Perjuangan Karmaka Membesarkan Bank OCBC NISP
April 29, 2019 § 8 Komentar
Pernah hampir bangkrut dan goyang dihantam krisis, Bank OCBC NISP tetap mampu bertahan sampai hari ini. Apa rahasianya?

Bapak dan Ibu Karmaka (duduk), Pramukti (berdiri paling kiri), Parwati (berdiri nomor dua dari kanan), dan para kreator digital di Bandung. (Foto: dokumentasi pribadi)
Hokja, Provinsi Fujian, Tiongkok, Februari 1935. Perayaan Tahun Baru Imlek baru saja berlalu. Seorang ibu menggendong anak laki-lakinya yang baru berumur 10 bulan menuju Pelabuhan Xiamen (Amoy).
« Read the rest of this entry »
Telepon Pecas Ndahe
Februari 9, 2010 § 63 Komentar
Bagaimana menangani telepon dari customer service yang menjengkelkan itu? Bagaimana menolak tawaran mereka dengan sopan?
Saya belajar mengenai urusan itu dari postingan @imanbr di Twitter tadi. Meski dia sangat kesal, jengkel setengah mati setelah berkali-kali ditelepon bank yang menawarkan kredit dan segala macam layanan lainnya, Iman paham benar bagaimana melayani mereka. Dia bahkan memberi sedikit sentuhan humor.
Bank: dng Pak Iman?
Jawab: dari mana?
Bank: ANZ
Jawab: salah sambung
Bank: tp data kami..
Jawab: kalau dari bank pasti salah sambung
Saya ngakak membaca potongan percakapan itu. « Read the rest of this entry »
e-Toll Card Pecas Ndahe
Oktober 14, 2009 § 67 Komentar
Bekerja di Jakarta, tapi tinggal di kawasan pinggirannya, membuat saya terpaksa memanfaatkan jalan tol setiap hari. Harap maklum, jalan alternatif lainnya lebih sering “pamer” alias padat merayap.
Konsekuensinya, saya mesti menyiapkan anggaran tambahan. Setiap pagi, saya mengeluarkan Rp 11.000 untuk membayar tarif jalan tol Sedyatmo menuju Jakarta.
Bukan uangnya yang jadi masalah, melainkan bagaimana menyiapkan uang receh untuk bayar tol. Kadang saya mempunyai persediaan cukup uang receh. Tapi sering kali tidak. Akibatnya, saya terkadang membayar tarif jalan tol dengan pecahan besar, Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu. Petugas di pintu tol terpaksa membutuhkan waktu cukup lama untuk menghitung uang kembalian. Transaksi di pintu tol molor, dan lalu lintas tersendat. Tidak efektif, buang waktu.
Mengembalikan uang receh ternyata persoalan besar bagi operator jalan tol. PT Jasa Marga membutuhkan Rp 600 juta uang receh setiap hari untuk membayar kembalian pengguna jasa jalan tol di daerah Jakarta dan sekitarnya.
Pernah suatu saat terjadi kelangkaan uang receh. Jasa Marga terpaksa menutup beberapa pintu tol. Dan akibatnya terjadilah antrean panjang di tengah terik yang memanggang.
Oleh sebab itu, saya merasa Jasa Marga mengambil keputusan tepat ketika lebih dari sebulan lalu memperkenalkan sistem pembayaran jalan tol dengan kartu elektronik. Namanya e-toll card. Proyek ini hasil kerja sama dengan sebuah bank pelat merah. « Read the rest of this entry »
Aulia Pecas Ndahe
Desember 2, 2008 § 47 Komentar
Penjara adalah tempat di mana waktu berhenti.
Itulah kalimat Andre Malraux dalam salah satu bagian yang muram dari novel La Condition Humaine, menjelang Kyo menelan racun di lantai tahanan kaum revolusioner Tiongkok.
Di penjara, waktu memang berhenti karena masa depan telah diputuskan tak ada. Hukuman bukanlah awal suatu perubahan, atau metamorfosa, dari seorang kriminal jadi seorang warga negara yang baik. Hukuman telah jadi suatu keputusan final, seperti pepatah lama itu, sekali lancung ke ujian, seumur hidup tak percaya.
Lalu apa gunanya bui? Dan kenapa selama ratusan tahun kegiatan mengurung orang itu diteruskan juga? « Read the rest of this entry »
Batas Pecas Ndahe
September 1, 2008 § 60 Komentar
Agus Condro Prayitno mengaku menerima Rp 500 juta setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Ia juga mengungkapkan nama-nama koleganya di PDI Perjuangan yang ikut menikmati uang serupa.

Ini bukan soal naluri, tapi moral, Jeung! (foto: detikcom)
Rekan-rekannya yang disebut itu kemudian ramai-ramai membantah pengakuan Agus. Pengurus partai juga mencoret nama Agus dari daftar calon legislator karena dinilai mencoreng nama partai. “Kesannya semua orang PDI Perjuangan busuk,” kata salah seorang anggota fraksi partai itu.
Siapakah Agus sebenarnya? Pahlawan yang jujur atau pecundang? « Read the rest of this entry »