Berlin Pecas Ndahe
April 20, 2011 § 55 Komentar
MUSIM semi di Berlin. Pada sebuah siang yang cerah dengan suhu 10 derajat Celsius. Ketika Laut Baltik mengirimkan angin dingin yang memerihkan pipi dan mengeringkan bibir. Bersama 12 blogger dari pelbagai negara, pada 9 April 2011 saya mengunjungi dinding paling legendaris di Eropa: Tembok Berlin.
Dulu dinding ini pernah memisahkan Berlin menjadi dua wilayah: Barat dan Timur. Tapi kini tembok ini tak seangker dulu. Sejauh mata memandang, tembok itu sekarang penuh grafiti yang indah karya pelukis-pelukis lokal.
“Setiap dua tahun sekali, pemerintah mengundang para artis setempat untuk ikut berpartisipasi melukis dinding ini,” kata pemandu wisata yang mengantar kami berkeliling.
Kini tembok Berlin merupakan salah satu tempat wisata wajib kunjung bagi para turis. Mereka datang untuk berfoto di depan tembok, nongkrong di kedai kopi di sekitarnya, atau menyusuri kanal di sisi barat dengan perahu tamasya.
Setelah Perang Dunia II, Berlin merupakan cermin dari dua blok yang terlibat perang dingin berhadap-hadapan secara fisik dengan laras meriam teracung ke arah lawan.
Berlin Barat dijaga pasukan Pakta Atlantik Utara (NATO), Amerika Serikat, Inggris dan Prancis, yang membagi bagian kota itu atas tiga sektor. Di Berlin Timur, berjaga-jaga pasukan Pakta Warsawa dengan pasukan Uni Sovyet sebagai pemegang komando.
Dibangun setinggi 4 meter untuk mengurung daerah seluas 480 kilometer persegi, tembok itu tampaknya lebih mengisolir yang membangun daripada yang dikurungnya.
Terletak di jantung kekuasaan Jerman (dulu) Timur, tembok itu dulu seolah-olah menjadikan Berlin (dulu) Barat sebagai pameran “kemajuan kapitalis” di depan halaman rumah rakyat yang dicengkeram kuku kekuasaan komunisme.
Dan suasana pameran nampaknya memang sengaja dihidupkan secara demonstratif di Jerman Barat terhadap mereka yang hidup di luar tembok. Pemerintah Berlin Barat mempunyai trem bawah tanah yang jalur-jalurnja melalui Berlin Timur.
Sebaliknya, pemerintah Berlin Timur mempunyai kereta api di atas tanah yang jaring-jaringnya juga melintasi Berlin Barat. Hanya saja trem bawah tanah yang nampak lebih mewah itu tak bisa dilihat penduduk Jerman Timur — kecuali oleh petugas-petugas bersenapan yang menjaga ketat beberapa pos terowongan.
Kereta api Berlin Timur yang melintasi di Berlin Barat nampaknya sudah memberikan kontras tidak sedap pada pemandangan kota Berlin Barat.
“Dulu, kalau ada jembatan kereta-api di Berlin Barat kelihatan kotor dan tua, itu mesti milik Timur,” kata pemandu wisata saya.
Tapi perbedaan kontras antara Barat dan Timur di Berlin tak hanya pada soal kereta-api. Saya bayangkan dulu orang memandang Berlin Barat malam hari dari daerah Berlin Timur, seakan memandang satu bagian kota yang hidup dan bermandi cahaya. Dan melihat ke arah Berlin Timur dari Berlin Barat di malam hari, seakan memandang Kota Gotham dalam film Batman.
Tembok Berlin agaknya tak hanya menciptakan kontras perkembangan dua bagian dari satu kota yang pernah hancur akibat perang. Tembok Berlin, lebih dari itu – diharapkan atau tidak oleh yang membangunnya – mempertontonkan perbedaan mencolok antara dua sistem.
Pada masa kota itu masih terbelah, tak seorang pun diperkenankan Jerman Timur masuk ke Berlin Barat. Kecuali orang asing dan orang-orang Jerman Timur yang sudah berusia lanjut.
