Demonstrasi Pecas Ndahe

Februari 4, 2009 § 84 Komentar

Inilah salah satu foto yang membuktikan bahwa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Abdul Aziz Angkat dipukul dan akhirnya meninggal dunia.

Handaya Wira Yuga [Waspada Online]

Foto: Handaya Wira Yuga (Waspada Online)

Pelaku pemukulan diduga adalah orang-orang yang berunjuk rasa menuntut pembentukan Provinsi Tapanuli di Medan, Sumatera Utara, kemarin.

Dalam aksi brutal yang ditayangkan di layar televisi itu, massa terlihat kalap, kesetanan. Mereka merangsek masuk ruang sidang gedung DPRD, lalu main lempar kursi, botol, seraya berteriak-teriak seperti kaum barbar.

Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Aziz Angkat tak luput jadi sasaran pemukulan. Ketika hendak dievakuasi, dia masih juga ditarik dan didorong. Sungguh malang, Abdul Aziz akhirnya tak tertolong, pingsan, dan akhirnya meninggal.

Tapi Markas Besar Kepolisian RI menyatakan Abdul Aziz meninggal karena serangan jantung, bukan karena pemukulan.

Irsan Mulyadi (Antara)

Foto: Irsan Mulyadi (Antara)

Apa pun penyebabnya, jelas terbukti bahwa Abdul Aziz dianiaya. Dan, akhirnya menjemput ajal. Sungguh tragis.

Beginikah cermin demokrasi kita? Ke mana pula para polisi yang seharusnya bertugas melindungi wakil rakyat itu?

Teman saya tiba-tiba nyeletuk. “Demonstrasi memang bagian dari proses demokrasi. Tapi kekerasan, anarkisme, dan premanisme adalah kriminalisme murni. Itu dua hal yang berbeda, Mas.”

>> Selamat hari Rabu, Ki Sanak. Apakah hari ini sampean masih merasa bahwa kita adalah bangsa yang beradab?

Tagged: , , , , , , ,

§ 84 Responses to Demonstrasi Pecas Ndahe

  • naufalaziz berkata:

    Tentu kami masih beradab, kecuali yang sudah tidak lagi. Apa yang salah dengan sebenarnya dengan negeri ini, ataukah memang hanya segelintir orang itu yang makin gila, gila dunia, gila kuasa. Semoga pelakunya mendapat balasan yang setimpal, tunggu tangganmu angkat bicara atas apa yang kau telah lakukan kepada saudara kami bung!

  • Chic berkata:

    saya kaget denger beritanya tadi di tipi.. sungguh biadab. tapi kok mereka (pendemo itu) kok bisa masuk segala ya? emang penjagaan kurang gitu?

  • gRy berkata:

    sedih saat mendengarnya ndoro
    tragis memang
    dan satu lagi..
    coretan hitam di demoksrasi-nya INDONESIA

  • Darmawan berkata:

    saat kekerasan menjadi jalan untuk meraih keinginan

  • nicowijaya berkata:

    liat aja siapa aktornya

  • itha berkata:

    bodoh, maybe? terlalu byk orang2 yg bodoh di negeri ini. ada yg pintar tapi egois. ada yg kepinteran. ada yg sok pintar. ada yg.. sigh. too much.

  • ekowanz berkata:

    tadi baru liat liputannya ditivi..sblmnya cuma berita onlen aj…wuiih dah anarkis bener anarkis. Sigh…diimana tanggung jawab demokrasinya

  • apakah ini indikasi bahwa demokrasi kita membaik? rasanya tidak apapun alasannya perbuatan seperti itu bukanlah ciri bangsa beradab

  • Catshade berkata:

    …kalau wakil rakyat tidak mau menemui demonstran secara bergerombol/rame-rame, dibilang pengecut dan dikatai macam-macam. Lha, ada yang mau nyamperin langsung kok malah jadinya begini…:?

  • suryaden berkata:

    langit demokrasi memang sudah mulai runtuh ndoro…
    cas ndahe tenan ini, sedih saya…

  • serdadu95 berkata:

    Suwangat menyedihkan.

  • omoshiroi berkata:

    jadi mereka-reka apa yang bakal terjadi ketika banyak yang tdk terpuwaskan oleh pemilu nanti..

  • senoaji berkata:

    rakalap… kayaknya mulai mengkultum otak bisa waras kalo ditaruh diotot lengan dan kepalan tangan… nasib2

    senoaji

  • DV berkata:

    Wah saya malah baru tahu dari blog ini….
    Sepakat dengan Omoshiroi, gimana Pemilu nanti ya?
    Apa perlu setiap yang kampanye pake pelindung wajah kayak petinju amatir gitu?

  • sophia berkata:

    Astagfirullah…
    sungguh prihatin dg adab para bromocorah itu…
    coba, Ndor…mereka diajarin nyampein pendapat lewat blog aja…
    tak usah pake tinju, tur iso lucu…

  • fickry berkata:

    tidak ada kata kompromi atas pembenaran dg kekerasan. Dengan alasan atau logika apapun.

    Hell…

    *miris, seorang intelektual muda dan agen of change spt itu, gmn mo mbangun bangsa jika kelakuak kyk di rimba.* sigh.

  • Ries berkata:

    Deuh, serem bgt dikeroyok seperti itu 😦
    Setuju dgn komen2 diatas, semoga Pemilu 2009 nanti pengamanannya bisa lebih baik.

  • Niff berkata:

    indonesia memang negri yg aneh
    ketika israel menyerang gazza mengutuk secara keras
    eh kok kelakuan kita sama biadabnya!

  • blogngeblog berkata:

    Sangat mengerikan ya

  • pailo berkata:

    sedih aku
    anyel aku

  • kifly01 berkata:

    kasian ya nasib Ketua DPRD Sumut. Wakil rakyat jadi korban rakyat banyak

  • arsyad berkata:

    jadi wakil rakyat zaman sekarang gampang2 susah. gampangnya karena semua orang bisa jadi pejabat mendadak. susahnya ya seperti ini menghadapi rakyat yang lagi ngamuk…
    banhyak anggota dewan di beberapa daerah lari ketakutan melihat kerumunan massa.
    prihattin…..

  • lekdjie berkata:

    Tampaknya,negeri kita semakin kebarat-baratan ndoro.saking baratnya,sampe kebablasen.anarkis,barbarisme!
    Indonesia ga lagi memakai demokrasi pancasila yg waktu smp itu kalo ga salah berasaskan musyawarah untuk mufakat.sekarang,liat aja ndoro,voting alias suara terbanyak yg pegang kuasa,yg kalah siap2 bikin pasukan tempur untuk demo besar2an…benar2 liberal.hiks…
    Indonesia ternyata semakin ngga ngINDONESIA…
    Sedih aku,anyel aku…

  • sawung berkata:

    itu petugasnya gimana seh?
    kok bisa demonstran itu bisa masuk?
    Ada SOP yang dilanggar atau ini kesengajaan?

  • frozenmenye2 berkata:

    gini nih…klo dikit2 demo…dikit2 demo, demo kok dikit2…. fiuh….kekerasan kan bukan sebuah solusi….mudah2an kasus ini segera diusut, agar nyawa yang sudah melayang tidak menjadi sia2.

  • imam berkata:

    Saya hanya bisa berdo’a semoga bagi Pak Aziz kematiannya menjadi akhir yang baik, karenanya dilapangkan jalannya ke surga

  • inikian berkata:

    kaget denger kabar ini, Semoga amal beliau diterima disisiNya dan keluarga diberi kesabaran. Juga keadilan ditegakkan.

    oia..semoga bukan karena sesak…kalo dari foto pertama terlihat yang ngawal memeluk terlalu kuat..pan jadi sesek..

  • kai berkata:

    demonstrasi jadi berbahaya banget akhir2 ini.. rawan disusupi ama org yg gak bertanggung jawab..

  • anake pak slamet berkata:

    bingung…
    apa yang diartikan dengan demokrasi oleh bangsa ini? katanya demonstrasi adalah bagian dari demokrasi, tetapi apakah kematian merupakan bagian dari demokrasi?
    adakah demokrasi yang menggunakan hati nurani? walaupun kita tahu saat ini penuh dengan janji-janji, entah kapan ditepati?
    semoga rakyat Indonesia bisa belajar dari kejadian ini dan semakin dewasa dalam berdemokrasi

  • giyem berkata:

    pita hitam untuk bangsa ini

  • budimeeong berkata:

    Bangsa ini tentunya beradab, terkenal dengan keramahan dan senyumannya, jika melihat dan mendengar kejadian seperti diatas, kayaknya udah keluar dari adab bangsa ini

  • Bang Fer berkata:

    Demokrasi yang salah kaprah….

  • ulan berkata:

    serem juga yak..

  • Duto Sri Cahyono berkata:

    Terlepas dari masalah kekerasan yang menimbulkan korban…..
    Coba tengok, siapa sesungguhnya yang mengajarkan masyarakat Indonesia yang konon sopan santun dan beradab ini kepada tindak kekerasan?
    Apakah itu benar muncul dari sikap barbarism yang sudah melekat dalam diri setiap makhluk hidup? Ataukah itu sekadar letupan amarah yang tertahan di negeri yang konon mengenal demokrasi ini?
    Persoalan bisa beranjak dari rasa sumpek hidup sehari-hari. Bisa dari masalah sosial, ekonomi, dan segala tetek bengek kesumpekan hidup orang menengah-bawah Indonesia saat ini.
    Kenyataannya bahwa para penguasa membiarkan saja kesumpekan hidup itu bersimaharaja di singgasana kemiskinan batin orang Indonesia.
    Kemiskinan batin muncul dari kemiskinan dialog antara penguasa dan rakyatnya.
    Ketika para penguasa asyik berdialog mengenai bagaimana mempertahankan kekuasaan dan memperluasnya, mereka lupa berdialog dengan pemberi legitimasi atas kekuasaan mereka: Rakyat…
    Kadang masyarakat tidak bisa mengikuti pola dialog para penguasa yang menggunakan kata-kata “sesuai aturan” sementara penguasa sendiri selalu mencuri-curi kesempatan untuk mengubah-ubah peraturan agar sesuai dengan kepentingan mereka…
    Rakyat merasa tidak sabar ketika mereka merasakan adanya ketidakadilan yang segera dibereskan. Sementara penguasa berdiplomasi dan berkata “sabar…sabar…sabar…”.
    Benar memang, tindak kekerasan fisik apapun bentuknya, tidak bisa ditoleransi. Tetapi kekerasan yang dibungkus dengan kata berbunga-bunga, juga tidak bisa ditoleransi…
    Kembali ke persoalan di Sumut sana, maka unjuk rasa tersebut adalah ungkapan kekecewaan yang beretumpuk di hati warga setempat mengenai ketidakadilan yang mereka rasakan. Terlepas dari ada-tidaknya kompor bin provokator, maka kalau tidak ada minyaknya juga nggak akan menyala…
    Ya, selesaikanlah persoalan kekerasan itu berdasar hukum yang berlaku. Sementara, “kekerasan” berbungkus kata-kata diplomatis, juga harus dihaopuskan dari muka bumi karena “tidak sesuai dengan perikemanuisaan dan perikeadilan”.
    Selama “kekerasan” yang “halus” terus berjalan, maka kekerasan fisik akan terus bermunculan…
    Tidak ada asap kalau tidak ada api…

  • seno berkata:

    bangsa yang (tidak) besar adalah bangsa yang (tidak) menghargai demokrasi.

  • Duto Sri Cahyono berkata:

    Banyak rakyat Indonesia yang mati perlahan-lahan tetapi pasti…mati. Mati penghidupan pada saat raga masih bernyawa, lebih menyesakkan dada. Banyak orang masih mau dan bisa berkata gagah bahwa “lebih baik mati berkalang tanah ketimbang hidup bercermin bangkai”… Tetapi, tidak kurang-kurang penguasa yang berprinsip, “Lebih baik hidup berkalang bangkai saudara sendiri dan teman-temannya, ketimbang mati terhormat sebagai sahabat….”

  • kita berkata:

    heemmm,,sungguh2 tidak ber*dab..

    k*jam

  • ndoro, polisi kan datang setelah selesai kejadian, atau kalau ada di TKP, kalau diperintah komandannya baru action.

    atau kemungkinan yang terakhir, seperti survei TII, di kasih duit dulu baru action.

    huh! dunia semakin gak manusiawi saja.

  • agung prasetyo berkata:

    kita sudah benar2 memasuki tahap democrazy nih kalo sampe begini kejadiannya.

    rakyat dan pemimpin kita masih harus belajar mengenai demokrasi yang baik dan benar…

  • hmcahyo berkata:

    harusnya polisi blh anarkis kalo begini!

  • hedi berkata:

    bikin mati orang kok demokrasi

  • brahmasta berkata:

    Secara tidak langsung kan kematiannya dipicu juga oleh pemukulan itu.
    Mengerikan demokrasi kita. Kalau sudah gini masih ada yang berani jadi anggota legislatif?

  • podelz berkata:

    kasihan melihat si bapak itu…
    dia cuma mengemban tugas, tapi jadi sasaran empuk. Menjadi pemimpin memang susah kisanak.
    orang-orang yang berdemo itu apa gak mikir ya? coba kalau mereka di posisi si bapak. inikah bentuk dari demokrasi “kebablasan” di indonesia?

  • duniahitam berkata:

    nah, sekarang pasti pada main salah-salahan deh. polisi yang gak sigap lah, politisi yang gak tanggap lah, demonstran yang silap. udah korban jiwa nih. kita lihat aja kelanjutannya. oh, siap-siap kecewa, ingat, ini indonesia 🙂

  • Juman Rofarif berkata:

    gambaran di sebuah pojok negeri kita… atau jangan-jangan itulah gambaran “normal” negeri kita…

    “kenyataan di negeri fantasi,” kata The Rock Indonesia dan KOIL…

  • nenden berkata:

    “Demonstrasi memang bagian dari proses demokrasi. Tapi kekerasan, anarkisme, dan premanisme adalah kriminalisme murni. Itu dua hal yang berbeda, Mas.”

    Jadi inget komentar seorang blogger di blog ku tahun lalu,ndoro, yang menggebu2 membela para demonstran anarkis itu.. Setuju sama teman ndoro, demonstrasi yang anarkis itu bukan demokrasi, tapi kriminal..penjarakan saja !

  • engeldvh berkata:

    Malu-maluin aja dah..

  • Ina berkata:

    Sebejat-bejatnya anggota DPR toh mereka manusia juga.
    Minta keadilan kok yo nebusnya dengan nyawa.

    Lama-lama kok haus darah semua…demo ujung2nya nyari yg berantem2.

    DEM!!

  • Epat berkata:

    damai indonesia…damai…..
    deuhkah!

  • ricohsanusi berkata:

    ga ada lagi aturan baku di republik *ndonesia ini,
    yg ada aturan2 masing2 pihak..

    pihak pendemo membawa aturan2 mereka sendiri,
    polisi dengan protap2 mereka,

    ga sinkron..
    dan salah satu hasilnya seperti diatas..

    “*ndonesia raya merdeka-merdeka, hiduplah *ndonesia raya…”

  • Mbelgedez™ berkata:

    .
    Kayak gitu kok ngakunya demokrasi, suuuu…!!! 😯

  • jkarel berkata:

    dua sisi melihat kejadian ini. sisi pertama psikologi rakyat perlu kita ubah bersama. aksi kekerasan tidak mengubah namun mencorng demokrasi. sisi kedua yang mau mengelola dan mewakili rakyat perlu benar-benar mementingkan kepentingan dan kebutuhan rakyat. kalau tidak aksi demikain akan terus berlanjut. mereka berubah kalau pengelola negara dan wakil rakyat bnar – benar mementingkan rakyat.

  • zenteguh berkata:

    payah kabeh wong2 demonstran iku….payah dan parah…!!!

  • racheedus berkata:

    Saya membayangkan, betapa tak mudahnya menjabat pemimpin. Betapapun baiknya suatu kebijakan dan aturan yang ditetapkan, tetap saja ada yang tidak setuju dan protes. Apalagi jika kebijakan dan aturan sejak awal ada bau tidak sedap. Yang paling mengenaskan adalah jika ketidaksetujuan dan protes itu berwujud aksi brutal seperti yang menimpa almarhum Abdul Aziz Angkat tersebut. Di sisi lain, memang tidak mudah mengawal sang pemimpin. Meski sudah ada pengawalnya, tetap si ketua DPRD tak bisa mengalahkan ribuan orang yang mengerumuninya. Wong, George Bush yang selalu dijaga ketat aja bisa dilemparin sepatu.

