Hati Pecas Ndahe
September 28, 2009 § 40 Komentar
Seperti apakah hati seorang lelaki? Cuaca yang mudah berubah atau lempung yang lembek?
Syahdan pada sebuah malam yang bisu, perempuan terakota duduk di atas bukit kelam. Ditatapnya nyaris tak berkedip lanskap langit yang bertabur gemintang. Sepi di sekitarnya. Hanya ada helaan napasnya sendiri. Dan desir-desir pasir yang terbang bersama angin. Kunang-kunang terbang kian-kemari. Terangnya mengerjap sebentar, lalu padam.
Di sebelahnya, lelaki wangi pandan rebah dalam buaian rumput lembut. Membeku. Tapi resah. Hatinya puspas. Malam ini saat terakhir mereka bersama. Esok, lelaki wangi pandan akan pergi meneruskan langkahnya, mengejar bayang-bayang.
“Look at the stars, dear. So untidy. I want to rearrange them,” kata perempuan terakota tiba-tiba. Suaranya memecah sunyi yang tipis seperti beling.
Lelaki wangi pandan seketika tertegun mendengarnya. Ia menganggapnya sebagai kegaduhan yang mencekam. Sebuah teror.
Hening. Jeda panjang. Detik berubah ke menit. “Begitukah yang selalu kau inginkan, perempuan? Kau selalu ingin menata kembali semua yang sudah menjadi puing-puing berserakan?” tanya lelaki wangi pandan kemudian.
“Kenapa kau heran? Aku perempuan. Mother of nature. Sudah sifatku memperbaiki keadaan. Betapapun remuknya. Aku merasa mampu. Ah, kamu memang tak pernah memahamiku, lelaki … “ perempuan terkota mendesah pelan.
“Ah kamu tak pernah berubah. Selalu merasa mampu. Tapi buktinya? Semua selalu berubah, perempuan. Bahkan yang tak pernah berubah itu adalah perubahan itu sendiri. Terimalah. Ikhlaskanlah. Usahamu percuma. Tak ada lagi yang bisa kauperbaiki. Apalagi hati.”
Perempuan terakota menggigit bibirnya. Tak pernah disangkanya lelaki wangi pandan akan sekasar itu. Adakah pijar-pijar itu sudah lesap bersama embun? Adakah getar-getar itu telah lenyap bersama waktu? Tak ada lagikah yang tersisa, bahkan untuk sekadar sebuah keramahan?
Sudah tiga purnama ini hidup memang tak sama lagi bagi mereka berdua. Semua berubah. Siang menjadi kian panas, dan malam semakin gelap. Sungai tak lagi mengalirkan air jernih. Burung-burung berhenti berkicau. Dan kelelawar keluar kesorean. Matahari kehilangan cahayanya.
Perempuan terakota baru menyadarinya sekarang, bertahun-tahun setelah mereka bertemu pertama kali pada hari kelima, purnama pertama, di sebuah musim gugur yang muram. Daun-daun luruh diterbangkan angin barat saat mata mereka saling bersirobok. Bunga-bunga berubah kelabu.
Lelaki wangi berjalan seperti merak dengan bulu-bulu kemilau ditimpa cahaya di tengah savana. Tapi ada yang aneh. Meski sekejap tersihir, perempuan terakota sempat melihat mata lelaki wangi pandan yang kosong dan redup bagaikan tungku kehilangan bara. Sinarnya redup bak lentera kehabisan minyak.
“Demi bukit-bukit dan gunung di utara, apakah gerangan yang membuatmu seperti lusuh lunglai ini, duhai lelaki wangin pandan?” perempuan terakota bertanya. Diusapnya punggung lelaki wangi pandan dengan kelembutan helai-helai bulu angsa.
Lelaki wangi pandan mengerjapkan matanya yang bundar bola pingpong. Bibirnya kelu. Mulutnya seperti baru saja menelan biji duku.
Setelah mengatur jantungnya yang berdegup kencang seperti genderang perang, lelaki wangi pandan menghela napas panjang, lalu berujar, “Aku baru saja berperang melawan Sang Takdir di lembah kegelapan. Meski awalnya aku mampu menandingi serangannya, taringnya terlalu kuat buat tameng hatiku. Aku terkoyak. Luka parah. Batinku terguncang bagaikan perahu cadik dihantam gelombang.”
Perempuan terakota mengamati tubuh lelaki pandan yang cuwil di sana-sini. Baret-baret luka itu memanjang sepanjang badan. Dan hatinya meneteskan butiran darah segar.
Perempuan terakota jatuh simpati. Direngkuhnya wajah lelaki wangi pandan ke dadanya yang setenang dini hari. Setelah itu, ajaib, segalanya berubah. Luka-luka itu mengering. Di atap pegunungan Himalaya yang dingin, salju meleleh. Kepompong menjadi kupu-kupu. Warna-warna pastel berganti ultraviolet.
Perempuan terakota adalah ramuan yang menyembuhkan segenap luka. Ia oksigen yang memenuhi paru-paru dengan kebahagiaan. Ia segala kebaikan yang dibawa alam ke pangkuan lelaki wangi pandan. Ia jawaban atas doa-doa yang didaraskan sepanjang siang. Sungguh beruntung lelaki wangi pandan menemukan perempuan terakota di ujung harapannya yang nyaris tak tepermanai.
Tapi itu cuma sebentar. Seperti umur jagung. Gerhana mendadak datang saat lelaki wangi pandan pulang seraya menenteng seuntai kembang di tangan. “Ini untuk kupu-kupu yang tadi kutemui di persimpangan. Ia telah memanah hatiku dan memalingkan wajahku dari dirimu, perempuan,” kata lelaki wangi pandan dengan paras seolah tak bersalah.
Kata-kata lelaki itu bagaikan gelombang tsunami yang menghantam dada. Perempuan terakota memandang takjub pemandangan yang bahkan tak pernah muncul dalam mimpi.
Selama ini perempuan terakota merasa dirinya bagaikan pelangi yang mengikat senja lelaki wangi pandan setiap hari. Bagaimana mungkin lelaki wangi pandan bisa berpaling darinya? Siapakah gerangan kupu-kupu taman yang mengecoh lelaki wangi pandan?
Lelaki wangi pandan enggan menjelaskan hikayat perjumpaannya dengan kupu-kupu bersayap kelabu. Ia merasa percuma saja menuturkan hidupnya yang sudah berubah kepada perempuan yang selalu menganggap dunia selalu saja selamanya.
Melihat lelaki wangi pandan hanya membisu, perempuan terakota pun meradang. Bagaikan singa betina yang terluka, ia bertanya dengan suara tertahan, “Seperti apakah sebetulnya hati seorang lelaki? Cuaca yang mudah berubah atau lempung yang lembek? Begitu mudahkah kau berpindah kepada bayang-bayang?”
Setitik kristal bening menghiasi sudut-sudut mata perempuan terakota. Seribu tanya menggantung di bibir lelaki wangi pandan. Dan “kita” menjadi sebuah kata yang retak dalam kamus hidup mereka pagi itu.
Kini, di atas bukit yang dicekam sunyi. Potongan-potongan adegan itu berputar kembali di atas kanvas malam perempuan terakota dan lelaki wangi pandan. Dua manusia duduk berdekatan. Dua hati yang berjauhan.
Langit bertabur gemintang. Sepi di sekitarnya. Hanya terdengar helaan napas. Dan desir-desir pasir yang terbang bersama angin. Kunang-kunang terbang kian-kemari. Terangnya mengerjap sebentar, lalu padam.
>> Selamat hari Senin, Ki Sanak. Bagaimana rasanya mulai beraktivitas kembali di awal pekan?
Beri peringkat:
Terkait
Tagged: cerpen, liris, metafora, prosa, relasi
Selamat hari Senin juga Ndoro… 🙂
Senin ini saya hanya mau berterima kasih kepada Idul fitri kemarin yang telah memberikan, canda , tawa, tangis, kebahagiaan, keharuan bagi keluarga saya dan mungkin keluarga-keluarga lain di Indonesia yang merayakannya. Semoga kita masih bisa bertemu Idul fitri tahun depan. Amin.
Kenapa kunang kunangnya mengerjap hanya sebentar..? :p
wuih.. salam kenal ndoro..
dalam banget tulisannya…
dan selamat hari senin juga (walau aktifitas belum dimulai karena masih tengah malam.. :D)
sooo sweettt….
Nggak nyangka Ndoro mampu merajut serpihan2 kata menjadi bangun karangan yang indah dan dalam… 😉
Nggak nyangka? kikikik… *ke mana aja.
lam kenal ndoro…top sekali..
sangat dalam..mbah ndoro, good
Ndorokakung dan tulisan-tulisannya selalu menjadi inspirasiku dalam membuat tulisan.
thx ya ndoro buat tulisan-tulisannya dan selamat hari senin, selamat beraktifitas.
lelaki wangi ngga suka ya, kalau perempuan tera membenahi yang berserak? apakah yang berserak itu sebenarnya sudah rapi di mata lelaki wangi? kalau tidak ada kupu-kupu itu, akankah lelaki wangi tetap juga pergi?
selamat hari senin pakdhe.
yang saya saluti dari setiap postinganmu adalah bahwa pertanyaan setiap akhir postingan itu banyak ‘menolong’ mereka yang malas mbaca dari awal sampai akhir tulisan dan langsung saja ‘njujug’ ke situ dan menjawabnya… kali ini, seperti saya..:)
OK, jawaban saya, saya siap menghadapi aktivitas baru, secara di sini ngga ada libur Lebaran kemarin 🙂
bersyukur deh ndoro saya masih bisa beraktivitas….
[…] Hati Pecas Ndahe « Ndoro Kakung ndorokakung.com/2009/09/28/hati-pecas-ndahe-2 – view page – cached Seperti apakah hati seorang lelaki? Cuaca yang mudah berubah atau lempung yang lembek? — From the page […]
selamat jam setengah delapan ndoro kakung…
dan aku menangis …
berusaha tuk tak meratap …
memahami yang sudah habis …
tak ada lagi harap
Dan saia masih bertanya-tanya kenapa Ndoro pake atribut perempuan terakota dan lelaki wangi pandan? (okok)
Cia ilah ndoroooo… 😛
Awal minggu nyawaku blom ngumpul nih..duh..
Wah, masih malas beraktivitas, Ndor..
menggetarkeun!
err.. postingannya menghipnotis, sampe2 saya ga ngeliat koneksinya dengan pertanyaan di bawahnya 😛
yang pasti sih, senin ini berasa ngantukzz…
ain’t over til it’s over 😉
selamat hari senin menjelang malam selasa ndoro yang selalu berkata dengan segenap “hati”…
wahai perempuan terakota…
wahai laki-laki wangi pandan…
…tak sadarkah kalian, banyak mahluk bumi yang bernama manusia, justru mengumbar kata “jauh di mata dekat di hati”. kenapa kalian memilih jungkir balik? kenapa kalian malah memilih sebaliknya “dekat di mata jauh di hati”…
pecahkan rangkaian ego itu hingga menjadi serpihan tak berbekas, rangkai kembali serpihan pengharapan hingga menjadi wujud yang terindah”
sekedar itu saja ndoro “yang dapat saya tanggapi dari hati untuk postingan hati”, mohon permaklumannya apabila ada sesuatu yang kurang berkenan….
::: D A R I H A T I-O L E H H A T I-U N T U K H A T I :::
masih mulat mulet ndoro
SEMANGAAATTTTT!!!!!
Salam sukses selalu untuk sobatku…salam sejahtera
Apik. Nglangut.
mataku pedhes..
Selamat hari Senin, Ki Sanak. Bagaimana rasanya mulai beraktivitas kembali di awal pekan?
puspas..
*ah, puspas mulu ni prosa2nya Ndoro
lelaki wangi pandan kyk apa ya? 😀
aih… ini nih yang bikin kangen dari Ndoro…
sudah lama tak menulis yang melow2 yah… >.<
lelaki penuh puisi, tapi tak punya hati, hmm
ndor…, lelaki wangi pandan tuh double-metaphor ya?
wangi pandan ~ musang (musang is weasel) ~ cunning/licik
Entah benar entah tidak, tapi banyak fakta:
Man gives love in order to have sex, woman gives sex in order to have love. Bagaimana comment Anda, Ndoro…
“Perempuan terakota adalah ramuan yang menyembuhkan segenap luka. Ia oksigen yang memenuhi paru-paru dengan kebahagiaan. Ia segala kebaikan yang dibawa alam ke pangkuan lelaki wangi pandan. Ia jawaban atas doa-doa yang didaraskan sepanjang siang. Sungguh beruntung lelaki wangi pandan menemukan perempuan terakota di ujung harapannya yang nyaris tak tepermanai.”
Suka sama paragraf itu. Bisa dipake buat ngerayu cewe kaya’nya. hehehe…. Met beraktivitas ndoro, maaf lahir bathin
seperti biasa speechless..hiks hiks..ndoro oh ndoro
ndoro aku baru ngerti lek pecas ndahe iku mkasudte pecah ndase, alias pecah kepalanya…cerdas…
lek = kalau
maksudte = maksudnya
very well written mas. dahsyat, menghanyutkan, setiap paragraf membuat terkejut-kejut. sangat pemurah kepada pembaca.
salam kenal.. artikel top
Keren banget alegori nya. Mantab!
daleeemm.. melow abis ndoro.he 😀
somehow baru baca yang ini. kok dalem banget ya. walau sudah lewat tapi membacanya sekarang menghujam sekali. haish… sudahlah. kenangan ada yang indah ada yang membuat menangis.
Ijin share ya Ndoro