Kita pembuang atau penampung sampah di media sosial
Januari 14, 2020 § 3 Komentar
“Ada orang-orang yang belum tahu bahwa makanan bisa dimasukkan langsung ke mulut tanpa masuk Instastory dulu.” Demikian kalimat yang saya tulis sebagai status di akun Facebook saya. Kalimat yang sama juga saya kirim ke Twitter.
Teman, pengikut, dan warganet yang membaca kalimat itu kontan memberikan bermacam-macam respons. Ada yang menyatakan setuju, ada yang tertawa, ada pula yang merasa tersindir, lalu membalas dengan sinis. Padahal saya tak sedang menyindir siapa pun, melainkan hanya menangkap perilaku warganet secara umum demi konten di media sosial. Mengapa? « Read the rest of this entry »
Jangan Gampang Ngegas di Media Sosial
Oktober 28, 2019 § 1 Komentar
Kawan saya, Iim Fahima Jachja, menulis status jenaka di Facebook. Status itu berdasarkan pengalaman pribadinya saat kongko di sebuah kedai kopi. Begini tulisannya:
Overheard di sebuah coffee shop, young couple lagi ngambek2an.
Cewe: Jadi apa maksudmu nge like dan komen ke semua postingannya?
Cowo: *muka shock keselek kopi. kayaknya ga nyangka bakal ditembak dengan pertanyaan ini*
Me on the corner: *Nahan ngakak* « Read the rest of this entry »
Facebook Pecas Ndahe
Februari 4, 2014 § 20 Komentar
Facebook berubah jadi media? Begitulah kesan yang saya tangkap setelah jejaring sosial itu memperkenalkan aplikasi baru, Facebook Paper, pada Kamis pekan lalu.
Aplikasi yang untuk sementara hanya tersedia untuk iPhone itu disebut sebagai curated visual news reader. Ia bagaikan koleksi surat kabar daring. Dengan aplikasi tersebut, pengguna bisa membaca dan berbagi berita dari media tradisional seperti Time, New York Times, dan USA Today. « Read the rest of this entry »
Tumbal Pecas Ndahe
Februari 20, 2012 § 131 Komentar
Siapakah sesungguhnya narablog alias blogger itu? Apakah mereka yang setiap hari sekadar memproduksi isi — apa pun jenisnya — di blog bisa disebut narablog? Apakah tujuan mereka membuat blog?
Tiba-tiba pertanyaan itu menari-nari seperti kupu-kupu di pikiran saya sore ini. Saya sendiri tak tahu jawabannya. Dan saya tak mau membuat definisi yang menyesatkan.
Buat saya, narablog sejati – mereka yang memiliki blog – bisa disebut sebagai para amatir yang tekun. Mereka bukan jurnalis, atau pakar di bidang tertentu, tapi memiliki cukup pengetahuan dan pengalaman tentang informasi yang berguna buat orang lain yang hendak mencari sesuatu. Informasi itu rajin dibagikan melalui blog.
Beberapa narablog bahkan menjadikan diri sebagai penyedia informasi alternatif media tradisional. Mereka mirip sekumpulan orang yang kecewa pada konglomerasi media yang membuat informasi cenderung seragam. « Read the rest of this entry »