Panglima Pecas Ndahe
Juni 10, 2008 § 38 Komentar
“Ah, belagu lo,” kata seorang kawan di pabrik setelah membaca berita itu. Mulutnya mencibir, menujukkan ketidaksukaannya.
Saya tersenyum, mencoba memahami perasaannya yang barangkali memang sedang kesal akibat ditimbun setumpuk pekerjaan.
Mungkin juga kawan saya itu kurang istirahat setelah begadang semalaman hanya untuk menyaksikan pertandingan Euro 2008 sehingga agak sensitif pada hal-hal yang bernuansa kepongahan.
Rambut sama hitam, isi kepala juga hati kan bisa berlainan. Kawan saya itu boleh saja mengumpat, tapi sampean belum tentu sepakat, bukan?
Hari-hari ini memang tidak mudah menentukan sikap, terutama menyangkut nasib Ahmadiyah, lengkap dengan perseteruan antara kelompok pendukung dan penentangnya.
“Kita jadi gamang dalam bayang-bayang ketidakpastian, Mas,” kata Paklik Isnogud dengan suaranya yang melodius itu.
Paklik rupanya sejak tadi mengikuti percakapan antara saya dan teman di pabrik itu. Dan, rupanya ia tergoda untuk ikut ngobrol.
Maka, seraya menyesap cangkir kopinya, Paklik pun berujar. “Sudah lama rasanya konflik ideologis dan keyakinan berkobar di sini. Para pihak tak pernah bersedia mengalah.
Yang kiri, misalnya, selalu berhadapan dengan yang kanan. Lalu keduanya saling menghantam. Tapi, apakah artinya ‘kiri’ dan ‘kanan’? Ketidakadilan dan kesewenang-wenangan bisa berada di mana-mana, juga di tengah.
Ajaran agama sangat mulia tapi sejarah ternyata tak banyak mencatat penguasa-penguasa yang mulia. Maka mungkin diperlukan sistem, di mana orang bisa yakin akan kebenaran agamanya, tapi perlu rendah hati ia bisa bersalah.
Pancasila saya kira semula bercita-cita menjembatani perbedaan. Tapi tak berarti Pancasila membayangkan masyarakat sebagai taman Firdaus. Justru karena ia selalu dilekatkan ke hasrat menemukan harmoni, justru karena ia juga religius, masyarakat bagi pandangan Pancasila adalah masyarakat manusia yang tak sempurna.
Konflik, misalnya, bukanlah sesuatu yang mustahil. Masalahnya ialah bagaimana menyelesaikan serta mengelolanya.
Karena itu, agaknya menarik untuk merenungkan, bagaimana pandangan Pancasila dalam mengelola konflik. Haruskah pihak yang berkonflik — ‘kita’ vs ‘mereka’ — saling mengucilkan bahkan menghabisi?
Ataukah perlu selalu disediakan jembatan – antara ‘kita’ dan ‘mereka’, sebagai kemungkinan, biar kecil, ke arah berbaik kembali?” tanya Paklik.
Saya dan teman saya terdiam mendapat pertanyaan itu. Terlalu susah untuk menjawab bahkan dengan jawaban yang paling sederhana sekalipun.
Di luar pabrik, malam semakin kelam. Langit kian gelap. Udara lengas. Sebentar lagi mungkin memanas …
>> Selamat hari Selasa, Ki Sanak. Apakah sampean sudah bersedekah hari ini?
Selama ada perbedaan, selama itu pula diperlukan jembatan, betapapun kecilnya itu. Bukankah begitu paklik ?
yah, lha selama kita atau mereka tetap merasa yang paling benar, ya susah ndoro..
Hehehe.. yang slalu kunantikan dalam dialogmu dengan Isnogud adalah paragraf terakhir. Bagaimana kamu seakan keluar dari atmosfir pembicaraan lalu bicara soal kondisi suasana yang ada di sekitarnya… SPLENDID! Hehehehe..
Btw, pemerintah brani melarang aktivitas Ahmadiyah, berani juga ndak ya melarang aktivitas FPI 🙂
ngga perlu ndoro. selama mereka tak kriminal, biarkan saja. apa dan bagaimanapun keyakinan mereka. ini kan urusan yang sangat personal. 🙂
>>>Terlalu susah untuk menjawab bahkan dengan jawaban yang paling sederhana sekalipun
saya malah kali ini terlalu susah mencerna postingan Ndoro..
hihiii.. pentium satu.. kaga nyampe!
tp cm mo blg ini ajah.. pemerentah jaman skrg koq ya aneh bener.. masa nunggu rame, nunggu diancem2 dulu, baru mao bergerak, baru punya sikap trus mao mikir buat bikin keputusan..
haiyah, kemaren2 kmana ajah! mo sampe kapan digubrag2 dulu baru bangun.. ajaib bgt, pdhl periodenya udah mo kelar.. beeeuh.. gada wibawa amit!
*baru bangun tidur, Ndoro.. sedekahnya senyum dulu..*
Thiinx:: ngono yo ngono ning ojo ngono…
Oh, saya baru mengerti. setiap posting yang berhubungan dengan paklik isnogud, antiklimaks-nya hampir selalu cuaca. angin, malam, udara. saya kira cuma buat menambah efek dramatis, tetapi sepertinya memang kekhususan paklik isnogud. 🙂
Di politik, tidak ada teman selamanya dan juga musuh selamanya.
Hukum tergantung siapa yang kuat mbayar / berkuasa …
huh
Berat Ndoro kalo ngomong masalah keyakinan…….
whooaaaaaaaam,
Italia kalah 3-0.
Ini juga bikin gamang untuk di jagoin jadi juara euro ndoro 😦
entah mengapa pagi ini,
saya sudah merasa takut duluan untuk mulai berjalan.
ada sebagian hati yang berdesir mengingatkan, agar lebih berhati2 dalam perjalanan.
sya lupa bersedekah ndoro.. untung diingatkan.
Ah, Ndoro.. Keyakinan kan bersifat pokoknya™..
hati boleh panas, kepala tetep dingin. karna lo kepala panas, yang namanya kebenaran gak kan bisa jadi temen.
Memang susye memuaskan semua pihak ya, ndoro…
saya belum bersedekah ndoro
posisikan dahulu kita ditengah…tengoklah kanan ataupun kiri.Jangan langsung mengeluarkan pernyataan tanpa dasar yang kuat.Setelah yakin yang paling benar ya melangkah ke pilihan kita.
Kalau saya sih begitu om ndoro
ya mungkin inilah bentuk demokrasi di negeri ini… sampe masalah keyakinan aja pake debat kusir dulu…
fyuhh…
Saya tetap menyesalkan SKB itu dikeluarkan di tengah-tengah masyarakat plural Indonesia, ah republik ini…
sedekahnya ndoro buat sayah sajah gimana?
pengen beli baju baru ini
sudah kegendutan di mana-mana
jadi ndak percaya diri
xixixixiixi
saya ga akan bilang “belagu lo” seperti temen kantor ndoro. saya akan bilang: pake sabun apa cuci otaknya?
selamat hari selasa. saya udah senyum hari ini :d sedekah juga kan?
mungkin mulainya bukan dari perbedaan, tapi dari persamaan.
sedekahnya dalam bentuk komen aja ya
Semalem NETHERLAND dah sedekah 3 gol ke ITALY Ndoro…..
aduh. mau flu.*ngelap2 idung*
sudah gak pernah ada penataran P4 lagi seh soalnya 😀
hm..kok saya jadi rindu duet Benny Murdani & Soeharto..
Aduh ketinggalan kereta…apa hubungan hari Selasa sama sedekah? memang hari lainnya kenapa?
Sedikit bingung aja…mantan ketua YLBHI kok…?! Kecewa terhadap hukum bisa membuat orang menjadi “hukum”?
nnn … Dor o’o
jadi panas dingin ndoro,
Capek deh …
denger lagun NEGARA dari mas Iwan Fals aja ah.
Haduh berat
Setelah seharian didera yang berat-berat saya tadinya pengen cari yang seger2 di sini. Hahahha
Sampeyan sudah sedekah belum? Kalau belum, kapan kita ke kafe? -halah- 😀
butuh perenungan
we shall be quieter.
Perbedaan itu kan bukan untuk disatukan, tapi untuk dimengerti…
apapun alasannya, tindakan kekerasan tak bisa dibenarkan. bukankah begitu Paklik??
setelah membuat babak belur banyak orang, meninggalkan orang dalam kesakita, lalu berlalu dan jalan-jalan dengan enteng…ah entahlah ndoro, moral…moral…
teman-teman.. smg 2 buletin ini bs mencerahkan & mencerdaskan kta. Yang pasti, Kebenaran adalah kepastian dan sangat jls kebenaran itu. Sehingga Allah Yang Maha Adil pasti akan memenangkan orang2 yang senantiasa memperjuangkan kebenaran.
1.Pertarungan Islam dan Sekularisme
(’PR’ Umat Islam Pasca Insiden Monas dan Penerbitan SKB)
[Edisi 409]. Tanggal 9 Juni 2008 Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Kejaksaan Agung yang ditunggu sejak pertengahan April lalu akhirnya keluar. Namun, “Tidak ada pembubaran atau pembekuan (Ahmadiyah, red.). Bila melanggar SKB, baru dibekukan,” ujar Jaksa Agung Suparman Supandji (10/6/08).
Hal senada disampaikan Menteri Agama Maftuh Basuni. Keputusan dalam SKB itu di antaranya berbunyi: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam,untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad saw.
Tanggapan Terhadap SKB
Pertama: kelompok Ahmadiyah dan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) memandang SKB tidak adil. Karenanya, mereka akan mengajukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi. Juru Bicara Ahmadiyah, Syamsir Ali, menyayangkan keluarnya SKB. Dalam wawancara di TV One dia menuduh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai ‘tidak ahli’, ‘musuh kami’, dan ‘fatwa MUI merupakan biang dari kisruh terkait Ahmadiyah.’ (TV One, 10/6/2008).
Kedua: pihak yang menerima isi SKB dengan catatan harus dilaksanakan secara konsisten. Ketua MUI Amidhan (9/6/2008) menyatakan, “Saya mengimbau kepada umat untuk menerima SKB. Namun, pelaksanaannya harus konsisten.” Untuk itu, lanjutnya, negara harus: (1) Mengontrol jamaah Ahmadiyah, termasuk pengurusnya, supaya tidak menyebarkan ajaran sesat Ahmadiyah; (2) Menarik buku-buku yang dikeluarkan Ahmadiyah dari peredaran; minimal ada 46 buku yang telah diteliti MUI dan ternyata menyimpang dari Islam; (3) Menghentikan program relay TV Ahmadiyah yang merupakan sarana penyebaran ajarannya; (4) Menghentikan pengiriman dai yang dilakukan Ahmadiyah ke daerah-daerah untuk mendakwahkan ajaran Ahmadiyah.
Ketiga: pihak yang menghargai keluarnya SKB, namun tetap pada tuntutan pembubaran Ahmadiyah. Pihak ini merupakan mayoritas umat Islam yang sejak awal menuntut pembubaran Ahmadiyah. Pasalnya, SKB tersebut belum menyentuh substansi persoalan, yaitu penodaan/penistaan agama Islam oleh Ahmadiyah—yang menetapkan ada nabi setelah Nabi Muhammad saw.—dan pengacak-acakan al-Quran. Keyakinan demikian tidak dapat dipisahkan dari Ahmadiyah. Karenanya, Ahmadiyah harus dibubarkan dan pengikutnya diminta bertobat dan kembali ke ajaran Islam yang benar.
Ahmadiyah Harus Dibubarkan
Apakah SKB tersebut akan menyelesaikan masalah? Semoga saja begitu. Namun, pihak Ahmadiyah dan AKKBB merasa tidak puas dengan SKB dan akan meneruskan jalur hukum. Bahkan ketika Juru Bicara Ahmadiyah Syamsir Ali ditanya, apakah akan menjalankan apa yang tercantum dalam SKB, dia menjawab, “Kita lihat nanti.” (TV One, 10/6/2008). Ahmadiyah Jawa Tengah menyatakan akan mematuhi sebagian isi SKB (RCTI, 10/6/2008). Tidak jelas bagian mana yang akan dipatuhi dan mana yang tidak.
Umat Islam sesungguhnya tetap pada tuntutannya semula, yakni menuntut pembubaran Ahmadiyah. Sekretaris Jenderal DPP PPP, Irgan Chairul Mahfiz, menyatakan, “SKB perintah penghentian (kegiatan) saja tidak memenuhi tuntutan umat Islam yang menganggap ajaran tersebut telah berada di luar akidah Islam,” ujarnya (Republika, 10/6/2008).
Eggi Sudjana dari Aliansi Damai Anti Penistaan Islam (ADA API) mengatakan, “SKB merupakan bom waktu yang dibuat oleh Pemerintah.” (9/6/2008).
Amir Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba’asyir menyatakan, “SKB 3 Menteri mengambang. Mestinya Ahmadiyah dibubarkan.” (RCTI, 10/6/2008).
Adapun Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia menegaskan, “Sebagai sebuah proses, SKB penting diapresiasi. Namun, SKB tidak menyentuh masalah subtansial, yakni pelarangan atas penistaan dan penodaan Islam.” (TV One, 9/6/2008).
