Hati Pecas Ndahe

Januari 30, 2008 § 26 Komentar

Pernah ada masanya seseorang berada di simpang jalan. Hatinya bingung. Di manakah aku gerangan berada? Ke manakah perginya orang-orang itu? Di manakah pedoman?

Lalu seseorang berkata. Hati yang bingung bukanlah hati yang mampu untuk setiap bentuk. Hati yang bingung adalah hati yang hanya menghendaki sesuatu yang pasti, final.

Maka seorang yang bingung bukanlah seorang yang dengan terbuka memandang sekltar, tapi seorang yang ketakutan. Ia menggapai-gapai mencari patokan yang paling gamblang.

Aha … rupanya ada orang kesepian bukan karena ia tak lagi punya sanak saudara. Rupanya ada kesepian yang amat sangat ketika seorang merasa tak siap untuk menjawab beberapa pertanyaan tentang zaman yang ruwet ini.

Dan kesepian itu rupanya ganas. Ia sering tak terasa sebagai kekosongan yang mendalam dan tak disadari. Dan seorang yang tak biasa berpikir, lumpuh, bertanya: bagaimana yang semestinya?

Maka dengan mudah orang yang berwibawa datang. Ia tersenyum hangat dan mengajak berteman. Ia merangkul dan ia memasukkan jawaban “Turutilah aku.”

Turutilah aku dan Anda tak usah berpikir. Serahkan segala tanya segala jawab. Jangan berdiskusi. Itu mencapekkan.

Jangan membantah. Itu akan makin membingungkan. Jangan percaya kepada orang di luar. Jangan undang mereka mendebat. Yakinlah. Atau tidur. Tidurlah …

Dan orang-orang yang kesepian, orang-orang yang kebingungan itu pun senang. Betapa terlepas, betapa bebas, untuk dilindungi dari keharusan berpikir sendiri.

Dan mereka pun mendapatkan kenikmatan yang mudah — seperti halnya banyak kenikmatan lain mereka yang juga mudah.

>> Ah, ini pasti gara-gara menu makan siang yang aneh: nasi, sayur bayam, rendang daging, dan gorengan teks yang merajuk.

§ 26 Responses to Hati Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan ke Titis Sinatrya Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Hati Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta