Boros Pecas Ndahe

Oktober 16, 2007 § 17 Komentar

Lebaran ternyata membuat hidup kita semakin boros — paling tidak barang sejenak. Ndak percaya?

Mari kita lihat. Kapan sampean beli sekaleng biskuit Khong Guan kalau bukan menjelang Lebaran? Kapan sampean terakhir beli baju koko bila bukan mau salat Ied? Kapan sampean memborong berbotol-botol sirop kalau bukan saat Lebaran mau datang?

Sejak kapan sampean rela mengeluarkan uang [mungkin] dua kali lipat untuk mengganti karcis bus/kereta/pesawat? Ndak setiap hari kan sampean beli oleh-oleh buat sanak kadang di kampung?

Pada hari-hari biasa, sampean tentu ogah beli sekaleng biskuit, botol sirop, atau sekotak mie instan. Hari-hari sebelumnya mana mau sampean belanja kue lidah kucing dan kastengel. Beli tiket mahal? Ah, lebih baik adu mulut dengan kernet bus.

Itu belum seberapa, Ki Sanak. Sampean kan masih beli parsel untuk rekanan bisnis; ngasih uang saku buat pembantu yang mau mudik, tukang sampah langganan, satpam di kompleks; sedekah/zakat fitrah; dan sebagainya.

Apa artinya? Peningkatan belanja. Uang keluar yang lebih banyak. Boros.

Tapi, ndak usah khawatir, Ki Sanak. Sampean tentu ndak sendirian. Ada banyak orang lain di luar sana yang juga menganggap Lebaran itu saatnya menghambur-hamburkan semua yang bisa dihamburkan. Misalnya, ya saya ini. Hehehe …

Nah, sekarang hitung gaji sampean bulan ini. Tambahkan dengan THR. Kurangi dengan semua pengeluaran menjelang Lebaran. Terakhir, hitung sisa duit yang masih ada di dompet sampean.

Masih ada berapa, Ki Sanak? Sedikit? Habis?

O,o, Houston …. we have problems. May day, may day … .

Buat sampean yang duit simpenannya masih bertumpuk-tumpuk di bank atau di bawah bantal, pemborosan di tengah bulan mungkin bukan masalah. Tapi, buat orang-orang [seperti saya] yang paria, sisa uang di saku yang tinggal beberapa lembar pasti jadi masalah.

Soalnya, sampean mungkin masih di kampung. Masih harus balik lagi ke kota untuk bekerja pekan depan. Masih ada dua pekan lagi sebelum sampean terima gaji lagi. Kira-kira sisa uang yang cuma segitu-gitu juga itu apa ya cukup untuk menyambung hidup?

Ah, ndak apa-apa, Ndoro. Namanya juga Lebaran. Setahun sekali. Biarpun bulan ini kita habis-habisan, toh kita masih berhemat-hemat di bulan depan. Lagi pula, buat apa ada kartu kredit?

Hohoho … Ya memang ndak apa-apa, Ki Sanak. Sampean mau menghabiskan semuanya sekaligus atau menabung itu soal pilihan. Saya cuma mau menunjukkan betapa borosnya kita pada saat seperti ini. Betapa kurang hati-hatinya kita [pada umumnya] mengatur neraca pendapatan dan pengeluaran.

Ah, saya ndak begitu, Ndoro. Saya masih bisa nabung.

Bagus. Berarti sampean termasuk orang-orang yang beruntung. Saya yakin ndak banyak orang-orang seperti sampean yang masih ingat menabung di bulan pesta pora ini.

Salahkah?

Saya ndak tahu, Ki Sanak. Sampean pastinya lebih paham dari saya. Kalaupun belum paham juga, coba saja tengok saja duit di dompet. Apakah lembaran-lembaran merah bergambar Soekarno-Hatta itu masih ada atau justru sudah berganti dengan lembaran biru bergambar Kapitan Pattimura?

§ 17 Responses to Boros Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Boros Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: