Porno Pecas Ndahe

Maret 25, 2008 § 58 Komentar

Haruskah Internet disensor? Perlukah pemerintah memblokade situs, blog, dan semua pojok remang-remang di ranah digital yang mengandung pornografi?

Pertanyaan-pertanyaan itu bergemuruh di jaringan digital hari-hari ini. Terutama setelah wakil rakyat kita di Senayan hari ini mengesahkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Sebagian yang mendukung sensor dengan gegap gempita seraya berteriak, “Akhirnya sang pelindung telah tiba dan bertindak.”

Yang menolak blokade tak kalah garang. “Jangan, jangan sensor kami. Pornografi itu takhyul.”

Saya gamang dalam ketidakmengertian. Kosong. Buat saya, ini soal moral. Persepsi. Hati nurani. Kenapa mesti diselesaikan dengan teknologi? « Read the rest of this entry »

Kontras Pecas Ndahe

Maret 19, 2008 § 42 Komentar

Seorang kawan dengan bergemuruh bercerita tentang pengalamannya menyaksikan Mega Bazar Computer di Jakarta Convetion Center yang ditutup Ahad lalu.

Pameran komputer gede-gedean itu katanya dikunjungi sekitar 30 ribu orang yang membayar tiket masuk Rp 5.000. Orang memadati arena pameran hampir seharian. Mereka berjalan hilir mudik sambil menenteng laptop-laptop anyar yang baru dibeli.

“Kalau melihat antusiasme orang yang datang, belanja ini dan itu, di pameran komputer itu kok saya jadi merasa orang Indonesia sudah maju dan makmur yo, Mas. Orang Indonesia itu ternyata sangat melek dan haus teknologi,” kata teman saya itu.

“Bagus dong,” jawab saya sekenanya.

“Tapi, tapi, Mas … eh, kok saya merasa miris juga ya.”

“Loh miris piye sih?” « Read the rest of this entry »

Toko Pecas Ndahe

Maret 14, 2008 § 41 Komentar

Mengapa mal-mal dan pusat-pusat perbelanjaan terus bertumbuhan di Jakarta? Tanda-tanda kemakmuran? Pertumbuhan ekonomi yang meroket?

Saya tak tahu. Tapi, kemarin siang, di Pacific Place yang menjulang, luas, dan dingin itu, saya melihat toko-toko sepi tanpa pembeli. Tapi, tempat-tempat makan, kafe, rata-rata ramai pelanggan.

Bapak-bapak berdasi LV, ibu-ibu dengan tas Prada di tangan, mengudap jajanan. Sesekali terlihat mereka menyesap kopi berlogo duyung dalam bulatan hijau itu.

Saya heran, bila toko-toko baju, parfum, arloji, dan sebagainya itu tiada laku, dan itu artinya tiada pemasukan, bagaimana mereka bertahan? Bukankah menyewa lahan di dalam kompleks pertokoan mewah jelas butuh uang tak sedikit? « Read the rest of this entry »

Serangan Pecas Ndahe

Maret 1, 2008 § 24 Komentar

Hari ini, 59 tahun yang lalu. Perang pecah di Yogyakarta mulai pukul 06.00. Tentara Indonesia menyerbu pasukan Belanda di Kota Gudeg itu.

Buku-buku sejarah anak sekolah mencatat peran Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kelak sejarah juga menyebut perang enam jam di Yogya itu dengan sebutan Serangan Oemoem 1 Maret. Tapi, kontroversi kemudian muncul. Siapakah sebetulnya penggagas Serangan Umum itu? Soeharto atau Sri Sultan HB IX? Atau ada orang lain?

Anhar Gonggong, sejarawan, pernah mengatakan penggagas Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta untuk menyingkirkan pasukan Belanda, bukan Soeharto, melainkan komandan berpangkat yang lebih tinggi. Soeharto, kata Anhar, hanya sebagai pelaksana di lapangan. « Read the rest of this entry »

Popularitas Pecas Ndahe

Februari 23, 2008 § 25 Komentar

Jangan mencari popularitas. Begitu kebajikan yang pernah Paklik Isnogud ajarkan kepada saya, pada suatu masa, dulu.

Paklik lalu bercerita tentang seorang pejabat yang jadi pemimpin daerah di satu titik terpencil Republik.

Sang pejabat itu juga pernah mendengar ajakan untuk tak mencari popularitas. Ia lalu menuliskan dalam lubuk hatinya semboyan “jangan-mencari-popularitas” itu.

Ia bekerja tanpa pamrih. Dia selalu bilang kepada para wartawan lokal yang kadang-kadang mendatanginya, “Saya tidak suka publikasi, dik” — maksudnya, tentulah, tidak suka publisitas. « Read the rest of this entry »

Where Am I?

You are currently browsing the Paklik Isnogud category at Ndoro Kakung.