e-Toll Card Pecas Ndahe

Oktober 14, 2009 § 67 Komentar

e-toll cardBekerja di Jakarta, tapi tinggal di kawasan pinggirannya, membuat saya terpaksa memanfaatkan jalan tol setiap hari. Harap maklum, jalan alternatif lainnya lebih sering “pamer” alias padat merayap.

Konsekuensinya, saya mesti menyiapkan anggaran tambahan. Setiap pagi, saya mengeluarkan Rp 11.000 untuk membayar tarif jalan tol Sedyatmo menuju Jakarta.

Bukan uangnya yang jadi masalah, melainkan bagaimana menyiapkan uang receh untuk bayar tol. Kadang saya mempunyai persediaan cukup uang receh. Tapi sering kali tidak. Akibatnya, saya terkadang membayar tarif jalan tol dengan pecahan besar, Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu. Petugas di pintu tol terpaksa membutuhkan waktu cukup lama untuk menghitung uang kembalian. Transaksi di pintu tol molor, dan lalu lintas tersendat. Tidak efektif, buang waktu.

Mengembalikan uang receh ternyata persoalan besar bagi operator jalan tol. PT Jasa Marga membutuhkan Rp 600 juta uang receh setiap hari untuk membayar kembalian pengguna jasa jalan tol di daerah Jakarta dan sekitarnya.

Pernah suatu saat terjadi kelangkaan uang receh. Jasa Marga terpaksa menutup beberapa pintu tol. Dan akibatnya terjadilah antrean panjang di tengah terik yang memanggang.

Oleh sebab itu, saya merasa Jasa Marga mengambil keputusan tepat ketika lebih dari sebulan lalu memperkenalkan sistem pembayaran jalan tol dengan kartu elektronik. Namanya e-toll card. Proyek ini hasil kerja sama dengan sebuah bank pelat merah.

Begitu tahu ada kartu tol itu, saya pun membeli kartu perdana dengan nilai nominal Rp 50 ribu. Kartu itu langsung bisa saya pakai transaksi di pintu tol. Kartu yang juga berfungsi sebagai kartu prabayar itu langsung didebet senilai tarif tol yang saya lewati.

Wah, keren juga, batin saya. Apalagi kartu itu bisa diisi ulang (top up) hingga jumlah maksimum Rp 1 juta. Tempat pengisian ulangnya bisa di bank yang mengeluarkan kartu itu atau di minimarket Indomaret. Eh, kartu itu juga bisa untuk membeli bensin di SPBU yang tanda memasang tertentu, yaitu logo bank pemerintah itu.

Sampai hari ini, berarti sudah sekitar sebulan saya memanfaatkan kartu itu. Saya mulai merasakan plus dan minusnya. Kabar bagusnya adalah saya tak perlu repot menyiapkan pecahan kecil setiap pagi. Dengan kartu yang tagline-nya “mudah dan praktis” itu, saya bebas dari kekhawatiran tak punya pecahan kecil.

Kabar buruknya? Kartu itu belum berlaku di seluruh pintu tol. Hanya pintu tol arah bandar udara Soekarno-Hatta dan tol dalam kota saja yang menerimanya.

Ada lagi yang bikin kesal hati. Sejak Lebaran tempo hari, mesin pembaca kartu di pintu tol sering rusak sehingga e-toll card itu pun tak dipakai. Celakanya, kerusakan itu baru diketahui jika saya sudah sampai di pos pembayaran. Akibatnya, saya terpaksa kerepotan mencari uang dan sering kali diklakson mobil di belakang yang sudah tak sabar.

Seandainya saja operator jalan tol dan bank penerbit kartu bisa meningkatkan mutu layanannya, saya kira e-toll card akan bermanfaat bagi para pengguna jalan, bukan malah membuatnya lebih susah dan repot. Peningkatan layanan itu misalnya dengan memasang mesin pembaca kartu di pintu-pintu tol lain. Rawatlah sistem mesin supaya jangan sering-sering rusak.

>> Selamat hari Rabu, Ki Sanak. Apakah sampean merasa mutu dan kualitas pengelolaan jalan tol membaik?

Tagged: , , , , , ,

§ 67 Responses to e-Toll Card Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading e-Toll Card Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: