Politik Pecas Ndahe
Februari 29, 2008 § 13 Komentar
Sampean, para bloger Endoneseah, boleh iri pada bloger Malaysia. Tiga bloger kondang negeri jiran itu sebentar lagi bertarung merebut kursi politik di pemilu mendatang.
Tapi, sampean ndak usah terlalu khawatir. Barangkali ini soal waktu saja. Kali ini giliran bloger tetangga, siapa tahu tahun depan giliran sampean semua.
Nah, sebelum waktunya tiba, barangkali ada baiknya kalau sampean mendengarkan cerita Paklik Isnogud tentang politik. Dia pernah bercerita ke saya soal itu beberapa hari yang lalu.
Menurut Paklik Isnogud, politik di Indonesia adalah “the politics of the talking heads”: orang “berpolitik” dengan cara omong dan dikutip koran. Mungkin ada pengaruh dan gemanya, tapi tak pernah menjadi sebuah mobilisasi.
“Kini tampaknya hal itu mulai dianggap kurang memuaskan: politik sebagai intrik di antara dinding, politik dalam bentuk seminar dan wawancara, adalah politik yang kesepian. Kesepian itu — tanpa pendukung dan pendeking — menimbulkan cemas, Mas.”
“Tapi, begini Paklik. Saya dengar politik itu seperti marketing. Orang menjual citra dan program. Apa benar begitu, Paklik?”
“Memang ada yang menganggap begitu, Mas. Politik adalah sebuah pemasaran. Di Amerika, politik dimulai pada suatu pagi. Proses di sini dimulai setelah orang menyetel siaran televisi pukul 7.00, dan kemudian melangkah ke jalan raya — dan membentuk sebuah pasar.
Dengan kata lain, politik di sini bukanlah proses menghasilkan secara rapi sehelai garmen dari pikiran. Seluruh susah payah bersentuhan dengan riuh rendah khalayak ramai. Yang penting ialah bagaimana menjual — dan kata menjual, to sell, di Amerika Serikat bukanlah kata yang punya konotasi yang menyepelekan.
Orang dengan enteng berbicara tentang ‘bagaimana menjual Obama’, dan tidak merasa kurang ajar karena itu. Seorang yang mau berkuasa memang bagaikan ditenteng ke sana kemari, dijajakan, diiklankan, dikemas, dikomunikasikan. Seperti odol dan dodol.”
“Halah. Kok koyok dodol ki piye, Paklik?”
“Lah ya memang begitu, Mas. Masalahnya, apa sampean ya mau disamakan dengan odol atau dodol?”
“Wah, emoooooooooooh …”
Apa sampean mau, Ki Sanak?
Sampeyan mau nyalon buwat 2009 po ndoro?
wah sampeyan mau dijual ndoro? π
Kalau pengertian blogger cuma sbg orang yg punya blog, sebenarnya beberapa politisi selebritis yg sekarang manggung di Senayan sudah ngeblog, meski tidak seaktif Ndoro. Ya mungkin bagian dari memelihara pasar.
Utk 2009, jika ada blogger top (yg sama sekali belum pernah berpolitik) ingin menjadi caleg, wah bagus2 saja. Tinggal lihat apakah popularitas di blogosphere akan pararel dgn keberhasilan di dunia politik.
Wah sorry Ndoro kalau komennya agak serius … udah Ndoro nyalon aja for presiden, duet dgn om Roy Suryo (tentu saja setelah beliau berhasil dibujuk utk punya blog). Kan asyiik tuch, blogger sejati seperti Ndoro berduet dengan penentang blog seperti Om Roy. :))
Kalo jadi nyalon, ajak-ajak saya jadi tim suksesnya ya ndoro π
Waaahh…kalo di-odol odol kaya gitu, yo saya ndak mau Ndoro…hehehe…
Ndoro kan belum punya nama partainya…kalo “PBP” (Partai Blogger Penipu) atau “PBP” (Partai Blogger Pengecut) gimana Ndoro…bagus ndak namanya…?
itu saran Si Roy sama Embek lho…!
itu juga kalo Ndoro berkenan ikut nyalon Pemilu 2009…
kalo ndak mau yo ndak apa-apa…
Kata Tukul : “Jas kiding, Jas por yu…hehehe…”
tapi kalo kayak dodol, terasa aneh juga, Pakde
soalnya kalo udah kebeli, harganya sebanding dengan nyawa manusia
.. yah ndoro ak gak dong blass opo ki maksud te..
bisakah berpolitik tanpa disamakan dengan dodol? :p
kayak odol dan dodol.
kayak gimana cerita shampo dan sabun dikemas dan dipromosikan.
saya siap jadi Tim Suksesnya Ndoro.. π
Semua yang bisa dijual dan layak dijual kenapa nggak???? Heheheh
politik tidak pernah sepi dari intrik dan tipuan