Kesederhanaan Pecas Ndahe
Januari 25, 2008 § 33 Komentar
Mengapa setiap kali sebuah toko menggelar sale rabat atau diskon barang-barang bermerek di Senayan City, orang berbondong-bondong datang? Mengapa kedai-kedai kopi di Plaza Senayan selalu sesak di sore hari?
Inikah yang disebut gaya hidup? Snob?
Saya ndak tahu. Tapi, oleh karenanya, saya kerap iri pada Paklik Isnogud — telaga yang tenang itu. Bagaimana mungkin di tengah arus modernisasi yang gegap gempita dengan aneka simbolnya yang mentereng, ia kalem-kalem saja?
Bagaimana mungkin ia masih bisa bertahan dengan kendesitannya di tengah deru kapitalisme, hedonisme, juga kliyeng-kliyeng itu, lengkap dengan neon sign yang berpendar-pendar? Ia tak pernah menyentuh gendul-gendul Chivas Regal, Chardonnay, Dry Gin, dan seterusnya itu.
Mengapa ia seperti tak pernah tergoda mendatangi kedai-kedai moncer dengan cangkir-cangkir kertas putih berlogo hijau isi kopi panas yang mengepul itu? Mengapa ia tetap setia pada gelas butut berisi seduhan kopi dari dapur belakang pabrik? Adakah ia seorang yang ganjil?
Barangkali hidup adalah sesuatu yang tenang tapi pada dasarnya riang dalam diri Paklik Isnogud. Ia kembang mawar yang tidak mentereng, tapi segar. Rumput hijau yang tidak mahal, tapi bersih.
Di masa ketika kita — karena iklan atau pun keserakahan — dipanasi hasrat untuk punya lebih banyak barang, atau punya yang lebih baru, Paklik tetap adem. Sejuk.
Saya mengira dalam dirinya telah terbentuk sikap yang sejati, untuk tidak menganggap bahwa makna kata “berada” adalah berpunya. Ber-ada adalah hadir, hidup. Ber-punya hanyalah memperluas kemungkinan, suatu jalan, bukan tujuan.
“Saya dulu diajar berpuasa bukan karena agama, bukan karena keinginan naik surga. Kakek mengajar saya untuk menahan keinginan, untuk mengetahui sampai di mana saya dapat mengatur kekuatan,” begitu Paklik pernah berkata.
Terus terang saya terpana mendengar kata-katanya. Ia mengenalkan saya pada sebuah cakrawala baru tentang iman dan keyakinan.
Kesederhanaan Paklik bukan suatu pengertian yang menggugat, yang membingungkan, penuh hipokrisi. Sebagai orang yang nyaris tak pernah menggugat ia bahkan mungkin telah mengecewakan mereka yang lebih “radikal” karena ia kurang cukup bersuara menghardik kemewahan yang kini nampak di sekitar.
Tapi kenapa mesti menghardik? Paklik orang yang berbahagia. Kesederhanaan baginya bukan tanda prestasi dari suatu maraton etik dan pengorbanan. Kesederhanaan baginya adalah suatu ketenteraman yang mengasyikkan.
Sebuah kebun mawar. Sebidang rumput hijau. Suatu berkah. Karena itu, saya iri padanya. Sangat …
>> Selamat berakhir pekan, Ki Sanak. Semoga bisa bertemu Paklik-paklik lain di balik tikungan kehidupan sampean semua …
karena ia seorang isnogud….bukan seorang yang pecasndahe :d
Semoga kesederhanaan yang sedang saya lakoni ini bukan suatu keterpaksaan, bukanlah suatu buah dari kesengsaraan…
orang sekarang lebih suka pulang ke kedai-kedai itu ndoro, bisa saling melihat dst. baru setelah itu mampir ke rumah. 🙂
anak muda sekarang memang lebih suka mampir ke kedai-kedai ndoro….
gendhul gendhul? chivas real kok gendhul??? wah pecas tenan kii
sampeyan jelas ra mampir Senanyan City to ya..lha wong bablas lokasari je..wekeke
Amin Ndoro, pelajaran yang sangat ber-harga, ke-sederhana-an bukan-lah se-buah ke-lemah-an tapi se-buah ke-kuat-an 🙂
Btw, gambar-nya keren abis *sedot ah*
wah…kalo saya ndak begitu ndoro…lha wong mumpung masih muda…kalo bisa “kecil dimanja, gede foya-foya, mati masuk sorga”….piye to ndoro ini…
haiyah…(ketinggalan)
ah, saya yakin artikel ini keluhan orang miskin…
*cekikikan sambil kabur…*
saya kok jadi pengen kenal sama paklik isnogud dan kopdar bersamanya.
Btw, boleh saya minta email paklik isnogud, ndoro? 😀
karena paklik mempunyai kualitas yang semakin jarang dimiliki orangorang saat ini ndoro. berani untuk tidak mengaminkan apa yang diaminkan banyak orang.
minum es teh di kafe ultra modern? 😉
Thiinx :: “Saya dulu diajar berpuasa bukan karena agama, bukan karena keinginan naik surga. Kakek mengajar saya untuk menahan keinginan, untuk mengetahui sampai di mana aku, dapat mengatur kekuatan,” begitu Paklik pernah berkata. [luar biasa ndoro tingkatan sembah jiwa, yang dalam pemahamanya].
Ndoro,saya selalu mencoba berguru pada iri dan dendam untuk menempa dan memotifasi diri menjadi lebih baik.
Jadi,kesederhanaan menempati relung tersendiri yang selalu aku terapkan dalam setiap detik hidupku namun mungkin tak terlihat oleh orang lain dalam diriku.
baru aja siang ini ke kedai kopi itu di plaza senayan, nemuin orang jauh2 dateng dari Amrik buat jualan untuk pabrik saya, eh baca tulisan kayak gini. Kalo gitu, lain kali kalo ada tamu dari jauh saya ajak ngangkring aja ya ndoro ? 🙂
Siiip.. Postingan kali ini sebuah pencerahan yaa.. Kena banget ndoro.
Rumah paklik di tikungan ya nDoro?
Besok saya cari di tikungan sarkem coba..
sederhana bukan berarti nggembel kan?
😀
Paklik bisa bertahan dgn kendesitannya karena sejak belia sudah ditempa dgn sikap kesederhanaan. Sementara generasi skrg tampaknya lebih banyak ditempa orang tuanya di mall-mall setiap akhir pekan … jadi tentu saja berbeda dlm menyikapi kesederhanaan. Piss 🙂
paklik yo ora seneng nongkrong nang BHI tah Ndoro?
Ah ndoro, ning ndeso juga ada Legen, topi miring, spiritus (kalo yang dimaksud mengenai kliyengannya), kalo dugemnya juga ada tayuban, bumbung, jaipong. Warung kopi juga banyak (apalagi kalau pake nebak Togel).
Bedane opo ndoro?. jadi bukan soal modern ataw ndesit he..he
ya ya… saya cukup eh sangat mengerti perasaan telah mengecewakan kaum ini, sepertinya 🙂
Mengapa kedai-kedai kopi di Plaza Senayan selalu sesak di sore hari?
karena jalan di jakarta macet…..di bali kedai kopi ga ada yang sampe penuh sesak di sore hari hahahhahaha, kalopun ada yang penuh sesak, pasti wi-finya haratis alias free :))
Hehehe.. Isnogud is Gud!
Sugeng weekend!
saya udah bergaya hidup sederhana ndoro. Bukan karena saya seperti Paklik isnogud, tetapi lebih karena saya memang gak punya duit 😦
cuba itu paklik diundang jadi guest blogger disini ndoro.. kayanya menarik
ayooooo…rame-rame posting meninggalnya Pak Harto…………..
saya makin penasaran sama wajah pak lik isnogud
*ndoro kirimi potonya dong
**merajuk
sodara ndoro sebaiknya tidak “brandingen” atawa mabuk merek. jangan tergoda oleh obral meskipun duit rol-rolan. hiduplah sewajarnya. 😉
Lagi musim Sale ya ndoro? 😀
[…] Kesederhanaan ala Ndoro kakung, dimana paklik adalah orang yang berbahagia dengan segenap kesederhanaanya. Bagi Paklik Kesederhanaan adalah suatu ketenteraman yang mengasyikkan. Lanjut di pecah ndahe […]
saya meungkin terlambat membaca postingan ini…
tapi terima kasih Boeng…
sebuah pencerahan yang mudah-mudahan bukan karena ada kegelapan semu..
Mudah2 an tetap membawa manfaat bagi saya, kapanpun dan dimanapun dan juga bagi siapapun.