Hidup Pecas Ndahe

September 25, 2009 § 69 Komentar

Apa arti hidup yang indah buat sampean?

Sampean barangkali akan menjawab dengan tiga kata: Twitter, BlackBerry, dan kopi. Tapi para pecinta produk Mac mungkin akan menjawab dengan kalimat lain, misalnya iPod di tangan kiri dan iPhone di tangan kanan.

Nah, yang ndak punya BlackBerry atau gadget bikinan Mac bagaimana?

Ho-ho-ho … tentu saja ada ribuan tafsir tentang hidup yang indah. Setiap orang pasti punya jawaban masing-masing.

Melihat gerimis jatuh di sore hari adalah sesuatu yang indah bagi si Badu. Di mata Mbak Centil, hidup itu indah kalau ada black tea latte, croissant, dan novel Rara Mendut. Mendengar burung berkicau itu indah bagi si Fulan. Menikmati daun-daun cemara yang melayang ke bawah itu indah bagi si Anu. Duit jutaan di kantong kiri dan kanan itu sesuatu yang indah buat Mat Kepeng. Ngebut di atas sedan sport itu hidup yang indah untuk Kang Balap. Dan seterusnya …

Lantas apa arti hidup yang indah buat saya?

Bagi saya, hidup yang indah itu berubah-ubah. Tempo hari saya merasa hidup begitu indah ketika bangun pagi dan mendengar gema takbir berkumandang. Kemarin saya menikmati hidup yang indah dengan membaca Perahu Kertas sambil ngemil kacang mede. Besok, mungkin hidup bakal lebih indah kalau saya tiba-tiba dapat hadiah undian miliaran rupiah.

Ah, ternyata hidup begitu sederhana buat saya. Saya mudah disenangkan oleh kenikmatan-kenikmatan yang mungkin sangat sepele bagi orang lain. Tapi orang lain mungkin harus mati-matian mengejar hidup yang indah agar merasa bahagia.

“Padahal kebahagiaan itu ada di benak dan sanubari kita masing-masing, Mas. Bukan di tempat lain,” demikian Paklik Isnogud pernah berkata.

“Nah, Australia,” kata Paklik lagi, “adalah satu-satunya negeri yang memiliki unta dan kebahagiaan. Memang sulit dipercaya bahwa ada negeri yang punya dua hal itu sekaligus, tapi saya tak bergurau, Mas.”

Menurut cerita, unta itu datang bersama rombongan imigran Afghan dua abad yang lalu, dan ternyata bisa berkembang biak di sana. Di belantara Australia kini bahkan ada unta-unta liar, dan orang harus menyiapkan jerat dulu untuk bisa menjinakkan makhluk ini.

Ada yang mengatakan unta Australia itu sampai kini hanya bisa dibujuk dengan ucapan Afghan dan sedikit lafal Arab (seperti nenek moyang mereka, bahasa Inggris mereka diperkirakan jelek sekali) tapi mungkin cerita ini tak sungguh-sungguh. Yang lebih masuk akal ialah bahwa unta Australia adalah unta bebas dan berbahagia.

Kebahagiaan memang salah satu ciri negeri itu. Dalam survei tentang Australia, The Economist edisi sepuluh tahun silam, mengutip satu pengumpulan pendapat yang membandingkan rasa bahagia orang di pelbagai negara. Diketahui bahwa orang Australia berada di tingkat atas. Orang Jepang, pekerja keras pembangun mukjizat pertumbuhan ekonomi itu, meletakkan diri di tingkat bawah.

Kenapa? Jawabnya: orang Australia adalah orang Jawa yang jauh lebih kaya. Mereka paham betul apa arti hidup yang tak ngoyo — persis seperti orang Jawa pada umumnya.

Tapi sebuah buku petunjuk terbitan 1986 menulis, “Satu di antara tiga orang di Australia bekerja untuk pemerintah, dan satu dari 10 menganggur. Kadang-kadang sukar membedakan mana yang menganggur dan mana yang bekerja untuk pemerintah.”

Aha. Hari ini tiba-tiba saya merasa hidup ini sangat indah karena menjadi orang Jawa yang belum sekaya orang Australia.

Selamat Idul Fitri 1430 H. Mohon maaf lahir dan batin.

>> Selamat hari Jumat, Ki Sanak. Apakah hari ini sampean merasa hidup ini indah?

Tagged: , , , , , ,

§ 69 Responses to Hidup Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Hidup Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: