Monyet Pecas Ndahe

Maret 10, 2008 § 53 Komentar

Perang [iklan] tarif antaroperator telepon selular memang sudah ndak masuk akal. Yang satu mengiming-iming tarif nol koma sekian rupiah per detik, satunya lagi ndak mau kalah masang ongkos nol koma sekian-sekian rupiah per detik.

Akibatnya, para pelanggan, terutama sekali, kartu pra bayar seperti monyet beneran: pindah sana pindah sini mengikuti tarikan sang dalang. Gimana ndak kayak monyet coba?

Pekan ini ada diskon di operator A, orang ramai-ramai memburu kartu murah. Enam bulan kemudian, ada promo di operator C, kerumunan orang pun berpindah. Kartu lama dibuang dan pindah ke operator baru.

Jadi jangan heran bila tingkat kartu hangus di negeri ini cukup tinggi, sampai 10 persen. Di negara Asia-Pasifik lainnya, seperti India, cuma 4,5 persen, Cina juga 3 persen.

Karena saya bukan monyet, saya ndak pernah tertarik maupun tergiur bujukan iklan. Sejak pertama kali punya telepon selular, saya ndak pernah ganti nomor telepon maupun operatornya.

Tapi, saya sedih. Kenapa orang-orang seperti saya, juga jutaan pelanggan pasca bayar, justru ndak pernah dihargai? Kenapa saya ndak pernah dikasih bonus ini dan itu? Kenapa tak ada pekan promo buat kami? Kenapa kami seperti anak tiri?

Padahal saya ini pelanggan setia. Catat sekali lagi, pelanggan loyal. Artinya, sudah lebih dari sepuluh tahun memakai layanan yang sama.

Apakah saya mesti kawin lagi sama monyet agar mendapat perhatian dan penghargaan dari operator? Haloooo …

§ 53 Responses to Monyet Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan ke Chic Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Monyet Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta