Moliere Pecas Ndahe
Desember 2, 2009 § 57 Komentar
Makanan yang cukup, dan bukan kata-kata indah, yang membuat saya bisa terus hidup — Moliere (1622-1673).
Hari-hari ini saya terkenang kembali pada kutipan tulisan sang seniman Prancis yang masyhur itu. Jean-Baptiste Poquelin, juga dikenal dengan nama panggung Molière, adalah seorang dramawan dan aktor yang dianggap sebagai salah satu empu komedi dalam kesusastraan Barat. Lahir di Paris, 15 Januari 1622, Moliere meninggal di kota yang sama 17 Februari 1673 pada umur 51 tahun.
Beberapa karya Molière yang menjulang ke seluruh dunia adalah Le Misanthrope, (The Misanthrope), L’Ecole des femmes (The School for Wives), Tartuffe ou l’Imposteur, (Tartuffe or the Hypocrite), L’Avare ou l’École du mensonge (The Miser), Le Malade imaginaire (The Imaginary Invalid), dan Le Bourgeois Gentilhomme (The Bourgeois Gentleman).
Saya tak tahu persis mengapa Moliere menuliskan kalimat itu. Mungkin dia sedang menyindir seseorang — Prancis waktu itu dipimpin oleh Raja Louis XIV. Mungkin juga ia tak sedang mencemooh siapa pun.
Saya hanya menduga, Molier melihat banyak pemimpin yang lebih suka berpidato dan menulis sajak ketimbang memberi makan rakyat. Lalu hatinya terusik. Tergerak menulis sesuatu. Tapi di situlah ironinya: Moliere pun hanya menulis kata-kata indah. Bukan membagi-bagikan makanan.
Kata-kata, terlebih dalam bentuk orasi, memang bisa memukau. Menyihir orang. Tapi hanya sekejap. Kita ingat pidato Bung Karno selalu mampu menyedot perhatian massa di lapangan. Tapi sedetik setelah kata terakhir diiucapkan, rakyat kembali ingat perutnya yang kosong.
Kata-kata mungkin bagaikan kupu-kupu bersayap elok. Ia bukan terbang, melainkan menari dari satu kembang ke kembang lain di taman, membuat anak-anak ikut berlari-larian.
Sayang, kata-kata tak selalu menyelesaikan semua masalah. Perut yang kosong tak akan kenyang diisi sepiring kalimat atau sekarung kata-kata.
Maka datanglah revolusi atas nama perut yang lapar. Pemimpin-pemimpin yang boyak di negeri yang goyak pun mudah jatuh. Sebaliknya pemimpin yang lemah tapi mampu membuat kenyang rakyat, mungkin masih bisa bertahan atau setidaknya memperpanjang kekuasaan. Kuncinya: jangan biarkan rakyatmu lapar. Itu nasihat Mao. Maklum, perut yang kosong susah dilawan.
Perut Molière tak pernah kosong. Tapi ia mengidap TBC paru-paru, kemungkinan didapat ketika dia dipenjara. Penyakit menahun ini tak bisa disembuhkan waktu itu. Akibatnya mematikan.
Salah satu momen paling termasyhur dalam kehidupan Molière adalah saat terakhirnya, yang kemudian menjadi legenda. Dia sedang di atas panggung, mementaskan Le Malade Imaginaire (The Hypochondriac). Tiba-tiba dia terhuyung, batuk-batuk, lalu terjungkal. Bibirnya mengalirkan darah segar.
Raja Louis XIV sempat memintanya beristirahat, tapi Molière ngotot menuntaskan pertunjukan. Di ujung adegan, Moliere terjatuh lagi. Ia mengalami pendarahan lebih hebat dan meninggal beberapa jam kemudian di rumahnya.
Dia wafat tanpa diberikan sakramen karena dua pendeta menolak mengunjunginya dan yang ketiga terlambat datang. Konon, saat itu dia sedang memakai pakaian berwarna hijau. Sejak itulah orang percaya takhayul: warna hijau adalah perlambang nasib buruk bagi sang aktor.
Anehnya, warna hijau itu pula yang dijadikan latar belakang mimbar seseorang untuk berpidato dalam suasana resmi. Dibalut setelan biru, wajahnya lesi. Kantung matanya menebal, tanda kurang tidur.
“Demi Tuhan saya bersumpah. Tidak ada satu peser pun uang yang masuk ke kantong saya, keluarga saya, atau kelompok saya,” katanya tanpa tersenyum. Hari-hari ini dia memang kehilangan senyum, err … koreksi, dia memang tak pernah tersenyum selama ini.
“Halah, mana ada maling ngaku, Pak!” kata seorang satpam berseragam biru-biru sambil mematikan TV. Dia lalu ngeloyor keluar cari makan.
Meski tak kenal Moliere, tampaknya satpam ini tahu persis bahwa makanan yang cukup, dan bukan kata-kata indah, yang membuat dia bisa terus hidup.
>> Selamat hari Rabu, Ki Sanak. Apakah sampean sudah lapar?
ajib nih! :))
satpam itu ga tau aja, ada rekan sejawatnya di sebuah bank yang tetep pernah tega ngembat uang nasabah ketika kartu ATM tertinggal di mesin dan satpam yg satu ini pasti rakus 🙂
jadi yg rakus gak cuma ada di atas ya? satpam pun gitu..
Memang benar, pemimpin harus dapat mendahulukan apa yang selayaknya dan seharusnya didahulukan. Sederhana namun sepertinya sulit untuk diterapkan. Atau memang karena tak mau?
menarik nih…memang selayaknya pemimpin mendahulukan yg dipimpinnya, itulah pemimpin sejati…
satiré
*pertamax kagak ya?, ah yang penting page one :ngacir*
menjadi yg pertama, dan bukan kata-kata indah, yang membuat dia bisa terus ngeblog. he..he..ngutip sedikit mas
Backstage teater itu namanya green room lho.
*fakta tidak penting untuk melengkapi posting maut ini*
Tulisannya keren banget nih…memang banyak ironi di dunia…tapi urusan perut memang nomor satu, entah untuk tukang sapu, satpam, maupun kelas borjuis. Dan Molière juga takut berperut kosong rupanya…
Kira-kira tampang orang yang dikisahkan itu kayak mat blogger yang pakai baju biru itu? Tapi latar belakangnya Mat Blogger nggak hijau…
Kalau warna hijau di pengadilan, artinya apa ya?
nice artikel. .
kunjung juga ya di wildantipsandtrick.blogspot.com
trik komputer up to date
Wah sebuah topik yang cukup menarik mengenai karya Jean-Babtiste Paquelin dan “kelaparan”.. Saya setuju sekali dengan kalimat kata-kata memang indah, sayang tak selalu menyelesaikan masalah.. Kalau bahasa anak-anak muda disebut NATO “No Action Talk Only”. Apalah artinya kata-kata yang tidak direalisasikan dengan perbuatan nyata. Menurut saya pribadi lebih baik berkata yang baik dan secukupnya, namun diwujudkan dengan sejuta perbuatan baik yang hasilnya hingga tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.. hehehe ;p
Btw, saya juga mengetahui sebuah ungkapan dari Jean Baptiste Say, “supply creates its own demand”. Tertarik membagikan ungkapan ini, karena namanya hampir mirip..
Kunjungi juga vaniavanzai.blogspot.com
🙂
Ndoro mo nraktir?? hore!! makan-makan!!
+1 😮
*mikir fakta nggak penting biar kayak momon*
sangat lapar ndoro, maklum habis futsal bareng teman2 …
topik yang di angkat sangat menarik. memang sebuah kasus yang patut di bicarakan oleh masyarakat indonesia. seorang pemimpin yang bisa mementingkan kebutuhan masyarakat banyak. bahwa sesungguhnya banyak masyarakat indonesia yang miskin dan bahkan mati karena kelaparan. bukan butuh janji manis tapi sebuah bukti dan tindakan yang baik untuk penduduk indonesia
baju hijau kalau di parangkritis katanya juga membawa sial ndoro
hehehe..
dr the london school of pr jakarta..
ndoro..hehehe..
tanpa perut kenyang saya jugha tagh dapat berkata apa”
orang-orang yang sudah kenyang ajha yg bisa berkata” menyusun serpihan kata yang indah,,orang yang maseh laper hanya manggut” nurut krn nga punya kata” indah bwt di utarakan,wong perut nya laper toh..mw berkata apa??
beri makanan yang mengenakkan….dahului dengan kata manis dalam balutan senyuman…lalu sodorkan segepok uang….
lalu …. ???
setidaknya kata-kata itu bisa menciptakan ilusi sesaat ndoro (minimal beberapa mikrodetik) sebelum perut kembali meronta 😆
Kata-kata bisa lebih tajam dari pedang, makanya ngga berani comment ah….
Four thumbs up !!!
Tapi orang itu, yang berdiri di mimbar itu.. pernah juga jadi rakyat khan ndor?!
Kalau makan kami belum cukup, maka kami minta penjelasan yang cukup. Kebenaran yang cukup.
action speak louder …
Primum vivere deinde philosophari. Kurang lebih kenyang dulu baru berfilsafat. Masalahnya banyak yang sudah kenyang tapi tetap primitif. 🙂
Emang saya boleh comment Ndoro? Saya kan kawulo alit?
paragraf terakhirnya nendang gitu :p
iya paragraf terakhir tendangan nya bola nya sampe mampir kelangit..dan tak balik balik lagi…..karena beberapa orang mengharapkan bolah itu ga balik lagi …n ga di bahas lagi..kakakak
Semua butuh makan ndoro, tapi sekarang orang lebih seneng makan “mentah”-nya aja 😀
Speak less do more 😀
Jadi warna hijau itu risiko ya ndoro..padahal saya suka warna hijau, asal ga dipakai di pantai Selatan
hmm. hmmm..
warna hijau ya yang bikin sial ?
ndor, bilang saja terus terang..SBY, kamu banyakan cuap2,ndobos, beretorika tok, dulu bilang lebih baek dibuktikan dengan karya daripada kakehan cangkem, lha nyatanya..dikit ada headline berita langsung cuap2, reaktif banged…, mana karyamu SBY? hehehe
komen apa yach? komen lapar aja deh pengen makan 😀
Meski tak kenal Moliere, tampaknya satpam ini tahu persis bahwa makanan yang cukup, dan bukan kata-kata indah, yang membuat dia bisa terus hidup.
Assalamualaikum,
Saya benar-benar beruntung blogwalking kemudian menemukan blog ini,
karena di sini saya menemukan banyak sekali ilmu baru.
Dan semoga kunjungan saya ke blog ini membuka dan mempererat tali silaturahmi di antara kita.
Salam Hormat,
Kang Musa
susah ndor, orang lebih suka bicara daripada ngasih makan orang lain….
budaya omdo sih
Salam,
Jiwa saya yang lapar Ndor 🙂
“Demi Tuhan saya bersumpah. Tidak ada satu peser pun uang yang masuk ke kantong saya, keluarga saya, atau kelompok saya, kalau ke rekening saya, jangan ditanya deh” 😀
*sumpah lagi laku ya
tapi kalo belom makan alias masih laper emank susah mikir untuk ngeluarin kata2,,.

gag konsen gt,,.. halah,,..
[…] Quote di atas pernah dimanfaatkan oleh rekan DosGil, si mulutmanisyangberbisa yang blognya sudah mencapai 2000 hit, untuk menulis pesan di paket makanan Natal sepuluh tahun silam, “Hidup di dunia adalah kosong … kosong adalah berisi … berisi adalah kosong … perut kosong mari diisi.” […]
Anda selalu tak pernah kekurangan akal untuk mencari bandingan kisah sekarang dengan cerita masa lalu *membayangkan seberapa besar perpustakaannya TEMPO ya* :))
kata-kata indah jika mengandung unsur filosofi kehidupan didalamnya . .kadang cukup mengenyangkan hati ndoro . . .walaupun tak mengenyangkan perut
wah tulisannya keren nih….
wkwkwkwkw…
urusan perut emang runyam NdoroKung..
karena lapar, orang bisa melakukan apa aja untuk kenyang
apalagi sudah perut kosong, kepanasan, dan capek pula..uhh, esmosi gampang menyerang tuh..
paling gampang ya..puasa aja dah.^^V
Saya ndak kenal Moliere, saya juga ndak kenal yang berpidato…..tapi saya lapar…
makan yuk…
Mampir pertama ndoro…
Salam hormat saya.
Kata2 yang indah adalah makanan rohani, seperti halnya postingan ini.
Bukan begitu ndoro?
waw, artikel nya inspiratif banget ndoro.
that’s make me remembered for talk less do more ;p
Rasa cinta pasti ada
Pada makhluk yang bernyawa
Sejak dulu hinggi kini
Tetap suci dan abadi
Tak kan hilang selamanya
Sampai datang akhir masa
(Lagu Renungkanlah, ciptaan dan dinyanyikan siapa ya,lupa…)
——–
Apakah anda mempunya rasa cinta ? Jika ada tuangkanlah dalam puisi dan daftarkan pada acara PARADE PUISI CINTA di http://abdulcholik.com/acara-unggulan/acara-unggulan-parade-puisi-cinta
Sahabat yang lain sudah disana semua,tinggal menunggu puisi anda. Hadiahnya menarik lho, maka segera ikuti acara unggulan ini.
Salam hangat dari Surabaya
“Demi Tuhan saya bersumpah. Tidak ada satu peser pun uang yang masuk ke kantong saya, keluarga saya, atau kelompok saya,” “tapi saya simpan di bank, di bawah bantal, di celengan sama di dalam kaus kaki”
*tepuk tangan penonton, sambil lempar botol*
Ndoro sampean lagi diomongin disini
http://politikana.com/baca/2009/12/06/komik-ndableg-kopdar-langsat.html#comment-128592
Ah ndoro emak2 jg tau kalo anaknya gak dikasi makan pasti pada rewel, apalagi rakyat.
Btw kalimat pengakuan “Demi tuhan..” bukankan sepotong naskah sandiwara di DPR waktu itu?
Laaaaahhh. iki ngomongne sopo to? Bapak kuwi to… Hoalah… Kok koyok lagek pisan iki ndelok Bapak kuwi ndok tipi ae…
semoga di waktu yang akan datang akan datang seorang dari ‘kalangan muda’ Indonesia untuk memimpin negeri, dengan kebijakan-kebijakannya yang juga mengenyangkan perut rakyat kecil yang terlantar selama ini.
Terima kasih ndoro,
tulisan-tulisan ndoro selalu renyah dan enak dinikmati, apalagi sampil ditemani kopi pagi.
Sukses dan sehat terus buat ndoro sekeluarga.
Salam hangat.
moliere memang pahlawan yang berjuang dengan sunguh-sunguh
dibanding ditempat kita, dari tahun ke tahun g pernah berubah
I like Your Article about Moliere Pecas Ndahe Ndoro Kakung Perfect just what I was searching for! .