Belanja Pecas Ndahe

Juni 11, 2014 § 89 Komentar

Libur telah tiba. Sampean mau ke mana bersama keluarga? Di rumah? Ke Taman Safari? Ancol? Bromo? Yogyakarta? Belitung? Raja Ampat? Bangkok? Singapura? Melbourne? Paris? Terserah, silakan pilih sesuai keinginan.

Saya mau ke Bali. Setelah didera hawa panas Jakarta dan tekanan pekerjaan, kerinduan bermain di pantai dan keasyikan petualangan di Night Safari begitu menggoda.

Hanya itu? Tentu saja tidak. Bali menyimpan segudang lokasi wisata, atraksi budaya, sawah terasering, air terjun, pantai nan elok, makanan yang lezat, dan semua yang dibutuhkan oleh mereka yang ingin berlibur.

Ini terlihat sempurna. Tujuan wisata sudah ditentukan. Agenda pun telah direncanakan.

Lantas?

Karena kita hidup di zaman Internet, saya pun lalu cari tiket penerbangan dan hotel-hotel yang layak dijadikan tempat menginap, tapi tetap sesuai dengan isi dompet. Tahu sendiri kan, jalan-jalan tanpa anggaran yang direncanakan itu sama dengan mengangkut air dengan ember bocor.

Mula-mula saya mencari tiket pesawat, dimulai dari situs-situs maskapai penerbangan. Saya juga buka-buka situs pembanding harga tiket dan online booking lainnya.

Perambahan halaman demi halaman situs berakhir di halaman salah satu maskapai. Harga tiketnya paling pas dengan ketebalan dompet saya.

Saya pilih tanggal keberangkatan dan kepulangan, jumlah tiket, juga tempat duduk. Saya periksa ulang sekali lagi. Beres.

Berikutnya saya dibawa ke halaman konfirmasi pemesanan. Keluar pilihan cara pembelian. Saya pilih metode kartu kredit. Lalu mengisi semua kolom pertanyaan, nama pemesan, nomor kartu, nomor verisikasi, dan seterusnya.

Selesai.

Muncul pemberitahuan bahwa transaksi pemesanan kartu saya sudah disetujui dan dikonfirmasi. Saya akan mendapat email bukti pemesanan sebentar lagi.

Benar saja. Dalam hitungan beberapa detik, email yang dimaksud maksud ke inbox. Kelar?

Tunggu dulu. Dalam tempo hampir berbarengan, ternyata datang sebuah pesan pendek (SMS) ke handphone saya.

Pengirimnya layanan pelanggan dari penerbit kartu kredit saya. Isinya pemberitahuan bahwa telah terjadi transaksi dengan kartu kredit saya untuk memesan tiket pesawat.

Jika transaksi itu sah, artinya saya memang memesan, saya tak perlu melakukan apa pun. Tapi jika sebaliknya saya ternyata tak melakukan transaksi itu, saya diminta menghubungi sebuah nomor telepon.

Woah. Ini luar biasa. Saya merasa kagum dengan cara kerja transaksi online seperti itu. Semua proses yang saya lalui, dilanjutkan dengan pengiriman notifikasi, dan mekanisme periksa ulang seperti itu membuat saya merasa yakin dan tak khawatir terhadap keamanan proses belanja online yang saya lakukan.

Saya ulangi proses itu saat mencari hotel untuk menginap nanti. Ternyata saya mendapatkan respons yang sama. Sungguh praktis dan hemat waktu.

Saya hanya perlu duduk di meja dan membuka laptop yang terhubungan dengan internet untuk melakukan transaksi itu. Bahkan saya bisa sambil ngemil kacang rebus saat bertransaksi.

Dulu saya tak seyakin sekarang kalau hendak berbelanja atau bertransaksi lewat Internet. Ada kekhawatiran dibohongi penjual, transaksi gagal, pembayaran kartu tak diterima, dan sebagainya. Mungkin saya mengidap sindrom takut belanja online (hoverfinger).

Sindrom itu bukan mengada-ada. Sampean pun tentu juga sering mendengar kasus-kasus penipuan di Internet. Misalnya ada orang pesan barang, tapi ternyata setelah pembayaran di muka dilakukan, pesanan tak pernah dikirim.

Teman saya pernah memesan smartphone seri terbaru ke salah satu toko online di luar negeri. Begitu pesanan sampai di rumah dan dibuka, ternyata isinya barang palsu.

Kasus-kasus semacam itu tentu saja masih terjadi sampai hari ini. Tapi konsumen dan bank penerbit kartu kredit yang kerap jadi korban kemudian belajar agar kerugian bisa ditekan. Mereka lalu mencari jalan keluar agar tak lagi terjadi penipuan dan mencegah penyalahgunaan kartu kredit.

Pengalaman saya membeli tiket dan voucher hotel hanya contoh bagaimana semua pihak yang terlibat – pedagang dan bank perantara atau penerbit kartu kredit — dalam transaksi online mulai menemukan cara melindungi konsumen.

Saya sendiri merasakan belanja online di zaman sekarang makin mudah dan aman. Bahwa masih ada satu atau dua kasus penyelewengan itu merupakan sesuatu yang harus terus dilawan. Tapi tak perlu membuat kita takut atau batal bertransaksi.

Bagaimana kiat aman belanja online?

Saya biasanya menyusuri internet lebih dulu untuk mencari informasi tentang barang atau produk yang saya inginkan. Saya banding-bandingkan harganya di beberapa toko online.

Tapi saya biasanya justru tak mencari penjual yang memasang harga jauh di bawah pasar. Harga murah banget itu mencurigakan. Jangan-jangan barang palsu atau barang rusak.

Jika harga cocok, saya lalu mencari tahu reputasi toko atau penjual barang. Saya cek apakah dia menjalankan usaha secara sah dan tak pernah menipu pembeli. Saya cari rekomendasi orang-orang melalui Google tentang mereka.

Untuk lebih meyakinkan, saya juga selalu menelepon mereka langsung untuk memastikan bahwa mereka benar-benar ada. Saya bertanya ini dan itu guna mengecek apakah mereka berkata benar atau bohong.

Untuk pembayaran, saya lebih suka memakai kartu kredit. Dengan kartu kredit, proses pembayaran jadi cepat. Saya tak perlu ke ATM atau bank untuk transfer. Tinggal duduk manis, masukkan semua data yang diperlukan, beres.

Pembayarannya pun bisa dicicil, dan saya jadi punya bukti kuat sudah melakukan transaksi. Bukti ini berguna untuk mengadu jika barang tidak diantar atau tidak sesuai pesanan. Karena itu, biasakanlah untuk selalu menyimpan semua bukti yang berhubungan dengan transaksi online.

Ah, repot. Lama. Begitu mungkin anggapan sampean.

Begini ya Ki Sanak. Demi kenyamanan dan keamanan transaksi di Internet, mau tak mau kita memang perlu melakukan semua proses itu.

Toh di dunia nyata, saat belanja di toko atau di pasar pun kita juga melihat barang langsung, bertanya, menawar, sebelum akhirnya membeli barang bukan?

>> Selamat hari Rabu, Ki Sanak. Bagaimana pengalaman sampean berbelanja di Internet?

Tagged: , , , , ,

§ 89 Responses to Belanja Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan ke Muhammad Lutfi Hakim Batalkan balasan

What’s this?

You are currently reading Belanja Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta