Simbol Pecas Ndahe

Juni 14, 2012 § 78 Komentar

Nunun berkerudung. Neneng bercadar. Mengapa perempuan-perempuan yang terlibat dalam sebuah kasus mendadak mengubah gaya busananya?

Nunun Nurbaeti adalah terpidana kasus korupsi. Awal Mei 2012, dia divonis 2 tahun 6 bulan, dan denda Rp 150 juta karena terbukti terlibat dalam kasus penyuapan anggota DPR RI saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dengan calon Miranda Goeltom.

Neneng Sri Wahyuni adalah tersangka kasus korupsi pembangkit listrik tenaga surya senilai Rp 8,9 miliar. Rabu, 13 Juni 2012, ia ditangkap Komisi Pemberantas Korupsi setelah buron selama berbulan-bulan.

Sebelum mereka, Yulianis juga bercadar. Yulianis adalah Wakil Direktur Keuangan PT Permai Group, dan saksi dalam persidangan terdakwa kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin.

Gaya berbusana Yulianis ternyata diikuti Dharnawati, pengusaha PT Alam Jaya Papua yang tersangkut kasus suap Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPPID). Saat diciduk petugas Komisi Pemberantasan Korupsi di kawasan Otista, Jakarta Timur, pada 25 Agustus 2011, Dharnawati belum berselubung kerudung.

Pelopor perempuan berjilbab saat tersandung perkara hukum adalah Inong Malinda Dee, yang terjerat kasus penggelapan dana nasabah Citibank. Malinda, yang semula senang tampil terbuka, tiba-tiba muncul dengan busana tertutup dan berkerudung dalam setiap persidangan.

Dari busana kita bisa membaca simbol. Sebuah citra.

Simbol, berbeda dengan tanda, mengacu ke sehimpun informasi yang tak persis dan pasti. Yang simbolik mengandung sesuatu yang tak hendak dikatakan, tapi tetap ingin disampaikan.

Kita menemukan simbol dalam pohon beringin yang dipilih untuk merumuskan cita-cita Partai Golkar; atau palu-arit untuk menghadirkan dasar kelas sosial dan ideologi PKI. Simbol biasanya dipilih dengan rencana yang sadar.

Neneng, Nunun, Melinda, atau Yulianis tentu juga memilih busananya dengan sadar. Lantas apakah yang hendak mereka sampaikan atau rumuskan?

Mungkin mereka ingin menyampaikan kesan bahwa pada dasarnya, mereka adalah perempuan beragama, berkelakuan baik, tapi sedang tertimpa musibah.

Musibah?

Musibah buat saya adalah sesuatu yang datang di luar dugaan atau rencana kita. Ia mendadak hadir tanpa kita bisa tolak. Kita tak punya pilihan.

Para perempuan itu tentu punya banyak pilihan ketika yang disebut “musibah” itu belum datang, bukan?

>> Selamat hari Kamis, Ki Sanak. Simbol apa yang sampean pakai hari ini?

Tagged: , , , , , , , , ,

§ 78 Responses to Simbol Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Simbol Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: