Suramnya agensi PR masa kini

April 23, 2024 § Tinggalkan komentar

Benarkah agensi PR doyan menyebar spam? Apakah mereka makin kekurangan sumber daya andal?

Pertanyaan itu mengganggu pikiran saya setelah membaca status seorang teman di beranda Facebook.

Teman saya itu, kreator konten dan wartawan, mengeluhkan kinerja agensi PR tanpa menyebut nama perusahaan yang dimaksud.

Ia menulis begini. “Saya heran dengan agensi PR masa kini. Awalnya kami berhubungan karena menangani klien produsen ponsel. Rutin mengirim siaran pers. Wajar. Saya senang karena bisa tahu informasi terbaru.

Berikutnya, siaran pers apa pun juga dikirimkan kepada saya. 👿

Agensi PR masa lalu tidak begini.”

Tulisan itu membuat saya teringat cerita teman saya yang menganggap bahwa industri kehumasan mengalami situasi scarcity, alias kelangkaan pekerja yang mumpuni.

Apakah dua hal itu berkaitan?

Saya mencoba menelusuri musababnya. Saya menduga para pekerja di agensi PR zaman sekarang, semoga dugaan saya salah, mengubah strategi menyebar siaran pers, dari dulunya segmented dan targeted, menjadi broadcasting.

Perubahan dilakukan karena beberapa alasan, di antaranya:

Pertama, mencapai audiens yang lebih luas. Demi alasan ini agensi PR berusaha menyebarkan informasi ke sebanyak mungkin media. Strategi ini penting untuk memaksimalkan visibilitas dan jangkauan kliennya. Mereka mungkin menganggap bahwa informasi tersebut relevan atau menarik bagi berbagai outlet, tidak terbatas pada niche tertentu.

Kedua, efisiensi waktu dan biaya. Dengan menggunakan metode broadcasting, memungkinkan agensi PR untuk mengirimkan siaran pers secara massal dengan cepat dan efisien, tanpa perlu mengkustomisasi pesan untuk setiap penerima.

Cara seperti itu memang dapat menghemat waktu dan sumber daya, khususnya dalam agensi dengan banyak klien dan proyek.

Ketiga, kurang memahami target media. Beberapa agensi mungkin belum memahami dengan baik kebutuhan dan fokus media tertentu. Akibatnya, mereka mengirimkan siaran pers secara umum ke semua kontak tanpa mempertimbangkan relevansi atau minat khusus dari masing-masing media.

Keempat, untuk memaksimalkan peluang. Dalam beberapa kasus, broadcasting digunakan sebagai strategi untuk memaksimalkan peluang bahwa siaran pers akan dipublikasikan di suatu media. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa walaupun tidak semua media akan tertarik, beberapa di antaranya akan menemukan isi siaran tersebut cukup relevan untuk dilaporkan. Ibaratnya, agensi memakai jaring besar untuk menangkap ikan kecil.

Kelima, keterbatasan data dan analisis. Agensi yang tidak memiliki alat atau kapabilitas untuk menganalisis data tentang efektivitas penyebaran informasi mereka mungkin lebih cenderung menggunakan pendekatan satu ukuran untuk semua. Ini sering terjadi jika agensi tersebut tidak memiliki feedback loop yang memungkinkan mereka untuk belajar dari interaksi sebelumnya dengan media.

Terakhir, alasan viralitas. Dalam beberapa kasus, agensi mungkin sengaja memilih untuk broadcast siaran pers ke banyak pihak sebagai bagian dari strategi komunikasi yang lebih luas, dengan tujuan khusus, yaitu menciptakan kebisingan atau buzz seputar suatu topik atau produk.

Di luar alasan itu, agensi PR memang harus berubah mengikuti perkembangan zaman, termasuk media yang juga berubah. Mau tidak mau, agensi pun harus menyesuaikan diri agar tetap relevan.

Nah, sekarang kembali ke wartawan. Bagaimana sebaiknya seorang wartawan merespons perubahan strategi agensi PR seperti itu?

Dalam situasi di mana agensi PR mulai mengirimkan informasi yang tidak relevan, sebaiknya wartawan mengambil beberapa langkah untuk mengelola situasi tersebut secara profesional:

  1. Komunikasi Langsung: Wartawan bisa menghubungi agensi PR tersebut secara langsung, baik melalui WA, email, atau telepon. Jelaskan dengan sopan bahwa ia lebih memilih untuk menerima informasi yang hanya berkaitan dengan industri tertentu, yang merupakan fokus utama liputannya.
  2. Spesifikasikan Kebutuhan: Dalam komunikasi tersebut, wartawan harus menjelaskan secara spesifik tentang jenis informasi apa yang diinginkan dan yang tidak. Ini membantu agensi PR untuk memahami batasan dan kebutuhan media yang diwakili oleh wartawan tersebut.
  3. Pengaturan Filter Email: Jika agensi terus mengirim informasi yang tidak relevan meski sudah ada pemberitahuan, wartawan bisa mempertimbangkan untuk mengatur filter pada emailnya. Ini dapat membantu mengelola aliran informasi sehingga hanya email yang memenuhi kriteria tertentu yang masuk ke inbox utama.
  4. Minta Dihapus dari Daftar Kontak Tertentu: Jika agensi PR itu menggunakan beberapa daftar distribusi untuk berbagai topik, wartawan bisa meminta untuk hanya dimasukkan dalam daftar yang berkaitan dengan industri liputannya saja.
  5. Evaluasi Ulang Hubungan: Jika setelah mengambil langkah-langkah tersebut agensi masih tidak memperbaiki cara komunikasinya, mungkin sudah waktunya bagi wartawan untuk mempertimbangkan kembali nilai hubungan tersebut. Wartawan mungkin perlu mencari sumber informasi lain yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan standar peliputan beritanya.

Pendekatan ini bertujuan untuk menjaga profesionalitas sekaligus memastikan bahwa wartawan tersebut mendapatkan informasi yang paling relevan dan berguna untuk pekerjaannya.

Demikian pandangan saya, Kisanak. Semoga bermanfaat.

Tagged: , , , ,

Tinggalkan komentar

What’s this?

You are currently reading Suramnya agensi PR masa kini at Ndoro Kakung.

meta