  • gerakanpmiikebumen berkata:

    saya kadang sedih melihat media diindonesia………………… media sekarang sudah tidak melihat pada funsinya, yang dilebihkan media hari ini adalah bagaimana menyorot sesuatu yang bernilai min sehingga dipandang oleh masyarakat juga mins.
    misal sering gerakan perubahan yang menuntut sistem agar lebih partisipatif dengan melakukan gerkan jalanan atau demontrasi untuk menyampaikan aspirasinya, kemudian didepan baik DPR, Pemerintahan atau instansi lainya dihadang aparat atau lainya yang kemudian terjadi adu fisik, persoalanya kenapa media meyorot hanya pada sisi adu fisiknya yang kemudian ditayangkan ditelevisi atau media lainya, sementara media tersebut yang mengkonsumsi masyarakat , ketida media memperlihatkan kejadian adu fiisik antara gerakan jalanan dan aparat yang muncul dari asumsi masyarakat adalah gerakan jalanan atau perubahan dianggap anarkis atau yang lainya, kenapa bukan pada bagaimana isi /rekomendasi aspirasinya yang disorot.
    Saya kira media hari ini juga menjadi bagian dzoharol fasad fil ardi.

    saya kira kejadian di sumut itu bagian terkecil dari tugas reformasi

  • kyai slamet berkata:

    hmmm… turut berduka cita saja ndor…
    tapi yang jelas saya sudah jengah dengan isu pemekaran daerah. sedikit-sedikit minta pemekaran daerah, kabupaten baru, propinsi baru.
    menurut saya, pemekaran bukan untuk kesejahteraan masyarakat. pemekaran hanya menguntungkan elit, jabatan-jabatan baru akan terbuka lebar.

  • linda berkata:

    iya…makin ga bener tuh…
    demo yang wajar aja pada ga bisa apa yah..

    mpe harus mukul trus bikin orang meninggal..

    jangan bilang itu demokrasi dah 😦

  • Gusti Dana berkata:

    Salah satu potret betapa lemah dan kurangnya memahami arti demokrasi…

  • Treante berkata:

    menurut saia, kita adalah bangsa yang masih beradab, hanya saja… masih banyak orang yangbelum ngerti gimana demokrasi dijalankan…

  • dony berkata:

    pada akhirnya siapa yang tertawa ndoro ?
    saya melihatnya lebih kepada kerakusan elit-elit lokal untuk mendapat posisi baru di daerah baru 🙂
    emang kurang banyak yah provinsi kita sekarang ?

  • Pemerintah harus stop pemekaran, pemekaran wilayah harus ditinjau ulang karena tingkat keberhasilannya yang cuma 10%

  • budiernanto berkata:

    Hebat ya, bisa asal pukul gitu. Itu aja masih ketua DPRD, jangan2 presiden kita juga bisa diinjek-injek.

  • omiyan berkata:

    inilah bukti demi sebuah NAFSU yang bernama kekuasaan dan mereka tidak pernah memikirkan efek dari situ adalah dendam antar saudara yang dulu saling bahu membahu sekarang terpecah hanya karena sekelompok orang yang menginginkan kursi kekuasaan

    saya pengennya setiap pelakau agar wajhnya jangan di blur kalo ditayangin di TV karena takutnya kelak para pelaku mengajukan diri menjadi calon pemimpin

  • redaksi berkata:

    ANARKISME DEMOKRASI TAPANULI

    Betapa sombongnya kamu… Betapa angkuhnya kamu… meniti titian demokrasi berlumurkan anarkisme dan kemurkaan.

    Tapanuli, 3 februari 2009. Ribuan demonstran merangsik masuk gedung dewan. Merusak, anarkisme. Ketua DPRD, Abdul Aziz Angkat tewas dalam kejadian tersebut.

    Mendengar berita itu, aku langsung terkulai lemas. Seolah tak percaya. Semua bayangan indah demokrasi, telah lenyap dari alam fikiranku. Anarkisme kaum bar-bar bersembunyi di balik kata-kata kebebasan berpendapat.

    Batinku merintih perih, penuh luka, karena kepentingan sekelompok golongan, mengakibatkan luka hati yang dalam, dalam sekali dan sukar di pulihkan. Awan hitam sedang menyelubungi jalan demokasiku.

    Tapanuli, 6 februari 2009.

    Tiga hari setelah nya, dengan berkeras faham, kucoba kembali menata setiap kepingan yang tersisa, puing-puing sisa kekerasan masih melekat disana. Satu demi satu ku bersihkan. Dengan tujuan manjadi jalan kedepan bagi kebebasan demokrasi negeriku.

    sumber:

  • mesinkasir berkata:

    sejarah hitam indonesia kembali mencatat kebebasan super bebas yang tak terarah dan berujung tragis kembali terjadi, inikah tujuan kita dengan democracy?
    Saya heran cuman satu hal seandainya saja waktu itu polisi di ring 1 ada yng menggertak dengan tembakan peringatan keatas, belum tentu bisa seperti ini jadinya, takdir sudah terjadi. Namun akhirnya kapolri berani ambil langkah bagus dengan mencopot Kapolda Sumut dan Kapolwiltabes Medan, Tolong tangkap dan adili pelaku serta otaknya juga pak

  • Zulfi berkata:

    Ya mungkin demokrasi kita baru tahap segitu, ndoro…

    Lagipula justru mungkin pembelajaran bagi kita semua akan arti demokrasi. Sesuatu hal yang dari dulu hanya mampu kita eja, tanpa bisa kita nikmati…

  • looking for berkata:

    demonstrasi atau demomasak kalau kayak gitu caranya ?
    mendemokan apa yang “dimasak” supaya bisa matang …

  • nenyok berkata:

    salam
    betulkah dua hal berbeda dan tak ada hubungan sama sekali?

  • iBnu berkata:

    ini bukan demokrasi tapi demoCrazy

  • Audi berkata:

    Denger2 berita di tv, ternyata mahasiswa yg ikut demo dibayar 25rb. Duh, kalo males belajar (dan pengen cari penghasilan) mending duit orang tuanya yang buat bayar kuliah buat bisnis aja.

    Dan gue heran juga pas nonton rakyat tapanuli yang setuju pemekaran diwawancara. Lugu sekali mereka ngomongnya. Padahal sapa juga yang mau membela mereka. Wong itu cuma demi kepentingan elite2. hehe. Smart dikit napa

  • nangdara berkata:

    aduh,,,ternyata benaran ya…kok gak ada pengamanan sama sekali ya…gelo juga

  • dafitawon berkata:

    ya Allah ..
    kasihan banget tuh bupati …
    ck ck ck
    inikah yang dibilang demokrasi demonstrasi?????

  • WNI berkata:

    Seperti kaum barbar ndoro ? mereka emang barbar ! bkn seperti lagi

    o m g ,br sadar nih …perasaan …negeri ini makin buruk ya di berbagai hal,
    bener gak sih ?…ato cm perasaan ku ajah ?

  • anake pak slamet berkata:

    kalo pinjem istilah temenku… amsyong…

  • yanni berkata:

    Demokrasi dengan cara memaksakan kehendak? Ah, ironi..

  • varda berkata:

    waduh, saya ketinggalan jaman…

    kok jadi serem kondisi Indonesia sekarang? setuju sama comment no 1, bangsa Indonesia masih beradab… kecuali yang enggak.

  • Irsan Mulyadi berkata:

    Kalau saja kalian melihat langsung kejadian itu semua, mungkin air mata kalian akan berlinang.
    Demokrasi juga harus pakai mekanisme

  • rio berkata:

    wah parah banget sih

  • Conrad Muscara berkata:

    Nice post. One thing, i’m running Win 7 with the Firefox 4 Beta browser and your columns are overlapping a little. Though you may want to fix it 🙂

Tinggalkan Balasan ke Epat Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Demonstrasi Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta