Hening Pecas Ndahe
Agustus 5, 2008 § 78 Komentar
Di tengah suara bising dan berisik yang berkelindan menjadi sengkarut, mungkin sekarang saatnya kita berhenti sejenak dan menengok telaga yang tenang.
Becerminlah dan melihat lebih dalam di balik bayang-bayang yang lindap. Barangkali kini waktunya kita merumuskan kembali apa yang mesti kita susun dalam ujaran kehidupan.
Begitulah piwulang Paklik Isnogud yang selalu terngiang di telinga setiap kali saya di tengah kelimun kabut dan badai yang membutakan mata angin.
“Sebab hidup,” kata Paklik, “bukan cuma kata-kata yang berisik. Diam, kekosongan, juga keheningan, adalah penduduk lain dari kehidupan.”
Maka, senja itu, ketika matahari kembali tidur di barat dan meninggalkan semburat keemasan, Paklik pun mengudar wejangan tentang sebuah perjalanan, satu titik dalam setiap kehidupan.
“Belajarlah tentang hidup dari sungai seperti Sidharta Gautama, Mas,” kata Paklik. “Sebab sungai memiliki bermacam-macam suara.
Sungai memiliki suara seorang raja, pendekar perang, lenguh seekor sapi jantan, jerit kelelawar, erangan wanita yang tengah orgasme dan desahan pria yang kasmaran. Dengarkan, maka sampean akan belajar dan kemudian tahu apa makna kebisuan.
Kadang-kadang kita perlu menjadi bisu. Bila sampean sudah mengenal kebisuan, sampean akan tahu bahwa pengetahuan dapat dikomunikasikan, tapi kebijaksanaan tidak.
Kita dapat menemukannya, hidup dengannya, diperkuat olehnya, menciptakan keajaiban melaluinya, tapi kita tak dapat mengkomunikasikan dan mengajarkannya.
Jangan sampai sampean terjebak dalam belantara teks atau kalimat. Sebab, kata senantiasa bergerak antara kamus dan konteks. Ia terus-menerus berada dalam keadaan yang tak stabil dan tak seratus persen pasti.
Manusia akhirnya memang tak bisa punya satu kamus, bahkan di dalam kepalanya sendiri. Sedihnya ialah bahwa orang sering menganggap harus ada satu kamus untuk semua orang.
Sedihnya lagi ialah bahwa dalam komunikasi yang mau serba cepat kini, kita sering luput untuk ‘menunda’ memberi arti, alpa menghayati ketidakstabilan di dalamnya.
Penyeragaman, dengan demikian, adalah gagasan yang gegabah. Ia mengabaikan keragaman. Ia menafikan kenyataan bahwa warna daun pun tak pernah sama.”
Saya ingat, ketika Paklik mengakhiri wejangannya itu, sepucuk daun luruh. Saya lihat warnanya kesumba.
>> Selamat hari Selasa, Ki Sanak. Apakah hari ini sampean sudah belajar tentang keheningan?
ThinxXx:: Selesai sholat subuh terasa hening ndoro hati jadi lereb, tenang, semangat kerja lagi di hari selasa ini..
inilah yang terlintas di benak gue setiap berjumpa dengan para pemuja kata, tersesat di dalam belantaranya, gemar membikin dalih atas setiap kelakuannya dengan sejuta kata. ah, who am i to judge…
Adem beneeerrr…..huaahh…!!!
*Salam buat Paklik Isnogud*
satu lagi, saya suka suara erangan seorang wanita yg tengah orgasme 😛
saya hening ndoro
hening. mengeja makna peristiwa kemaren
o tnyata tidak semua teman itu baik.
hmmmm… Silent is golden…
Perbedaan membuat dunia ini kaya dan berwarna ndoro, seperti pelangi. Maka marilah kita sikapi dengan hati yang tenang dan pikiran yang damai.
Saya berdoa semoga masalah ini segera selesai… dan kita bisa kembali bergandengan tangan semua, sebgai sahabat, saling memafkan dan meminta maaf… being forgiving-forgiven… and being grateful., kalo masih ada yg ngganjel dihati, dibicarakan antar pihak yg bertikai saja, sampai ditemukan kesepakatan. Itulah indahnya perbedaan…
Dalam keheningan, kita menemukan kebijakan…
Everything has a balancer ndoro..:) pagi ini sy hening dulu ah..alias bobo di mobil hehe..
“Manusia akhirnya memang tak bisa punya satu kamus, bahkan di dalam kepalanya sendiri. Sedihnya ialah bahwa orang sering menganggap harus ada satu kamus untuk semua orang”
yup…setuju ndoro…
saya terhening-hening membaca postingan sampean ooom 😀
belum pernah ndoro. belum pernah juga belajar tentang keberisikan.
Saya belajar untuk menjadi hening ndoro, tapi gak pernah bisa…..
Saya belajar untuk menjadi berisik nya tong yang berisi, tapi terus gagal….
Kenapa saya mesti ada di tengah-tengah ya ndro ????
Aku seneng caramu me-fade off suatu permasalahan , pelan-pelan tetap terkait tapi akhirnya “lerem” 😉
Splendid, Pakde 🙂
ndoro koq selalu bijak seh….tidak terima…tidak terima…
hening
*gk ada komen kali ini
tersadar dengan nyeyaknya…
Tuhan memperlihatkan hikmah dimana2.
sungkem Ndoro,
cari keramaian ah biar kagak hening.
Dalam dunia penuh informasi ini Ndor banyak orang merasa lebih ingin didengarkan.
namun terkadang mereka lupa untuk mendengarkan.
*manggut manggut*
saya juga lg cool pak de
Adem e, Ndoro… kemarin-kemarin nggak sabar rasanya nunggu kehadiran Paklik Isnogud, pusing sendiri ditengah belantara maya yang riuh rendah oleh ratusan jenis suara, seperti berlomba saling memekik minta didengarkan, terlupa untuk mendengarkan keheningan dari hati.
“the eloquency of silence” ya ndoro?hehe
“Sebab hidup,” kata Paklik, “bukan cuma kata-kata yang berisik. Diam, kekosongan, juga keheningan, adalah penduduk lain dari kehidupan.”
>> “Saya setuju Paklik… cuman… kadang, banyak nyang ndak menyadari atau pura2 ndak menyadari kalau apa nyang dilakukan telah “mengusik” keheningan nyang juwega merupakan penduduk lain dari kehidupan nyang Paklik wejangkan itu.
Saya jadi teringat dgn piwulang Pakdhe saya Paklik. Beliau ngasih wejangan tentang filosofi catur. Pakdhe saya mangatakan… kalo setiap langkah nyang dilakukan tentunya sudah dipikirkan masak2 karena langkah nyang dilakukan itu merupakan dasar untuk melakukan langkah2 selanjutnya.
Jadi katanya…. kita ndak boleh gegabah melangkah. Apalagee elorating-nya dah setaraf dgn Utut Adianto dan lagee… sebaiknya jgn disambi dgn ndegerin ato bergoyang ndangdut… “main catur” itu ndak isahh seenaknya…. meskipun kita suka musik ndangdut.
Karena langkah nyang kita lakukan belum tentu dijawab lawan sesuai dgn prediksi kita. Nahh… Jika jawaban dari langkah lawan nyang diberikan tidak sesuai dgn perkiraan kita… tentunya tetap harus ada langkah jawaban pula dari kita… nyang tentunya juwega lebih jitu/baik.
Kita ndak boleh meninggalkan “papan catur” begitu aja karena lawan bereaksi nyang tidak sesuai dgn prediksi kita. Harusnya kita juwega menyadari bahwa ada beratus-ratus… bahkan beribu-ribu jawaban dari setiap langkah nyang kita lakukan… Begitu kata Pakdhe saya Paklik…
Mendengar wejangan dari Pakdhe saya ituhh…. saya juwega manggut-mangut seperti ponakan nJenengan Paklik.
Oh iya paklik… saya juwega ingat ketika Pakdhe saya ngasih wejangan itu, sebuah bidak jatuh didekat kaki saya, setelah saya liat warnanya putih tapi ada sedikit kotoran hitam nyang menempel di body-nya. Saya ndak ingin hanya melihat ajahh…. maka saya ambil bidak itu dan saya coba bersihkan biyar kelihatan jelas warnanya. Putih.
Btw… terimakasih. Paklik tlah berkenan hadir (lagi)… Ngomong-ngomong… Paklik teu catur ndak..?? Kalo ular tangga…?? Halma..??
Dalam keheningan, Ndoro, kita bisa dengan jelas mendengar suara kentut. Ada yang dengan bangga tunjuk tangan mengaku, ada yang menyangkal mati-matian, ada yang menuduh semua orang kecuali dirinya, ada yang hanya mesem-mesem penuh arti, ada pula yang termenung, bersila, lalu menuturkan kisah mengenai gas amonia dan implikasi sosiologisnya. Ah, ya…perbedaan yang indah ini harus kita pelihara terus sampai cucu-cicit kelak.
Sementara itu, ada yang sekarat perlahan-lahan keracunan kentut. Nanti bakal ada orang luar yang menuduh kita adalah kelompok penggemar kentut. Memang ini tidak pernah mudah, selalu ada harga yang harus dibayar untuk menjaga warna-warni kamus yang cantik ini. Tapi manusia boleh berikhtiar, bukan?
Bener2 deh sayah salut ama blognya ndoro ini. Kadang nggosip abis, kadang merenung daleeemm banget…
hening tidak sama dengan diam
Kosong adalah isi. Amitaba …
hening terkadang memang indah ndoro…
saya hening koq ndoro… tanya aja
Saya tak mau hening!
Saya pengin dangdutan!!
Ayo mainkan musiknya, lanjutkan goyangannya!!!
…
zzzzz …. zzzzzzz …. zzzzzzz …. zzzzzz
yah memang saat hening itu banyak inspirasi. mengimbangi dunia yang semakin hiruk pikuk.
tumoto tumiti tumentrem.. selaras ing penggalih..
*) daripada gak komen aja.. 😀
saya suka analogi “hening dan kentut”-nya catshade.
kok bisa2nya kepikir ke situ :))
selamat hari selasa juga, pak.
nimbrung ah..
hening, adalah juga salah satu wujud dari bahasa, salah satu wujud dari sikap..
hening, memang bs ditafsirkan sbagai kalah dan menyerah, hening bisa ditafsirkan sebagai marah, hening, bisa ditafsirkan menjadi beribu kata..tapi, hening pada dasarnya adalah sikap yang intim…orang lain berhak menafsirkan, tapi kebenaran tafsir dari hening itu sendiri adalah mutlak hak sang pemiliknya..
jadi, kenapa ga kita biarkan aja ndoro tenggelam dalam heningnya?kita jadikan aja heningnya ndoro bagi kita adalah layaknya sebuah mantra, ga perlu kita tafsirkan?ga perlu kita adili?
kita (baik yang merupakan pihak2 yang tersangkut langsung dengan kasus ini maupun sekedar pihak yang ikut nimbrung), bukannya juga lebih baik untuk melarutkan diri dalam hening dalam bentuk dan kapasitas masing2?melihat ke dalam diri sendiri, tanpa perlu menafsirkan, tanpa perlu mengadili..
hhmm, sampean bukan sedang menyentil postingan terakhir saya toh Ndoro?
.::he509x™::.
koq jadi inget sama (alm) chryse ya ndor…
SELOSO= selo-selone menungso…
?_?V boooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
*bingung melongo sambil ngeces2*
bikin tidurrr…
groookk…
Wah, aku koq nggak pernah dengar suaranya sungai sih?
ngebayangin Ndoro berpetuah sambil ngelus2 janggut putinya.. waah bijak banget deh pkoknya 🙂 🙂
Sepertinya Ndoro Kakung sedang menanggapi sebuah permasalahan yang diangkat di blog lain…
Sepertinya, saya sendiri juga tidak tahu dan tidak harus tahu… 🙂
saya ndak bisa ngomong jadinya ndoro..
tapi ndoro benar.. saya lagi belajar hening..
Jadi inget film kera sakti nih,
biasanya biksu Thong sering bilang, “isi adalah kosong, kosong adalah isi…”.
😛
mengheningkan diri itu bagus sekali untuk introspeksi diri.
btw, pecas ndahe itu artinya apa sih? dan ki sanak itu apa/siapa?
Aku suka keheningan, oleh karena itu namaku…. silent reverie 😀
adakah keheningan di dunia ini?
Pemadam sudah cukup ndoro, biarkan sisanya jadi arang. Di dalam riuh ya Ndor? Saya mengerti *mangut-manggut*…..Memang Ndoro, begitulah…saya paham…iya ….gak papa Ndoro…Besok ngopi? Baik Ndoro.
Sssst..siapa yg dpt pelajaran paling banyak? Ya yang posting.
hening? wah disini jauh dari hening..
duww… saya juga ingin hening, biar bisa mikir jernih..
pssstt… hening donk…..
nDoro…
mohon pencerahan…
xT_Tx
apa perlu saya semedi untuk mencari keheningan?
kalau hening, kepala saya makin sakit!
apa ada jalur sms seperti : KETIK REGNDORO dan kirim ke 9888 ?
tolong dipikirkan, nDoro… siapa tau, saya tidak perlu repot2 buka penjelajah dunia ini untuk mendapatkan pencerahan dari nDoro…
*ngacir*
Salam kenal. Kemarin saya sampe bingung mau ngomentari apa atas keramaian disini soal penipu itu. Sebagai bayi saya celingak celinguk n terkaget2 tapi baca tulisan ini hati saya merasa tenang…Oh..Ternyata dunia bloger teh kieu geuning..
waktu lagi ujian kenapa hening ya!
wekekekekek
Salam kenal semuanya n Pecas ndahe itu artinya apa?
Mengheningkan cipta…m u l a i !!!!!
*gugur bungaku di taman bakti…
di haribaan pertiwi…
harum semerbak menambah sari..dst*
A wise man speaks because he has something to say. A fool speaks because he has to say something
Mengheningkan cipta…
Mulai!
Indahnya berbeda tanpa harus memaksakan kehendak.
CATSHADE,..tumben agak adem, biasanya ngamuk ngamuk..habis ikut anger management ?
Mudah mudahan ini bukan bentuk ikhtiarmu
hening yang paling hebat itu justru ketika berada di tengah keramaian. karena tak semua orang bisa pergi ke sungai seperti sidharta dalam cerita herman hesse itu, mungkin analoginya diubah menjadi “pergilah ke jalan raya: Sebab jalan raya juga memiliki bermacam-macam suara.”
*berbahagialah orang yg masih bisa menemukan hening di tengah keramaian, di gegarnya jakarta*
Salam
Hening bisa membuat segalanya menjadi jernih,,duh saya pikir saya butuh hening hari ini..trims ndoro atas postingannya..sejuk rasane..hmm *menghela nafas*
hening sawah
bau daun padi
semilir angin sepoi
hening sawah
adaww….ada yuyu njepit jenthik sikilku
Kalau kita sering berbicara kadang kita suka lupa untuk mendengar. Keheningan memang terapi fikiran yang ideal, agar kita bisa lebih mengenal diri sendiri.
Memang ndor, dalam keheningan kita dapat menata pikir, menata hati menata sanubari, mangkanya kadang2 kita perlu waktu untuk menyepi, merenung kembali segala langkah dan laku kita…. ..
hening…
Blognya bagus bener.
hascarya Berkata:
Agustus 6, 2008 pukul 11:52 am
Blognya bagus bener.
SEBAGUS YANG PUNYA, 🙂
*tuing..tuing*
saya belum bisa hening ndoro?
apa hening sama dengan anteng??
saya masih terus bergejolak…mohon pencerahannya
hmmm… rupanya semua juga tidak tau pecas ndahe itu artinya apa dan juga ki sanak itu artinya apa..
sama saja dengan saya.. coba kalo ada yg tahu, saya diberi penerangannya.. thx.
Duh Ndoro..Dalem banget postingannya..
Hening…
dalam keheningan satu2nya suara cuma yang ada di kepala ya ndoro?Nikmat sekali…
selamat hening semuaa….
ssssstt..dimulai…
Saya sering kecup hening isteri saya…. terus dibalas kecup anu saya….
*halah*
paling enak, baca buku sambil minum kopi pas tengah malam di perempatan kantor pos jogja, ndoro.
*teringat masa2 awal kuliah.
hening itu indah, ndoro 🙂
Silencio! Saya mau kentut…
Sebagai masukan :
1. Habibie pernah berkunjung ke Soeharto tapi waktu itu Pak harto tidak enak badan gak bisa menemui
2. Gus Dur pernah berkunjung ke Habibie baik di Kuningan-Jkt maupun di Jerman, dan sampai saat ini kalo Habibie ada di Indonesia mereka ketemuan
3. Gus Dur sering ketemu Mbak mega, baik saat menjabat maupun tidak.
4. Gus Dur beberapa kali mengujungi Pak harto, di Cendana, di RSPP
5. Gus Dur satu kali berkunjung ke SBY di Cikeas dan ke istana merdeka
6. Mbak Mega beberapa kali ke rumah Gus Dur di Ciganjur
7. SBY pernah ke rumah Gus dur sebelum menjabat. Saat sudah menjabat sekali ke rumah Gus Dur waktu mantu.
Sekian info-nya. saya punya fotonya tapi mohon maaf tidak utk dipublikasikan. Terimakasih.
Maaf Ndoro, ini buat Rima Fauzi,
pecas ndahe itu semacam dalil wisdomnya orang Jogja sana artinya kira-kira kayak “Paskat Suzeha dan MS Kabat adalah menteri-menteri Kabinet”, atau “obat sakit kepala cap Bintah Tujung”. Ndase=gundule=palanye=mustakanipun=one’s head. Pecah=njeblug=mbledos=broken.
Ki Sanak itu kira-kira sama dengan Senhor, Signore, atau Segnor, panggilan hormat untuk orang yang belum kita kenal. Selamat menikmati.
People hearing but not listening,
People talking but not speaking
Kira – kira itu petikan lirik lagu Simon & Garfunkel yang membekas dalam ingatan begitu membaca tulisan Pakdhe Ndoro ini, whether it’s nyambung or not .. pede aja lagi!
Mungkin nyambung tapi otak saya memang sering kehilangan rangkaian sambungannya dan hanya memunculkan endingnya saja (pekok tenan)
Maapkan saya yang telah membocorkan rahasia kehadiran Ndoro di Jogja :))
Mas Bei: Terima kasih atas penerangannya.. jadi mungkin padanannya dalam bhs jakarta mirip “pala lu peyang” atau bahasa inggris “…., my ass”
akhirnya saya ngerti juga, udah lama pengen tau ini artinya apa.. dan juga utk Ki Sanak..
🙂