Senja Pecas Ndahe
April 23, 2008 § 41 Komentar
Baiklah Jeung, aku akan bercerita tentang senja yang memerah saga. Tentang warna-warni pelangi dan bidadari yang menari di tepi lazuardi. Tapi, hapuskan dulu air matamu. Ku tak kuasa menanggung pedih dan perihmu.
Ada masanya senja meneteskan air mata. Mengubah sungai jadi air telaga duka. Dan bidadari menembangkan megatruh yang nelangsa. Daun-daun luruh, lalu lesap ditelan bumi.
Mungkin kamu juga tahu, hidup memang disesaki belukar penuh duri. Tak usahlah kau semak dan gamam hati. Selalu ada jalan simpang. Kamu tinggal memilih, ke kiri atau kanan. Pesanku satu, janganlah kau ambil jalan yang dilewati orang. Mungkin tak cocok buatmu. Pilihlah saja yang tak terlalu sukar, asal nyaman bagimu.
Nanti, sebelum malam datang membawa selimut kelamnya, ku kan duduk di sisimu. Menikmati padang bintang yang berpendar-pendar di angkasa. Tapi jangan kau pinta aku memetiknya. Nanti dia kehilangan pesonanya. Lebih baik kita hitung satu per satu dan menyimpan kilaunya dalam kenangan masa silam. Kenangan yang ingin kita lupakan dalam kuburan masa silam.
Tentang senja, aku punya satu cerita. Kubawakan dari ujung dunia. Ia melukiskan perjalanan seorang lelaki paria, dengan sebongkah derita. Jalannya terbungkuk karena punggung yang terkena encok oleh duka.
Lelaki itu mungkin aku. Barangkali dia. Boleh jadi bukan siapa-siapa. Kita tak pernah tahu. Kita cuma tahu lelaki itu seperti senja, selalu melayap di antara ranting senyap dan pergi sisakan sunyi.
Lelaki itu suka mengarak rindunya ke delapan penjuru angin. Entah untuk apa. Yang kutahu cuma satu, ia selalu menggandeng temannya yang paling setia: harapan.
Harapan dan senja adalah pasangan yang tak terpisahkan. Ia selalu menjanjikan perubahan dalam keajekan. Setelah senja pergi, berganti malam, dan pagi. Tapi toh setelah embun menguap, dan siang menjerang, senja akan datang lagi. Seperti kemarin, dan kemarinnya lagi. Ajek.
Jadi untuk apa tangis dan air mata itu kalau hanya akan membuatmu berkeping-keping? Kenanglah saja senja. Dan lelaki yang menggandeng harapan di sampingnya agar kau mampu bertahan …
Beri peringkat:
Terkait
Tagged: cerpen, cinta, liris, metafora, perempuan, prosa, senja
Wah mulai mendayu dayu lagi Ndoro ini….
jaan… pancen ndoro tenan ki!
*menjuraa*
banyak sekali yang menggambar senja. rupa rupi tulisan ditabur di atas meja. entah kenapa hampir semuanya sama. aku melihat duka dituntaskan disana.
Kok ngomongin laki2 ndoro….
lam kenal…
🙄
*asyik dapat mantra baru*
Diyan : hheehehee, mantap jaya…Iqbal (rasarab) : Woh pesepeda sejati cah, aku numpak motor we kesel tenan ahahahha
Apa ini ada hubungan nya dengan “nonadita”
clingak clinguk kanan kiri
weh
ini obrolan kita waktu itu? ah, ndoro…aku padamu 😦
Yach…dari tadi blogwalking mellow mulu isinya…
Jadi terpengaruh nih…
*ikutan mellow juga…*
Sisi lain dari ndoro ato apa ini…
*menatap lugu penuh tanda tanya*
weladalaahh… gombal mukiyoo tenan ndorooo 😛
Senja itu ‘kan slalu datang
Tak peduli seberapa kuat kau tentang
Ndoro Kakungku sayang
Mari kita nikmati bintang
*gelar tiker, bawa kacang rebus dan bajigur*
aaah saya suka Senja versi saya sendiri Ndoro 😀
wahh aku gak ngerti karepe Kang …. mumet mikire
hmm…harapan, sampai kapan? 🙂
uhh mendayu-dayu so melancholic.. 😉
nglangut 😦
senja ituuuu nama ibuku.
jadi ndoro cinta ibuku begitu? 😀
karena diujung senjalah malam kan datang. dan pagi menjelang bersama harapan. bukan begitu ndoro…?
Karena itulah aku selalu percaya Senja adalah makna gradasi hidup. Antara ramai dan sepi, antara putih dan hitam, antara terang dan gelap. Dan biasanya aku lebih memilih untuk menikmatinya turun sampai hilang horizon di pelupuk mata. Mulai menyalakan lampu badai ku, lalu berjalan menyusul senja-senja berikutnya ke arah timur. Berharap pagi tak akan datang, meninggalkan arah mentari terbit berharap gelap tidak berakhir, bercita-cita menjemput terang dengan kaki-kaki sendiri..
Lalu kapan kau akan menjemput terang mu sendiri, Senja?
JAH SALAH..
HARUSNYA :
“…Mulai menyalakan lampu badai ku, lalu berjalan menyusul senja-senja berikutnya ke arah barat..”
😦 *ga bakat menulis indah…
and I bought a ticket to the end of the twilight
tragedi tali kutang 😀
ooooh ndoro…kamulah senja dan aku harapan…hiiiikkkks
ada udang di balik batu
ada apa ndoro nulis kayak gitu
*masih kepengaruh haha*
ma kasih ndoro…emang udah lama ya ga ngirim surat buatku… :p
*ditendang fansnya ndoro*
hem hem hem…
Nahh… senja ini siapa… lelaki ini siapa???
(nyaris kebawa2 pengen ikutan puitis, hahahaha, eh, tapi boleh juga… saya coba yach).
kutitipkan rinduku pada senja…
pada angin yang berhembus tak tentu arah..
sampaikan pada lelaki yang menggandeng harapan itu..
aku masih disini..
menunggu pelangi..
bersama sahabat..
yang setia menemani…
Halahhh.. udah ahhh, lagi mumet nih… 🙂
(ups… dah jam 1 lewat yah)
so sweet 😉
Senja selalu datang membawa luka.
[…] kau senja yang mana? Semua senja tidaklah sama Hanya satu yang istimewa Melihat senja sambil kenyang […]
Great post. Great writing. — Sepotong senja untuk Alina?
ya oloooooh…aku padamu banget iki ndoro…
serius lhah!
aku baru nih…kikikikik…*isin*
Biarlah kunikmati indahnya perih. Nuraniku berbisik, seorang pangeran kan berlabuh diakhir kisah duka. Menyanding, mempersembahkan gelar permaisuri hati…
[…] kasih banyak, ndoro. ternyata susah sekali nulis ndakik-ndakik ya? Filed under belajar menulis, […]
Well…. well..well
Ndoro emang puitis dan pinter menulis….
buatku, senja adalah kesendirian. batas kehangatan matahari dan dinginnya sinar putih bulan.
aku benci senja…
wah3… maju skg..hehe.. aku nk gak dpt duit smganpin dr blogging nih. Tp xtau cara nk brgerak aktif lagu mano.. tau ltak ads kt sidebar jah.. pastu xtau nk cek lagu mano… huhu~
zDe4it bnrpkfmnqgep
[…] *terima kasih buat ndoro. […]