Terkait masalah ini, penting direnungkan pernyataan Ketua MUI KH Ma’ruf Amin, “MUI dan ormas Islam akan mengevaluasi efektivitas SKB tersebut. Kalau SKB itu tidak efektif menghentikan kegiatan keagamaan yang menyimpang, Ahmadiyah harus dilarang dan dibubarkan.” (Republika, 10/6/2008).
Pertarungan Islam vs Sekularisme Sekuler
Insiden Monas sesungguhnya adalah percikan dari benturan antara arus sekuler dan Islam. Isu Ahmadiyah hanyalah case (kasus) yang mendorong kelompok sekular liberal untuk bergerak memberikan reaksi. Sebelumnya sudah ada beberapa kejadian terkait hal ini. Pertama: pertentangan dalam isu Rancangan Undang-Undang Pornografi Pornoaksi (RUU APP). Ketika umat Islam mendukung disahkannya RUU APP menjadi undang-undang, kaum liberal justru menentangnya. Hingga kini tidak jelas bagaimana nasib RUU APP tersebut.
Kedua: terkait liberalisasi dalam ekonomi. Pada tahun 2005 beberapa tokoh utama AKKBB masuk dalam daftar nama-nama yang mendukung kenaikan bahan bakar minyak (BBM) lebih dari 100 persen itu. Di tengah rakyat bersama organisasi-organisasi Islam menentang kenaikan BBM dan liberalisasi Minyak dan gas, mereka justru mendukungnya.
Ketiga: ketika MUI dalam Musyawarah Nasional-nya mengharamkan sekularisme, pluralisme dan liberalisme, ormas-ormas Islam mendukung fatwa tersebut. Sebaliknya, kaum sekular menentangnya.
Keempat: Pada saat mayoritas umat Islam menuntut pembubaran Ahmadiyah karena menyimpang dari Islam, kaum sekular, dengan menggerakkan AKKBB, justru mendukung keberadaannya. Sekalipun telah jelas bahwa masalah Ahmadiyah adalah masalah penodaan dan penistaan agama Islam, tetap saja isu yang diusung adalah kebebasan beragama.
Setelah terjadinya Insiden Monas, dengan memanfaatkan media massa cetak dan elektronik, mereka melakukan penyesatan opini bahwa telah terjadi penyerangan terhadap massa AKKBB oleh massa FPI dan telah timbul korban di antaranya anak-anak, perempuan, orang cacat dan kyai. Padahal faktanya tidak terjadi sama sekali penyerangan terhadap anak-anak, perempuan dan orang cacat itu. Bahkan isu beralih seakan menjadi pertentangan antara FPI dengan kaum Nahdliyin (NU). Untungnya, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi segera menyatakan bahwa NU tidak terlibat dalam Insiden Monas itu sehingga pertentangan tidak berlanjut.
Anehnya, Insiden Monas telah mengundang reaksi internasional. PBB sampai harus mengirim surat khusus untuk mempertanyakan insiden tersebut. Kedutaan AS juga memberikan reaksi khusus dengan mengunjungi korban dan membuat konferensi pers khusus. Hal semacam ini tampaknya memang dikehendaki oleh kelompok liberal. Bahkan boleh jadi, sebagaimana disinyalir beberapa kalangan, Insiden Monas memang direkayasa pihak asing dengan memanfaat kelompok tersebut.
Jadi, apa yang tengah terjadi adalah pertarungan antara Islam dengan sekularisme.
Waspadai Arus Sekularisasi dan Liberalisasi!
Terbitnya SKB sendiri terkesan merupakan ‘kompromi’ akibat pertarungan kaum sekular-liberal dengan umat Islam. Di satu sisi, umat Islam dengan serangkaian demontrasinya begitu lantang menyerukan pembubaran Ahmadiyah. Di sisi lain, kaum sekular-liberal—dengan dukungan media sekular dan asing—terus-menerus memprovokasi umat Islam dan menekan Pemerintah untuk tidak membubarkan Ahmadiyah.
Kerasnya kelompok sekular-liberal dan semakin beraninya mereka menyuarakan liberalisasinya di Indonesia seharusnya semakin menyadarkan umat Islam betapa semakin lama mereka bisa semakin kuat jika dibiarkan. Pasalnya, mereka didukung penuh Barat. Bahkan mereka sesungguhnya hanyalah alat Barat. Sebabnya, setelah Perang Dingin berakhir, Barat memiliki pandangan dan kebijakan khusus terhadap Islam. Islam dipandang musuh Barat berikutnya setelah runtuhnya Komunisme.
Karena itulah, berbagai upaya dilakukan Barat untuk ‘menjinakkan’ dan melemahkan Islam. Salah satu adalah dengan melakukan liberalisasi Islam besar-besaran di Indonesia dan Dunia Islam lainnya. David E. Kaplan menulis, AS telah menggelontorkan dana puluhan juta dolar dalam rangka kampanye untuk mengubah masyarakat Muslim sekaligus mengubah Islam itu sendiri. Menurut Kaplan, Gedung Putih telah menyetujui strategi rahasia, yang untuk pertama kalinya AS memiliki kepentingan nasional untuk mempengaruhi apa yang terjadi di dalam Islam. Sekurangnya di 24 negara Muslim, AS secara diam-diam telah mendanai radio Islam, acara-acara TV, kursus-kursus di sekolah Islam, pusat-pusat kajian, workshop politik, dan program-program lain yang mempromosikan Islam moderat (versi AS). (Terjemahan dari David E. Kaplan, Hearts, Minds, and Dollars, http://www.usnews.com, 4-25-2005).
Sejumlah LSM juga dijadikan alat Barat untuk menikam Islam dan kaum Muslim. Salah satu lembaga asing yang sangat aktif dalam menyebarkan paham liberalisme dan pluralisme agama di Indonesia adalah The Asia Foundation (TAF). The Asia Foundation saat ini mendukung sekaligus mendanani lebih dari 30 LSM yang mempromosikan nilai-nilai Islam ‘liberal’, di antaranya: 1. Yayasan Desantara, 2. Fahmina Institute, 3. International Center for Islam Pluralism (ICIP), 4. Indonesia Conference on Religion and Peace (ICRP), 5. Institut Arus Informasi (ISAI), 6. Jaringan Islam Liberal (JIL), 7. Paramadina, 8. Pusat Studi Wanita-UIN, 9. Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS), dan 10. Wahid Institute. (Husaini, 2007)
Lebih dari itu, kebijakan untuk mengubah kurikulum dan pemikiran Islam juga pernah diungkapkan oleh Menhan AS, Donald Rumsfeld. “AS perlu menciptakan lembaga donor untuk mengubah kurikulum pendidikan Islam yang radikal menjadi moderat… (Republika, 3/12/2005).
Umat Harus Bersatu
Menghadapi menguatnya arus liberalisasi di Indonesia akhir-akhir ini, yang puncaknya adalah pembelaan mati-matian kelompok sekular-liberal terhadap Ahmadiyah hingga kemudian memicu Insiden Monas, dalam sebuah wawancaranya, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ustadz Ismail Yusanto mengingatkan adanya pihak-pihak tertentu yang berusaha memecah-belah umat Islam dengan memanfaatkan Insiden Monas ini. “Nah, umat Islam, ormas Islam dan tokoh-tokohnya harus bersatu-padu, dan tidak boleh bercerai-berai,” ujar Ustadz Ismail. (Hizbut-tahrir.or.id, 9/6/2008).
Persatuan umat Islam, selain jelas diperlukan, juga diwajibkan oleh syariah. Allah SWT berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا
Berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai-berai… (QS Ali Imran [3]: 103).
Umat Islam tidak hanya dituntut bersatu memegang teguh agama Allah, tetapi juga bersatu dalam menghadapi musuh-musuh Islam dan kaum Muslim. Mereka adalah orang-orang kafir yang saat ini gencar melakukan liberalisasi di tengah-tengah kaum Muslim di segala bidang: agama, ekonomi, politik, pendidikan, sosial, kebudayaan dll. Karena itu, umat Islam harus selalu waspada, karena Allah SWT telah memperingatkan:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu (Muhammad) hingga kamu mengikuti agama/jalan hidup mereka… (QS al-Baqarah [2]: 120).[]
KOMENTAR:
Ustadz Ba’asyir: SKB Ahmadiyah Masih Berpotensi Merusak Islam (Eramuslim.com, 10/6/2008).
Artinya, Pemerintah cenderung membiarkan Islam dirusak dan akidah umat diacak-acak.
2. Insiden Monas, Waspadai Adu-Domba Umat Islam!
[Edisi 408]. Prihatin. Itulah rasa yang ada menyaksikan kondisi umat Islam saat ini. Rakyat tengah mengalami keterpurukan ekonomi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Berbagai penolakan terus terjadi dimana-mana. Pada 1 Juni 2008 siang berlangsung demo penolakan kenaikan BBM di depan Istana Negara Jalan Medan Merdeka Utara yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan dihadiri oleh berbagai ormas. Sebagaimana dimuat berbagai media massa, acara tersebut berlangsung damai. Namun, pada saat yang hampir bersamaan terjadi ’Insiden Monas’, yaitu bentrokan antara Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dengan massa yang beratribut Front Pembela Islam (FPI) di Lapangan Silang Monas ke arah Jalan Medan Merdeka Selatan. Belakangan dibantah bahwa yang bentrok itu bukanlah FPI melainkan Komando Laskar Islam (KLI).
Berbagai kecaman langsung bermunculan mulai dari Presiden, politisi, dan sebagian tokoh. Reaksi demikian muncul karena adanya pemberitaan tentang aksi kekerasan yang terjadi. Padahal tidak ada asap kalau tidak ada api.
Provokasi
Pakar komunikasi Universitas Hasanuddin, Aswar Hasan, mengatakan, bentrokan antara FPI dan AKKBB adalah efek dari “kekerasan simbolik” yang selama ini terjadi. Aksi-aksi sporadis kalangan liberal–seperti melecehkan MUI dan merendahkan wibawa ulama (ingat pelecehan dan penghinaan Adnan Buyung kepada KH Ma’ruf Amien, tokoh NU dan Ketua MUI di Radio BBC beberapa waktu lalu)–selalu mendapat tempat terhormat di media massa dan TV. “Jadi, sesungguhnya ‘kekerasan simbolik’ itu sudah lama dilakukan kalangan liberal terhadap kalangan Islam yang lain,” ujar Aswar (Hidayatullah.com, 2/6/2008).
AKKBB merupakan kelompok yang giat membela Ahmadiyah. Padahal Ahmadiyah telah dinyatakan sesat oleh berbagai organisasi seperti keputusan Majma’ al-Fiqih al-Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI) tahun 1985, Fatwa MUI tentang Ahmadiyah tahun 2005, termasuk Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Bahkan Badan Koordinasi Pengawas Kepercayaan dan Keyakinan Masyarakat (Bakorpakem) pada 16 April 2008 menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran yang menyimpang dari Islam. Namun, surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pelarangan Ahmadiyah belum juga dikeluarkan oleh Pemerintah. Sementara itu, AKKBB terus berusaha mencegah keluarnya SKB tersebut.
Di tengah situasi psikologis seperti itu, setidaknya sejak 15 Mei 2008, terpampang iklan petisi di situs resmi AKKBB, yang disebar ke berbagai milis, dan akhirnya dirilis di beberapa media massa nasional mulai tanggal 26 Mei 2008. Petisi bertajuk “Mari Pertahankan Indonesia Kita!” itu dikoordinasikan oleh ICRP dan Aliansi Bhineka Tunggal Ika dan disebar di beberapa milis di Indonesia. Sebagaimana diketahui, Aliansi Bhineka Tunggal Ika adalah kelompok yang pernah menggerakkan kalangan lesbian, homo, para pelacur dan penyanyi dangdut untuk menyampaikan sikap penolakan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP). Dilihat dari pendukungnya pun terdiri dari ideolog sosialis, aktivis Ahmadiyah, sebagian warga non-Muslim dan kaum liberal.
Iklan petisi tersebut berisi pembelaan terhadap Ahmadiyah. Bukan hanya itu, petisi itu juga berusaha mengadu-domba umat Islam dengan Pemerintah dengan menyatakan, “Kami menyerukan, agar Pemerintah, para wakil rakyat, dan para pemegang otoritas hukum untuk tidak takut terhadap tekanan yang membahayakan ke-Indonesia-an itu.”
Provokasi terus terjadi. Majalah Tempo edisi 5-11 Mei 2008 menulis, “Kecemasan di mana-mana. Ketakutan merajalela. Majelis Ulama Indonesia harus bertanggung jawab atas semua ini.” Di bagian lain Tempo menulis, “Majelis Ulama sudah selayaknya meminta maaf kepada warga Ahmadiyah. Menjatuhkan fatwa sesat pada aliran itu berarti memberikan lampu hijau kepada gerombolan penyerang Ahmadiyah untuk bertindak anarkistis.“
Ingat, pemilik majalah Tempo adalah Goenawan Mohamad yang juga penggiat AKKBB dan apel akbar. Kalau bukan provokasi terhadap umat Islam, lantas untuk apa tulisan menghina ulama itu?
Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol. Heru Winarko mengatakan kepada media massa pada 1 Juni 2008 bahwa AKKBB menurut rencana hanya berdemo di Cempaka Barat, lalu ke depan Kedubes AS, dan berikutnya ke Bundaran Hotel Indonesia. Di ketiga tempat tersebut polisi sudah menyiapkan pengamanan. Di Monas, mereka tidak meminta pengamanan. ”Tapi, mengapa mereka malah masuk Monas?” ujarnya.
Ada keanehan di sini. Selain itu, Juru Bicara Ahmadiyah Mubarik mengatakan, sebenarnya dia sudah memperkirakan akan terjadinya insiden tersebut. Namun, dia mengaku enggan untuk membatalkan rencana aksinya (Hidayatullah, 2/6/2008).
Bukankah ini berarti pembiaran terjadinya insiden tersebut? Lebih dari itu, seorang anggota AKKBB tertangkap kamera membawa pistol dalam Insiden Monas. Dalam konferensi KLI diputar sebuah video yang memperlihatkan seorang peserta aksi berkaos putih, dengan sebuah pita merah putih di lengan kirinya, sempat mengeluarkan sebuah senjata api. (Hidayatullah, 2/6/2008). Lebih dari itu, menurut pengakuan peserta dari FPI, ada provokasi dari panitia (Detik.com, 3/6/2008).
Berdasarkan hal tersebut, benar apa yang dikatakan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amidhan bahwa insiden di Silang Monas tersebut tidak serta-merta kesalahan massa beratribut FPI saja. Amidhan menilai apa yang selama ini dilakukan AKKBB juga amat provokatif alias memancing-mancing kemarahan umat Islam. Salah satunya adalah tindakan AKKBB yang menyertakan wakil-wakil agama lain selain agama Islam untuk ikut-ikutan membela kelompok sesat Ahmadiyah (Eramuslim, 2/6/08).
Pertanyaannya adalah mengapa Pemerintah dan DPR begitu sigap bersikap dalam insiden tersebut tetapi cenderung abai terhadap SKB pelarangan Ahmadiyah? Kalau terhadap mereka yang luka fisik dalam insiden Monas pemerintah dengan sigap bereaksi, tentu saja seharusnya pemerintah lebih sigap lagi terhadap persoalan Ahmadiyah yang telah menodai ajaran Islam dan melukai perasaan jutaan umat Islam.
KH Hasyim menyatakan, “Sebenarnya, masalah Ahmadiyah ini bukan masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan, tetapi masalah penodaan agama tertentu, dalam hal ini adalah Islam.” Beliau juga menyesalkan sikap Pemerintah yang tidak tegas terhadap persoalan Ahmadiyah. (Republika.co.id, 3/6/2008).
Rois Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Miftahul Akhyar, juga menyatakan insiden Monas membuktikan SKB Ahmadiyah mendesak dikeluarkan (RCTI, 3/6/2008).
Menghancurkan Islam
Melihat pola masa lalu, insiden seperti ini akan melahirkan beberapa hal.
Pertama: pengalihan isu. Semula isu yang dominan adalah tuntutan kenaikan harga BBM dan pembubaran Ahmadiyah yang telah dinyatakan menyimpang oleh Bakorpakem. Kini, isu seakan bergeser menjadi isu pembubaran ormas Islam tertentu. Ketua Lembaga Penyuluh Bantuan Hukum PBNU, M Sholeh Amin mengingatkan jangan sampai pengalihan isu demikian dibiarkan. (Republika.co.id, 3/6/2008).
Kedua: stigmatisasi ormas Islam. Dari banyak komentar dan opini media massa digambarkan betapa buruknya wajah kaum Muslim yang sebenarnya justru membela kemurnian akidahnya.
Ketiga: menghancurkan organisasi Islam yang memperjuangkan syariah Islam dan secara terbuka menentang pornografi-pornoaksi, dan kemungkaran. Lihatlah, pasca Insiden Monas, Adnan Buyung Nasution dan Goenawan Mohamad menuntut pembubaran beberapa ormas Islam yang tidak terkait sama sekali dengan insiden tersebut. Bahkan mereka mendesak Menteri Hukum dan HAM untuk mengajukan permohonan ke pengadilan lalu meminta hakim untuk membubarkan Majelis Ulama Indonesia (Hidayatullah.com, 2/6/2008).
Tuntutan serupa pernah dilontarkan saat Munas MUI mengeluarkan fatwa haramnya sekularisme, liberalisme dan pluralisme; bahkan saat isu pornografi-pornoaksi. Padahal MUI tidak terlibat dalam insiden tersebut.
Jadi, yang sedang terjadi sebenarnya adalah upaya membungkam orang dan organisasi yang secara tegas menyuarakan Islam. Lantas siapa yang diuntungkan? Tentu, mereka yang tidak menginginkan Islam kuat dan mereka yang tidak menginginkan Indonesia kuat. Mereka ingin putra-putri negeri Muslim terbesar ini terus porak-poranda. Mereka yang diuntungkan adalah kaum kafir imperialis dan para kompradornya. Menarik dicatat, sebagian tokoh pendukung Ahmadiyah itu adalah para tokoh penting di balik Reformasi 1998 yang mendapat bantuan dana 26 juta dolar AS dari USAID untuk menjalankan agenda AS. Bantuan dana ini dapat dilihat dalam The New York Times (20 Mei 1998). Bahkan, salah satu rekomendasi The Rand Corporation dalam menundukkan Islam adalah mencegah aliansi antara kaum tradisionalis dan kaum fundamentalis. Caranya adalah dengan mengadu-domba.
Karena itu, sungguh bijak pernyataan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi yang menyesalkan penggunaan dan pelibatan nama NU dan kelompok NU dalam masalah ini. “Karena relevansinya tidak ada antara NU dan Monas, NU dan FPI. Tapi, kenapa lalu ditulis korban itu adalah orang NU?” ujarnya. Oleh karena itu, KH Hasyim mengingatkan pihak-pihak yang ingin menggiring NU, terutama badan otonom NU seperti GP Ansor, Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa, Lakpesdam NU agar menghentikan provokasinya. (Detik.com, 3/6/2008).
Wahai kaum Muslim:
Hendaknya kita tidak mudah terprovokasi dan diadu-domba oleh kafir penjajah yang memang sangat ingin memecah-belah kesatuan umat Islam. Kita pun jangan sampai terdorong untuk memprovokasi dan mengadu-domba sesama Muslim karena Rasulullah saw. bersabda:
«لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَّامٌ»
Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu-domba (Mutaffaq ‘alaih).
Rasulullah saw. teladan kita pun telah mengingatkan, bahwa umat Islam tidak akan pernah hancur oleh kekuatan luar yang berasal dari musuh-musuh Islam, kecuali ketika kita sudah saling menghancurkan satu sama lain:
«وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي ِلأُمَّتِي أَنْ لاَ يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ َلا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لاَ يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ ِلأُمَّتِكَ أَنْ لاَ أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ َلاَ أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا»
Sungguh, aku telah memohon kepada Tuhanku bagi umatku agar mereka tidak binasa karena wabah kelaparan dan agar musuh dari kalangan selain mereka sendiri tidak dapat menguasai mereka hingga masyarakat mereka terjaga. Sungguh, Tuhanku kemudian berfirman, “Wahai Muhammad, sesungguhnya jika Aku telah menetapkan suatu putusan maka putusan itu tidak dapat ditolak. Sungguh, Aku telah memberimu bagi umatmu bahwa mereka tidak dibinasakan oleh wabah kelaparan dan musuh selain dari kalangan mereka tidak dapat menguasai mereka sehingga masyarakat mereka terjaga sekalipun dikepung dari berbagai penjuru, hingga mereka saling menghancurkan satu sama lain dan saling menawan satu sama lain.” (HR Muslim).
Komentar:
Dewan Da’wah Peringatkan Rekayasa Opini Kasus Monas (Hidayatullah.com, 3/6/2008).
Sangat mungkin tujuannya untuk mengadu-domba umat Islam. Waspadalah!
*to penghianatharusmusnah*
lhaaaa kok panjang banget! lbh panjang dr postingannya ndoro.
mbok kl mau nulis artikel (ato cerpen) yg tendensius & provokatif kyk gt, ya do blognya sndiri aja. jgn di comment boxnya org lain.
Mari kita sama2 blajar meletakkan sgala sesuatu di tempatnya.
ah… emang keras kepala kita inih…
SALAM KENAL
Mari bergabung dengan FRONT KOMUNITAS INDONESIA SATU (Ormas Independen). Untuk lebih mengetahui kegiatan dan AD/ART FKI-1 dapat dilihat di
Website:www.apindonesia.com. Sekretariat:Gd.Dewan Pers.Jl.Kebon Sirih No:32-34 Jakarta Pusat.Tlp:0213503349, 3864167. 0818798586. Emai:satufki@gmail.com.
Website:www.apindonesia.com.