Sebaliknya, siapa pun di Berlin Barat boleh berkunjung ke Berlin Timur. Tentu saja asal yang bersangkutan mau diperiksa secara ketat oleh petugas-petugas Jerman Timur, baik waktu masuk maupun waktu keluar kembali.
Kemerdekaan dan kebebasan penduduk Berlin bagian Timur agaknya tak lebih tinggi dari tembok yang memisahkan kota.
Tembok Berlin dibangun bukanlah karena pertimbangan keamanan belaka, melainkan karena arus pelarian. Sampai saat sebelum tembok dibangun di pertengahan 1961, tercatat hampir 1 juta orang Jerman melarikan diri dari Berlin Timur ke Berlin Barat.
Masalah pelarian itu tak berakhir dengan selesainya pembangunan tembok. Berlin menjadi simbol perang dingin yang kemudian menjalar ke seluruh penjuru dunia.
Berlin juga jadi lambang perebutan pengaruh ideologi di Eropa: Berlin adalah pusat dan ambang ketegangan dunia. Orang cenderung melihat bahwa penyelesaian masalah Berlin haruslah demi menuntaskan masalah dualisme Jerman. Dan lebih jauh lagi: untuk meredam gejolak politik di daratan Eropa.
Masalah itu ternyata tak bisa selesai dalam waktu singkat. Tapi upaya bukan tak ada. Pada 3 September 1971, empat negara yang menguasai Berlin sepakat meneken Persetujuan Berlin.
Kesepakatan itu kemudian dijadikan dasar perundingan langsung antara kedua pemerintahan Jerman Barat dan Timur di Berlin, yang akhirnya menghasilkan persetujuan untuk membuka kesempatan bagi lalulintas jang lebih mudah dan lebih bebas antara Jerman Timur ke Jerman Barat. Disepakati juga prosedur yang lebih mudah bagi orang Jerman untuk berkunjung dari bagian kota Berlin yang satu ke bagian kota yang lain.
Setelah anggota-anggota Pakta Warsawa dilanda badai perubahan politik, Tembok Berlin akhirnya runtuh pada 9 November 1989. Sejarah mencatat peristiwa itu sebagai salah satu momen paling penting bagi dunia. Runtuhnya dinding itu menjadi simbol berakhirnya perang dingin, rontoknya komunisme di Eropa, dan reunifikasi Jerman.
Sisa-sisa dinding yang masih tegak berdiri di depan saya siang itu seperti membisikkan sesuatu, bahwa biarpun susah sungguh, kemerdekaan itu nikmat tiada tara.
>> Selamat hari Rabu, Ki Sanak. Umur berapa sampean ketika Tembok Berlin runtuh?
Ho aku sedang training di cikal-bakalnya Mandiri saat itu, masih muda dan semangat …
Wakakakaaa…. porno…
Ndoro….itu foto awal nya….. *ngikik
Kemerdekaan memang nikmat ya ndoro :))
Kapan ya ke jerman??
berharap ini terjadi pada Korea Selatan dan Korea Utara, sehingga DMZ lebih nikmat dikunjungi sebagai daerah wisata
Ketika tembok berlin runtuh, saya belum nongol kedunia, ndoro. wah jalan dalam rangka apa ya, 8 orang blogger dari seluruh dunia ini?
huhuhu..
hot bnget ..
“Lho KOK”
saya masih SMA. kayaknya hampir barengan sama glasnost & perestroikanya Gorbachev ya waktu itu?
Saya masih 3 tahun ndoro 🙂
Saya belum lahir! 🙂
Enak ya Ndor, jalan-jalan 🙂
sempat ziarah ke makam Hitler ngga ndor? Foto foto nya kurang banyak, upload ke flicr ya ndor, pls
baru 5 tahun kurang 5 hari.
kapan ya saya bisa ke berlin?
Sekitar 10 tahun, umur saya waktu itu, ndoro
jadi pengen kesana juga….
awalnya saya baca judulnya: Berlian pecas ndahe..hoho
saya belum lahir ndorooo
umur berapa? sepertinya saya belum lahir.. 😀
Ya ndoro, kemerdekaan memang mahal harganya, tapi ndoro Uni Soviet kok jadi hancur berantakan, juga Yugo, pas itu ada trend negara sebagai Negara Bangsa,ndoro ?
