Cara menarik perhatian dan membujuk audiens dengan storytelling
Januari 11, 2023 § 1 Komentar
Cerita hari ke-11.
Hari ini saya akan berbagi cerita tentang storytelling.
Pernah mendengar istilah ini? Bagaimana penerapan storytelling dalam pemasaran?

Saya mulai dengan penjelasan tentang arti storytelling.
Storytelling adalah proses menceritakan sebuah kisah dengan tujuan untuk mengajak audiens untuk memahami atau merasakan sesuatu. Dalam konteks bisnis atau presentasi, storytelling digunakan untuk menyampaikan pesan atau ide dengan cara yang menarik dan mudah dipahami.
Storytelling dapat digunakan dalam berbagai situasi, seperti presentasi produk, kampanye iklan, presentasi bisnis, dan lainnya.
Dengan menggunakan storytelling, Anda dapat menyampaikan pesan yang Anda inginkan dengan cara yang lebih emosional dan memukau, sehingga lebih mudah untuk menarik perhatian audiens dan membuat mereka tertarik dengan apa yang Anda sampaikan.
Storytelling juga dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran merek dan meningkatkan loyalitas konsumen. Ketika konsumen merasa terhubung dengan kisah yang diceritakan, mereka lebih mungkin untuk terlibat dengan merek dan mengingatnya.
Dalam storytelling yang baik, kisah yang diceritakan harus memiliki alur cerita yang jelas dan karakter yang dapat diidentifikasi dengan baik.
Kisah tersebut juga harus memiliki pesan yang dapat diingat dan diterapkan dalam kehidupan nyata. Dan memiliki akhir cerita yang menyentuh, dapat menyentuh emosi audiens.
Dalam keseluruhan, storytelling menjadi senjata yang ampuh untuk menyampaikan pesan dan meningkatkan koneksi dengan audiens. Melalui kisah yang diceritakan, audiens dapat terhubung dengan pesan yang dikomunikasikan dan menyimpan kenangan yang kuat tentang pesan tersebut.
Terdapat beberapa jenis storytelling yang dikenal, di antaranya:
Narative storytelling: merupakan cara menceritakan kisah atau cerita secara umum, yang menceritakan tentang peristiwa atau kejadian yang terjadi dari awal hingga akhir.
Persuasive storytelling: digunakan untuk meyakinkan atau meyakinkan audiens terhadap suatu pendapat atau ide.
Informative storytelling: digunakan untuk menyampaikan informasi atau pengetahuan kepada audiens.
Instructional storytelling: digunakan untuk memberikan instruksi atau panduan kepada audiens tentang cara melakukan sesuatu.
Entertaining storytelling: digunakan untuk menghibur atau menyenangkan audiens.
Emotional storytelling: digunakan untuk membuat audiens merasa terkoneksi dengan cerita atau mempengaruhi perasaan mereka.
Metaphor storytelling: digunakan untuk memberikan gambaran atau analogi dari suatu peristiwa atau kondisi.
Personal storytelling: digunakan untuk menceritakan kisah pribadi yang bersifat inspiratif atau memotivasi.
Business storytelling: digunakan untuk menyampaikan informasi bisnis atau untuk menarik perhatian investor atau klien potensial.
Case study storytelling: digunakan untuk menunjukkan contoh atau studi kasus dari suatu situasi atau masalah.
Itu hanyalah beberapa contoh dari banyak jenis storytelling yang ada. Namun perlu diingat, setiap jenis storytelling dapat dipergunakan untuk tujuan yang berbeda-beda, tergantung dari konteks atau situasinya.
Ada berbagai macam teknik storytelling yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, di antaranya:
The hero’s journey: teknik ini menceritakan kisah tentang pahlawan yang melewati perjalanan yang penuh rintangan untuk mencapai tujuannya.
The and/but/so technique: teknik ini digunakan untuk menyambungkan kisah dengan cara menyampaikan peristiwa yang terjadi, sebab dan akibatnya.
The before-and-after technique: teknik ini digunakan untuk menceritakan perbedaan yang terjadi sebelum dan sesudah suatu peristiwa.
The same-but-different technique: teknik ini digunakan untuk menunjukkan perbedaan antara dua situasi yang sekilas terlihat sama.
The contrast technique: teknik ini digunakan untuk menunjukkan perbedaan antara dua konsep atau situasi.
The what-if technique: teknik ini digunakan untuk menceritakan kisah tentang peristiwa yang mungkin terjadi jika suatu kondisi berbeda.
The hypothetical scenario technique: teknik ini digunakan untuk menceritakan skenario hipotetis dari suatu situasi.
The anecdote technique: teknik ini digunakan untuk menceritakan kisah atau cerita yang menarik dan memberikan contoh dari suatu peristiwa atau kondisi.
The mind map technique: teknik ini digunakan untuk menyusun kisah dalam bentuk peta pikiran yang menunjukkan hubungan antar peristiwa atau kondisi.
The timeline technique: teknik ini digunakan untuk menceritakan kisah dalam bentuk garis waktu yang menunjukkan urutan peristiwa atau kondisi.
Itu hanyalah beberapa contoh dari banyak teknik storytelling yang ada. Namun perlu diingat, setiap teknik storytelling dapat dipergunakan untuk tujuan yang berbeda-beda, tergantung dari konteks atau situasinya.
Untuk membuat storytelling yang baik, ada beberapa unsur yang harus dipertimbangkan:
Plot: Alur cerita yang jelas merupakan dasar dari storytelling yang baik. Ini harus memiliki awal, pertengahan, dan akhir yang jelas serta menyajikan konflik dan konklusi yang baik.
Karakter: Karakter dalam kisah harus dapat diidentifikasi dengan baik oleh audiens. Karakter harus memiliki sifat dan latar belakang yang dapat diidentifikasi dan harus mengalami perubahan atau pembelajaran selama cerita berlangsung.
Setting: Setting atau latar tempat dari kisah harus dapat diidentifikasi dengan baik dan harus memiliki peran dalam cerita.
Tema: Kisah harus memiliki pesan atau tema yang jelas dan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
Narasi: Narasi dari kisah harus dapat diikuti dengan mudah dan harus menambah pengalaman visual dan emosional bagi audiens.
Emosi: Storytelling yang baik harus menyentuh emosi audiens. Menimbulkan perasaan yang sesuai dengan cerita yang dikisahkan dan membuat audiens merasa terlibat dalam kisah tersebut.
Show, not tell : memberikan contoh visual dari kisah yang diceritakan akan lebih menyentuh dan meninggalkan kesan yang lebih kuat daripada hanya menjelaskan saja.
Authentic : Menjadi diri sendiri saat menceritakan kisah agar audiens merasa lebih terhubung dengan kisah yang diceritakan.
Dengan memperhatikan unsur-unsur ini dalam proses pembuatan kisah, Anda dapat membuat storytelling yang baik dan menarik perhatian audiens. Namun perlu diingat bahwa proses ini memerlukan kreativitas dan latihan, dibutuhkan waktu untuk menjadi mahir dalam storytelling.
Apakah kita bisa menarik perhatian dan membujuk calon konsumen dengan storytelling? Bagaimana caranya?
Untuk menarik perhatian dan membujuk audiens dengan story telling, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan:
Mulailah dengan membuat pengantar yang menarik. Ini bisa berupa pertanyaan yang membuat audiens merasa penasaran, atau memperkenalkan topik yang akan Anda bahas dengan cara yang menyenangkan.
Buatlah kisah yang relateable. Audiens lebih mungkin terhubung dengan kisah yang dapat mereka identifikasi dengan kehidupan mereka sendiri. Jika mereka merasa bisa terhubung dengan kisah yang Anda ceritakan, mereka lebih mungkin untuk terus mendengarkan.
Gunakan visualisasi yang kuat. Gambar atau ilustrasi yang menyertainya akan membantu audiens memahami kisah Anda dengan lebih baik. Ini juga dapat membantu memperkuat pesan yang Anda sampaikan.
Sertakan elemen-elemen yang membuat kisah menjadi lebih menyenangkan. Ini bisa berupa kejutan, humor, atau kejadian-kejadian yang menyenangkan.
Buatlah sebuah kesimpulan yang kuat. Ini adalah bagian terakhir dari kisah Anda, dan merupakan kesempatan Anda untuk menyampaikan pesan yang ingin Anda sampaikan. Pastikan untuk menutup kisah dengan cara yang tepat agar audiens benar-benar mengingatnya.
Bagaimana mengukur keberhasilan sebuah storytelling?
Mengukur keberhasilan sebuah storytelling bisa sangat subjektif dan tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Namun, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan sebuah storytelling, di antaranya:
Melihat tingkat pelibatan audiens: jika audiens terlihat tertarik dan terlibat dalam cerita yang diceritakan, maka storytelling tersebut dapat dikatakan sukses.
Melihat tingkat recall informasi: jika audiens dapat mengingat informasi yang disampaikan dalam cerita, maka storytelling tersebut dapat dikatakan sukses.
Melihat tingkat perubahan perilaku audiens: jika audiens melakukan perubahan perilaku setelah mendengar cerita, maka storytelling tersebut dapat dikatakan sukses.
Melihat respon audiens: jika audiens memberikan respons positif terhadap cerita yang diceritakan, maka storytelling tersebut dapat dikatakan sukses.
Melihat tingkat pertumbuhan atau peningkatan dalam bisnis atau penjualan: jika storytelling digunakan untuk meningkatkan penjualan atau meningkatkan bisnis, maka keberhasilan storytelling dapat diukur melalui tingkat pertumbuhan atau peningkatan yang terjadi.
Itu hanyalah beberapa contoh dari cara mengukur keberhasilan sebuah storytelling. Perlu diingat bahwa keberhasilan storytelling tidak hanya tergantung pada faktor-faktor di atas saja, tetapi juga tergantung dari berbagai faktor lainnya seperti konteks, audiens, dan tujuan yang ingin dicapai.
Apakah ada contoh storytelling dengan salah satu teknik di atas?
Ada. Silakan baca di sini.
Demikian Kisanak, penjelasan tentang storytelling berdasarkan tuntunan dari ChatGpt. Apakah cukup jelas?
[…] konten sebelumnya saya sudah berbagi tentang […]