Franz Pecas Ndahe
Agustus 14, 2007 § 17 Komentar
Malam ini, ada perhelatan di Hotel Nikko, Jakarta. Freedom Institute akan memberikan penghargaan Bakrie Award 2007 kepada sejumlah tokoh yang dianggap berjasa di bidang masing-masing.
Saya juga mendapat undangan sebetulnya, tapi sungguh sayang ndak bisa datang karena ada keperluan lain.
Franz Magnis-Suseno, tokoh yang mendapat penghargaan di bidang pemikiran sosial, juga tak datang. Ia menolak penghargaan Bakrie Award 2007.
“Saya tak mau menerima penghargaan dari perusahaan yang terlibat kasus lumpur di Sidoarjo,” katanya. “Rasa solidaritas saya muncul dengan begitu banyaknya korban.”
Saya — yang bukan siapa-siapa ini — tentu saja menghormati keputusan Franz. Seperti halnya hidup, menerima atau menolak penghargaan adalah sebuah pilihan.
Saya cuma mau berbagi dengan sampean semua tentang sebuah puisi karya kawan saya, Tulus Wijanarko. Puisinya dipersembahkan untuk Franz.
Undanganmu Penuh Lumpur
: untuk fransdatanglah sore nanti, ketika hari beranjak tua
hingga lupa diri sendiri, menjemput se-sloki keriaan
di kuil pemujaanmeja kursi telah ditata, engkau tahu,
pertunjukan akan sempurna, protagonis mendaulat
panggung, dunia terus berputar, dan jas-tuxedo
siap menyamankan pikiranmu.datang sajalah, telat sedikit tak apa
umbul-umbul telah lama berkibar di etalase,
sedikit usang tak apa, tapi kau cerna
tanda-tandanya, kan?coba bayangkan lubuk hatimu
istirah di sana, lalu kita segera
bertukar kabar, seraya menera-nera angin di luaran.di beranda, para keponakan bergegas mengabarkan
setiap abjad kata-katamu, di tengan mereka
tergenggam gula-gula–manis rasanya.
nanti, kata-katamu akan lebih manis dari
kenyataan.oh ya, ini undangannya, terimalah dengan tanganmu
jangan hiraukan sedikit notkah lumpur
di sudutnya, engkau boleh menyekanya segera:
dengan air matamu.datang, ya!
NB.
sebuah kendaraan akan menjemputmu,
untuk menukar keletihanmu.
Puisinya menyentuh ya?

salut lah, semacam pembersihan dosa atas dukungannya waktu dulu BBM naik, kekeke…
Kalau saja Achmad Bakrie masih hidup, saya yakin kasus Lapindo akan dapat diselesaikan dengan elegan dan lebih humanis. Mendiang Bakrie, kita tahu, merupakan sosok saudagar yang pekat dengan spirit kemanusiaan.
Aburizal gagal menjadi anak yang baik (Nirwan, apalagi). Anindya mungkin juga tak akan bisa melampaui kebesaran sang kakek.
Di alam baka, saya merasa, roh Achmad Bakrie menangis sedih, terluka, melihat anak dan cucunya telah gagal merawat warisannya yang paling berharga : spirit kesaudagaran yang ditopang oleh rasa solidaritas terhadap sesama.
Dan malam ini, di salah satu sudut Hotel Nikko, arwah Achmad Bakrie menyendiri dalam keperihan yang dalam…..
Puisi yang sangat bagus,
dan….
Pencitraan yang “bagus” dari Bakrie dengan mengadakan Bakrie Award, sayang-nya lumpur tidak seperti bubur….
Pantas nggak yah Bakrie Award di anugerahkan untuk Bakrie sendiri?..
Saya juga menolak, makanya tidak diundang.
entah, kenapa saya juga tak diundang. padahal, saya pernah salaman ama bung rizal (bosnya freedom institute) — nama besar yang sama-sama berkumis, sama-sama pakar, dan sama-sama se-almamater dengan pakar stanza itu. jangan-jangan, ndoro juga se-almamater sama mereka? ugh…
romo magnis keren. freedom institute payah! masak seorang franz magnis cuman dihargai recehan 100 juta. penghinaan habis-habisan tuh. 🙂
#ndoro nangtjik
lah kok bawa2 almamater juga 😀
noktah atau notkah ndoro?
Proficiat Romo Magnis…
sesekali kita yg memberikan penghargaan kepada Bakrie,
nah ada saran?
Franz memberikan pembelajaran yang baik.
Sedikit orang yang seperti itu.
Semoga Bakrie Family & companies, terketuk oleh sikap Franz.
Pemerintah (dalam hal ini Ical) terus fokus dengan korban Lumpur Lapindo.
Btw ini Lumpur Lapindo kan, bukan Lumpur Sidoarjo ?.
..ndoro, kangen..
hidup romo magnis!!!! love him!
mmm….ada penobatan presiden baru lapindo juga kan ndoro? posting ah!
ah…puisinya…. 😦 >>>ndorooooo….dulu, saya pikir Tulus Widjanarko itu, adalah ndoro…hihihi, ternyata….
wah untung bukan saya yang diundang…. saya itu suka ‘blereng’ kalau dengan kebendaan, dan suka ngetung suara tokek datang…tidak …..datang…..:) semoga panjang umur Romo Magnis!
# buat om andrias:
situ kok sepertinya “memfitnah” diri kami seolah2 se-almamater ama bung rizal, om roy, dan (mungkin) ndoro kakung. jangan2, om andri sendiri jg se-almamater ama beliau, beliau, dan (mungkin) beliau?
Puisi yang bisa mengungkap perasaan yang tidak bisa diungkap oleh banyak tulisan artikel blog seperti salah satu tulisan saya:
http://wibisastro.blogspot.com/2007/08/bakrie-award-2007.html