Perli Pecas Ndahe

Oktober 27, 2011 § 109 Komentar

Hari itu saya ada di sana bersama lebih dari 500 narablog. Sabtu pagi, 27 Oktober 2007, di bioskop Blitz, Megaplex, Jakarta, Menteri Komunikasi dan Informasi M. Nuh tengah menorehkan sejarah. Dalam pidato menyambut Pesta Blogger yang pertama, Pak Nuh mencanangkan 27 Oktober sebagai Hari Bloger Nasional.

Kontan tepuk tangan bergema bergaung-gaung dan senyum bertebaran di seluruh penjuru ruangan. Saya merinding. Hati saya penuh dan hangat. Saya merasakan semangat yang sama menyesaki para blogger yang hadir waktu itu.

Hari ini saya mengenang momen bersejarah itu masih dengan perasaan yang sama. Masih dengan hati yang sama meletup-letupnya.

Tak terasa empat tahun berlalu sejak hari itu. Dan ranah blog terus berderak-derak. Ia sesak oleh pelbagai macam aktivitas. Apa yang layak kita renungkan pada hari yang monumental seperti sekarang ini?

Saya merasa blog dan blogger punya peran mewarnai wajah Internet Indonesia. Dari gegap gempita pemberitaan mengenai blog dan blogger, khalayak makin mengenal kehidupan di mayantara, lengkap beserta segenap manfaatnya. Banyak orang yang kemudian tergerak menjadikan Internet sebagai kanal gerakan sosial.

Orang-orang yang aktif memakai Internet saling berhubungan dan melahirkan pelbagai macam aktivitas yang bermanfaat buat sekitarnya. Ada banyak gagasan dan inisiatif yang lahir dari pertemuan itu.

Hari ini saya mengenang momen penting empat tahun lalu itu ketika beberapa komunitas spontan menggelar acara untuk merayakan Hari Blogger. Saya senang mendengarnya. Ini persis seperti saat 17 Agustus tiba. Semua orang, di mana pun mereka berada, merasa perlu merayakannya dengan cara masing-masing.

Kita mungkin tak perlu merisaukan di mana tempat yang paling cocok menyelenggarakan perhelatan narablog. Mau di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi atau di mana saja. Tuhan toh tak pernah merestui peta. Kita manusia saja yang selalu bertikai mengenai batas-batas.

Lagi pula, menjadi blogger itu bisa berarti siap memilih jalan yang sunyi. Berkarya untuk dirinya sendiri dan menghindar dari kemasyhuran. Sebab popularitas itu membelenggu. Ia bahkan rawan menjadi sasaran perli khalayak.

Kadang banyak yang tak sadar bahwa gemuruh di ranah blog mungkin mirip perjalanan kembang api. Seseorang dengan cepat terlontar bercahaya ke angkasa, bak bintang luncur dengan suara riuh. Tapi tak lama kemudian ia meredup, lalu menghilang di kegelapan malam, jatuh sebagai arang yang getas.

Hanya yang tekun dan menyimpan bara hasrat terus berbagi yang akan bertahan. Ngeblog bukan lari jarak pendek. Ia lebih mirip maraton. Di tengah perjalanan, seorang blogger bisa saja megap-megap kehabisan napas. Tak ada yang bersorak memberi semangat atau tepuk tangan.

Tak perlu risau atau patah semangat. Menjadi blogger adalah sebuah pilihan. Buat saya, ia pilihan yang tak pernah saya sesali.

>> Selamat hari Kamis, Ki Sanak. Apakah sampean sudah memperbarui blog hari ini?

Tagged: , ,

§ 109 Responses to Perli Pecas Ndahe

Tinggalkan komentar

What’s this?

You are currently reading Perli Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta