Eksekusi Pecas Ndahe
November 10, 2008 § 58 Komentar
Amrozi, Ali Gufron, dan Imam Samudra, akhirnya dieksekusi di Lembah Nirbaya, Nusakambangan, Ahad dini hari kemarin. Apakah mereka mati syahid? Adakah mereka menjadi syuhada? Pahlawan?
“Wah, saya ndak tahu, Mas. Saya tahunya cuma pahlawan kesiangan,” kata seorang kawan.
“Pahlawan kesiangan itu apa?” saya balik bertanya.
“Itu loh pahlawan yang ndak punya weker, bangunnya siang melulu, hahaha …” jawab kawan saya sambil ngakak.
“Halah, garing, ndak lucu, Bung! Itu sama saja dengan mengatakan hero paling terkenal adalah hero supermarket,” saya membalas.
Pahlawan memang sering dijadikan bahan lelucon. Para penulis dan pujangga kerap membuat satire tentang mereka. Tapi, apakah dengan demikian setiap pahlawan adalah badut?
Tentu saja tidak. Oleh sebab itu kisah tentang mereka terus ditulis. Cerita tentang seorang pahlawan tak akan pernah selalu tamat.
“Kita selalu kepingin mendengarnya kembali. Sayangnya, orang terkadang ingin menghentikannya tanpa tahu apa yang dilakukannya: orang tak sadar bahwa pahlawan mati untuk kedua kalinya — dan tak akan hidup lagi — ketika ia jadi orang keramat,” begitu Paklik Isnogud pernah memberi tahu saya.
Paklik Isnogud menuturkan bahwa menjadi orang keramat, bagi si pahlawan, adalah sebuah proses yang mudah meskipun sebenarnya ganjil. Bahkan kian lama sering kian kabur apakah makam Bung A (dia pahlawan) tidak berbeda dengan makam Kiai A (dia keramat).
Pengeramatan terjadi dengan mudah, ketika kita, seraya memandang kagum sang pahlawan, kehilangan kepekaan terhadap tragedi.
Di masa lampau, ketika “pahlawan” tak sekadar sejenis gelar kedinasan — dengan diberi surat dengan nomor dan dimakamkan berderet di sebuah kuburan khusus kepahlawanan selalu mengandung satu tragedi.
Tragedi adalah sesuatu yang mengalahkan manusia tapi sekaligus menempatkannya di medan kebesaran. Bayangkanlah adegan-adegan ini: Bhisma yang gugur bersandar pada puluhan anak panah yang mencoblosi tubuhnya. Monginsidi yang ditembak mati. Kartini yang remuk berbenturan dengan struktur sosial Jawa di masa kolonial abad ke-19.
Kita memang umumnya tergetar oleh gugurnya Bhisma, kematian Monginsidi, dan penderitaan Kartini, tapi kita sering lebih terpesona oleh keperwiraan di sana. Kita lupa akan rasa sakit yang menyengat dalam luka dan kekalahan.
Dengan segera, tokoh besar itu pun jadi tokoh keramat. Tragedinya cuma jadi latar belakang bukan justru sesuatu yang esensial untuk menentukan sejauh mana tindakan seseorang benar-benar heroik, sejauh mana pula itu sekadar sebuah bravado.
Maka, cerita perbuatan kepahlawanan selalu memikat, karena apa yang terjadi bukanlah perbuatan sebuah otomaton yang cuma mengikuti satu gerak yang sudah diprogram.
Kisah Kartini, misalnya, menjadi menarik karena, seraya ia menggigit bibir dan menahan tangis mengalahkan dirinya, riwayat hidupnya jadi cerita perjuangan yang tak semudah “perjuangan” dalam film TVRI — dan sekaligus suatu pengungkapan tentang banyak hal yang tak beres dan tak adil.
Kita bisa membayangkan dia sebagai seorang yang dengan gementar di tepi saat untuk terkeping-keping: ia keturunan bapak ningrat tapi lahir dari seorang ibu jelata yang diperlakukan di rumah itu sebagai pembantu.
Ia seorang yang cita-citanya luas terbentang tapi tubuhnya bagaikan disandera. Ia seorang yang tahu indahnya cakrawala Barat tapi seorang gadis pribumi yang selalu peka akan cemooh orang Belanda kepada ke”Barat”-annya.
Ia lahir dari kancah seperti itu, dengan jiwa yang mengagumkan besarnya: tetap lembut, tetap memandang ramah manusia, tetap tanpa sinisme.
Berbicara tentang manusia sebagaimana adanya adalah suatu sikap yang menolak mukjizat, karena mukjizat memang tak akan selalu datang buat menyelesaikan soal yang pelik-pelik.
Jika kita ingin selalu tergetar oleh inspirasi jiwa yang seperti itu, kita tak sepatutnya membuat ceritanya berhenti.
“Tapi, jangan lupa Mas, sebuah bangsa tak cuma membutuhkan pahlawan. Ia juga membutuhkan (lebih sering) manusia biasa — dengan segala kekerdilan dan keterbatasannya,” kata Paklik Isnogud mengakhiri kisahnya.
Saya tertegun mendengar kesimpulan Paklik Isnogud. Di luar, matahari begitu cerah setelah hujan mengguyur tadi malam. Burung-burung bernyanyi. Dan ranting-ranting pepohonan bergoyang ditiup angin pagi …
>> Selamat hari Senin, Ki Sanak. Selamat Hari Pahlawan. Apakah hari ini sampean sudah menjadi pahlawan bagi orang-orang terdekat dengan tindakan yang sederhana?
manusia menyukai simbol-simbol š
Pahlawan adalah kepingan.
Tergantung dari sisi mana mereka dan kita melihat.
Saya adalah pahlawan dan kita semuanya!
dan baru setelah 60 tahun akhirnya Bung Tomo mendapatkan “gelar kedinasan” tersebut..
Amrozi CS sebagai pahlawan? mati syahid???
ahh biar Tuhan saja yang mengurusnya di sana…..
dari amrozi cs ke ibu kartini ndoro..
saya pikir2 dulu komentarnya š
seperti hang tuah, di indonesia dia pahlawan… Tapi bagi malaysian, dia perompak hehehe
duh jangan2 karena itu sekarang malasia gencar membajak pulau dan produk kita š
Ndoro..
setuju: Jadi pahlawan dan juga peran antagonis adalah pilihan kok. Tergantung kita mau jadi yang mana……dee…
Gelar Pahlawan kadang justru mendorong kita untuk melupakan sejarah, melupakan mereka yang adalah sebenar2nya pahlawan, melupakan mereka yang foto lukisannya gak ada di buku Atlas dunia Anak SD š
ah pahlawan juga manusia biasa dengan segala kekerdilan dan keterbatasannya…justru itulah yang menjadikannya sebagai pahlawan mungkin..
pahlawan sejati dan mujahid tulen, semestinya tidak akan terbuai dengan sebutan dan simbol2 itu. Sebab substansinya lebih dari itu
Allahu akbar! Bakar!
Maksudnya manggil Pak Bakar!
itulah mengapa amrosi cs ngak dieksekusi hari ini
takut mereka jadi pahlawan?
saya mau jadi manusia biasa saja š nggak usah jadi pahlawan juga nggak apa-apa š
Pahlawan, siapa sich mereka ?
… seraya memandang kagum sang pahlawan, kehilangan kepekaan terhadap tragedi. yang ini jamak terjadi. terkerdilkannya substansi.
entah kenapa saya malah jadi inget Flags of Our Father..
senengnya…
pitutur paklik muncul lagi…
dah kangen je’… š
selamat hari pahlawan ndoro..
Bukankah yang “menciptakan” pahlawan atau bukan adalah pekerja seperti Anda?ckckckck……pahlawan hanya pujian….
Akhirnya…
*akhirnya Ndoro posting juga tentang eksekusi*
Ehhhm ehhmmm saya rasa … beliau Amrozi and the gank yang ditembak mati itu bisa digolongken sebagei pahlawan. Alasannya sederhana, karena beliau2 itu mati di tanggal 10 November (hari pahlawan nasional kan?)
kita adalah apa yg kita lakukan…jika kita membunuh orang ya pembunuh namanya!..jika mencuuuri ya GARONG namanya… oia mas bisa ga saya pasang iklan di blog mas?
misi nung sewu š
http://erickningrat.wordpress.com/2008/09/24/punk-rock-hancurkan-teroris-part-1/
Pahlawan? Mengapa? Bukankan mereka pembom di peristiwa Bali yg banyak menewaskan rakyat? Kenapa disebut Pahlawan?
Pahlawan bagi siapa? Bagi orang yg sekelompok dengan mereka pasti menyebut mereka pahlawan. Bagi yg setuju dengan aksi mereka akan menyebut mereka pahlawan. Bila ada bayangkan saudara atau teman anda yg teluka atau bahkan tewas dalam peristiwa itu apakah anda akan menyebut mereka pahlawan?
Apa yg ndoro ketahui tentang mereka sehingga ndoro menyebut mereka pahlawan?
piya-piye’ pokoke’
SUHARTO
the best hero.
yang lain… ma’af-ma’af saja….LEWAT.
āTapi, jangan lupa Mas, sebuah bangsa tak cuma membutuhkan pahlawan. Ia juga membutuhkan (lebih sering) manusia biasa ā dengan segala kekerdilan dan keterbatasannya,ā
Tepat sekali ndoro, makanya kenapa pahlawan (yang benar2) itu hanya segelintir orang karena sebagian besar adalah mereka para komprador, oportunis, dan para cecunguk yang sekedar mencari untung untuk perut, kroni, golongan, dan genk mereka sendiri. Sedih memang … tapi itulah kenyataan…
sayah…. mantan pahlawan !!!! selesai !!!
QUOTE cool hari inih….
“Berbicara tentang manusia sebagaimana adanya adalah suatu sikap yang menolak mukjizat, karena mukjizat memang tak akan selalu datang buat menyelesaikan soal yang pelik-pelik.
Jika kita ingin selalu tergetar oleh inspirasi jiwa yang seperti itu, kita tak sepatutnya membuat ceritanya berhenti.”
yeihhh……….MET HARI PAHLAWAN semuanyaaa…..CEMANGATTT!!
[…] Go here to read the rest: Eksekusi Pecas Ndahe […]
Pahlawan katanya ga mau disebut pahlawan… š„
pahlawan itu harusnya dimakamkan di taman makan pahlawan ya ndoro? Ah, nggak juga sih. hihi š
relativitas yang subjektif .
Seorang pahlawan tidak pernah bilang dirinya pahlawan
Seorang teroris juga tidak akan mengakui tindakannya adalah terorisme
Siapa mau jadi pahlawan hayoo…, tak tembak kowe.
it’s heroes day..
setiap orang adalah pahlawan, minimal bagi dia dan keluarganya
saya pahlawan devisa, mburuh neng negara liya, nanging sok dipungli….
permisi, mbah kakung,
komentar saya panjang, disini saja ya:
http://rabener.site90.com/2008/11/10/amrozi-imam-samudra-dan-muklas-syahid/
di surabaya [waktu itu], meskipun sosok amrozi selalu ditulis dengan nada menyalahkan, tapi terlihat [meski] secara samar sosok pemuda yang selalu tersenyum dan menebarkan kedamaian
susah menyebut amrozi sebagai pahlawan, karena caranya yang tidak lazim
semua menjadi pelajaran bagi kita
insya ALlah
amin
salam
Ndoro, harusnya postingan sampeyan judulnya “Pahlawan Pecas ndahe” lebih cocok.
Mari kita menjadi pahlawan bagi orang-orang terdekat dengan tindakan yang sederhana … !!!
Selamat HARI PAHLAWAN
āPahlawan kesiangan itu apa?ā saya balik bertanya.
āItu loh pahlawan yang ndak punya weker, bangunnya siang melulu, hahaha ā¦ā jawab kawan saya sambil ngakak….
S e p a k a t Ndoro ……
Kalo saya dengar Amrozy Cs, ndasku yo koyo pecah, isi perut rasanya mau muncrat!!
salam,
Kita semua adalah PAHLAWAN, karena kita semua berjuang untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
permisi ndoro….
selamat hari pahlawan
teroris…
Bangsa yang besar adalah yang bisa menghargai pengorbanan para pahlawannya, mengisi dan melanjutkan nilai perjuangan mereka bukan menggembosinya
heroes day..
Wah ndoro,nyuwun pangapunten,menawi kulo kesupen nderek “upacara hari pahlawan”.
wah ”Hang Tuah” ? ini yang baru saya dengar dari koment di atas, masa begitu? pak dahal saya dari tehnik perkapalan Hang Tuah Sukolilo SBY sodara. hi hi hi , jadi malu….
pahlawan itu adalah sebutan penguasa.
Jika membela penguasa dia disebut pahlawan, tetapi jika melawan penguasa, dia adalah teroris.
Hanya itu bedanya.
@ andry – hii.hii… saya jadi inget banyak blogger nggak baca seluruh postingan tapi asal nyolot begitu lihat judulnya… ah .. kasihan :mgreen:
ndoro, kalo ndak salah guyonan di atas sudah dipake sama kabaretnya butet kertaredjasa di metro tv..
š¦ jadi ndak seru tulisan ini..
saya sangat yakin arwah amrozi cs sudah ketemu dengan 202 arwah bom bali 1 di alam sana, dan saat ini amrozi cs lagi di degebuki rame rame, dan dikejar kejar,
Saya kira kita butuh pahlawan yang sempurna, Ndoro. Diantara negara kepulauan yang kabarnya rusak ini, kita menginginkan pahlawan yang akan selalu berwajah tenang di medan laga. Karena kita terkadang tidak siap terhadap kebenaran yang pahit. š
Ndoro, knapa ya saat mereka (Amrozi dkk) dieksekusi dengan cara ditembak langsung kok ga ada yang berkaok-kaok membela (kecuali tim pembela-tentunya)? Ya, tidak ada yang berkoar-koar menunjukkan rasa simpati dari sisi kemanusiaan, misalnya (kalau pun ada, amat kecil dan cenderung basa-nasi).
Malah, kebanyakan mendukung untuk segera dieksekusi (nyawa dibayar nyawa barangkali pandangan mereka yang mndukung eksekusi).
Bahkan, media pun sepertinya agak menutup mata akan hal tsb. Bener ga Ndoro? Ndoro sendiri gemana, setuju ga?
Lantas, di mana rasa kemanusiaan yang selama ini ini didengung-dengungkan itu? Mana mereka-mereka yang selalu mengatas namakan HAM itu? Mana-mana, mana, mana, mana? Ah atau barangkali mereka lupa (atau munafik?)
Bukankah Amrozi dkk juga manusia? š
Bukan kah sbg WNI kita jg sudah menyepakati bahwa kita tinggal disini dengan segala apa yg di milikinya??(termasuk peraturan hukum yg brlaku)
Kalau nggak mau nerima bahwa INdonesia ternyata adl Negara Hukum, yo nggak usah tinggal di Indonesia aja,,
Kita sebagai wong biasa manutd aja, toh nanti kompensasi yg lain juga Alloh yg akan menentukannya di sana.
Kalau niat gembar-gembor itu dulu, sblm Amrozi Cs tertangkap, waktu mreka masih di buru,kalau sekarang baru gembar-gembor mah telat,,, iya g ndoro???
Mending bahas Pahlawan yang laen aja, spt ndoro yang ceritanya ngalir ksana-kmari itu,, hehe
Hey! Buat kalian2 yang ingin berdebat soal agama, ayo ke http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/ seru lho! Dijamin!
Btw, congratz buat Amrozi dkk karena Anda sudah lancar memasuki neraka tanpa birokrasi2 yg rumit! Moga2 72 gay yang dijanjikan selalu memperkosa Anda tiap menit. Seharusnya si stupid *ucking Amrozi dkk itu setelah ditembak dicincang dulu sampe kecil2, baru diblender, dimixer, kasi tepung+gula, baru dikasi makan ke babi2 hutan, nah babi2 hutan itu ditembak lagi, lalu dipanggang, lalu dimakan oleh si stupid gay Abu Bakar Baasyir!
Mo pahlawan ato penjahat amrozy cs sudah membuat sejarah dan tercatat dalam sejarah, sekarang giliran siapa lagi yang mau membuat sejarah? situ mau boss?
Prestasi terbesar bangsa ini yang masih belum tertandingi adalah kwemampuannya memproklamasikan NKRI, PRESTASI ITU BISA DICA[PAI KARENA SAAT ITU MASIH HADIR MANUSIA MANUSIA YANG BERSEDIA BERKORBAN DEMI KEJAYAAN BANGSANYA.
KINI YANG BANYAK BERKELIARAN DI BUMI PERTIWI INI JUSTRU ORANG ORANG YANG TEGA MENGORBANKAN BANGSANYA DEMI MEMENUHI KESENANGAN /KESERAKAHAN DIRINYA.
Entah Prestasi apa yang akan dicapai bangsa ini9 kedepan