Jerman adalah salah satu negara tujuan cita-cita saya.. duluuuuu.. 😀
Umur saya berapa saat tembok Berlin runtuh? Ayah ibu saya aja kayanya belum lahir tuh..
*nip ex tahun kelahiran*
oky
hmmmm…ajak2 dounkkksss ndor kalo ke sana…
89 saya umur berapa ya? blom akil balik lah yang jelas…
Nama saya BERLIN dan saya lahir 6 tahun sebelum tembok Berlin runtuh. Haha ! 😀
Tahun ’89 saya masih doyan nonton cartoon, ndoro! Phot yang paling atas keren ya? 🙂
jadi pengen kesana nih ndoro… :p
Kalau melihat tembok Berlin, kemudian mengingat berapa banyaknya nyawa yang mati sia-sia karena melarikan diri melintasi tembok Berlin rasanya sedih sekali.
Ndoro sempat ke ex Jerman Timur tidak? Sepuluh tahun yang lalu, sepuluh tahun sejak tembok Berlin runtuh, kehidupan di dua bagian Jerman yang kemudian bersatu itu sangat berbeda sekali..mudah2an sekarang sudah menyatu.
iya, saya menginap di hotel di wilayah berlin timur, bu.
jadi inget lagu Wind of Change
aku jijik sama foto ciuman itu, pengen muntah hiekss
ADA ada saja agan ini.
ih pic ciumannya bikin mual deh…. 😀
DP tu ndoro 😀
Artikelnya menarik untuk disimak
Sangat bagus dan inspiratif
good article and good jobs
Ndoro, apakah foto itu sebagai lambang kebebasan setelah runtuhnya tembok Berlin.
wedew kapan ya bisa ke berlin??? klo ngebaca deskripsinya udah serasa disana heheh….. tembok berlin runtuh tanda mulainya globalisasi dan kapitalisme. Semoga ‘anak-anak Indonesia’ siap menghadapinya….
hahhahaha…gambarnya cowok ciuman lagi..
saya SMP kelas tiga ketika tembok berlin runtuh, tapi baru benar-benar menyadarinya sekitar dua tahun lalu ketika nonton film Goodbye Lenin.
Itu foto pertama ada pasangannya ngga ndoro?
Ndoro, foto yang didepan sukses membuat saya kehilangan nafsu makan hiks…ada yang lebih “natural” kah foto nya?
umur brapa ya ….nd cowok ciuman tuh sapa..
la sarqiyah wala ghobiyyah……..
memang sudah tidak lagi berlaku ada barat dan ada timur!
leh-oleh ndi ndoro?
Hot Hot Pop! hahahah
kok belum ada tulisan baru lagi nie
pengen ke Berlinnnnn 🙂
wah itu grafitinya keren.. hehehe 😀
Betapa indahnya perbedaan dan bersatu untuk kemajuan bersama
wah belum lahir neeh waktu tembok berlin runtuh, cm bisa dengar dari sejarah d0ank 🙂
Pertama-tama, saya ucapken slamet atas lawatannya, mas ndor. Waktu peringatan rontoknya itu tembok tahun lalu, pemimpin2 Eropa ke sana dan merayakannya sebagai -kata media sana- Revolusi Eropa. Soal lain, sempatkah menjumpai repro foto para duta Gerwani ketika rapat di timur? Jejak orang kita selalu menarik disimak ketika ke luar negeri. 🙂
ga kepikiran umur berapa aku ya… waktu tembok berlin runtuh… taunya waktu itu lagi berjuang buat dapet duit doang”
Ish foto ciumannya ogah banget..
hayah,, dapat pgoto itu dr mana.
Terima kasih ndoro, saya dapat pencerahan lagi nih……..
ada foto mahonya
asik tuh klo bisa ke sono……
Tembok Berlin runtuh? blum lhir sya ndorr
pengen banget ke berlin..tapi kapan yak…rajin2 nabung nih