap yg berbeda.
Memaafkan itu harus dan harus juga ikhlas.
Namun untuk sebuah pertanggungjawaban jabatan dan konsekuansi dari semua perbuatan baik serta buruk include juga atas semua keputusan yang pernah dibuat adalah masalah lain.
Toh pertanggungjawaban ini ga hanya berlaku untuk kehidupan dunia saja.
tapi pas masa pemerintahannya banyak yang dipenjara tanpa disidang,,bener2 ngaco. menurut sayah, soeharto diampuni tapi,,kasusnya dilanjutkan, biar adil gitu loh! kekayaannya khan bisa buat meringankan beban rakyat. secara..dia toh yang dulu utang banyak ke LN en malah generasi anak cucu kita yang ngerasain kudu bayar utang2nya yang bahkan utang itu aja paling2 ya udah sebagian besar masuk ke kantong kroni nya soeharto..*sigh*
Untuk nomor 2. Mbah Amien memaafkan orangnya tapi minta hartanya dikembalikan ke negara. Kondisional apologi.
Menurut saya sih buktikan dulu dia punya kesalahan atau tidak. Kalau tidak punya kesalahan, apa yang harus dimaafkan?
sudahlah, mbah ini mestinya dimaafkan. toh, tidak bisa apa2 lagi…
yg mesti segera diadili dan dijatuhi hukuman adalah kroni2nya 🙂
ha? Suharta sakit? terkahir masih sama2 efendi gazali maen futsal gitu
Setuju sama caplang,Ndoro. Kata Sukardi: forgive but not forget.
Dimaafkan saja Ndoro. Ndoro jangan terlalu jahat sama HMS (Hota Madya Surabaya). Beliau kan juga pernah berjasa. Ini demi kemanusiaan Ndoro. Plis Deh Ndoro. Kalo Ndoro mau memaafkan beliau, di periode Pilkada mendatang saya pilih Ndoro Lagi. Suer. Tenan lho Ndoro. Selak ora kuat beliau-nya. Kasihan. Pak Amin Rais aja memaafkan kok. Oke Ndoro?
*memelas mode on*
biar tak menyita banyak tenaga pikiran dan uang maafkan saja dah selesai..kan muhammad saw yang punya umat begini banyak dihina dan mau dibunuh saja memaafkan..siapa kita ini.. lebih gombal lagi,,, kenapa uang kita, kita gunakan untuk pengobatannya yang ujung2nya mati..kenapa bukan harta yang dia peroleh dari kejahatannya sendiri biar habis…sekali lagi sudah berapa duit kita yang digunakan untuk mengobati penjahat kalao dia penjahat….