Lindu Pecas Ndahe
Mei 27, 2008 § 22 Komentar
Pagi ini, dua tahun yang lalu. Lindu mengguncang kota kelahiran, sangkan paraning dumadi, saya: Yogyakarta.
Di pagi yang kelabu itu, gempa datang seperti pencuri, tanpa tanda-tanda. Yogyakarta pun porak poranda dihajar gempa tektonik berkekuatan 5,5 pada skala Richter pada pukul 05.55 WIB. Lebih dari 5.000 orang meninggal dan ribuan lainnya luka-luka. Rumah-rumah lantak. Duh, Gusti….
Tak terasa, waktu bergulir begitu cepat. Hari berubah pekan. Pekan berganti bulan, lalu tahun. Dan kenangan tertinggal di belakang. Tapi, kengerian dan duka itu tak lekas pergi.
Pagi ini, saya ingin sendirian mengenang kembali peristiwa yang memilukan itu. Mengingat ibu yang sudah sepuh dan sakit-sakitan di kediamannya.
Rasanya baru kemarin saya menelepon ibu, beberapa menit setelah saya mendengar berita bahwa tanah Yogyakarta bergetar.
Dengan suaranya yang terbata ibu mengatakan semuanya baik-baik saja. Rumah masih utuh, hanya beberapa foto di dinding dan genteng yang berjatuhan. “Cuma ibu jadi repot keluar masuk rumah, Nak. Lindune teko terus ki,” katanya.
Saya terbayang betapa repotnya ibu yang sudah agak susah jalan itu harus keluar masuk rumah kami yang sudah reot itu setiap kali gempa susulan datang. Sejak syaraf kaki kirinya terjepit, jalannya agak terseok.
Waktu itu, saya langsung terdiam mendengar penjelasan ibu. Saya tak tahu harus bilang apa, kecuali, “Ya sudah, ibu hati-hati saja. Lebih baik jangan masuk rumah dulu.”
Mulut saya terlalu kelu untuk berkata-kata.
Beberapa jam kemudian, setelah televisi menayangkan gambar-gambar jejak gempa yang begitu dahsyat, mulut saya makin terkunci rapat-rapat. Pikiran melayang ke para korban. Membayangkan rumah penduduk, gedung-gedung sekolah, perkantoran, kampus, stadion, juga candi yang rontok.
Bagaimana kabar mereka sekarang? Apakah semua korban sudah pulih? Gedung-gedung telah direnovasi dan berdiri kembali? Entah …
Mungkin teman-teman CahAndong bisa ditanya. Sebab, tahun lalu mereka sempat membuat acara refleksi satu tahun gempa Jogja dan membuat banner segala. Tahun ini saya yakin mereka sudah merencanakan sesuatu yang lebih reflektif.
Bukan begitu, kawan?
dan sebentar lagi lumpur lapindo menginjak usia 2 tahun. kalo bayi sedang lucu2nya, tapi 2 tahun lumpur lapindo makin membuat derita bertambah..
Semalam,gempa dapat dirasakan di Bali.
duh kok cepat sekali ya. mudah2an mereka sekarang sudah lebih baik.
kapan dan dimana lagi alam ini akan menyapa manusia yang semangkin angkuh?
owh peringatan 2 tahunan toh ndoro
mudah2an lekas pulih luka lama ituh
dan Tuhan mengetuk, ketika manusia merasa dengan ilmu pengetahuan
positivistikbisa “menguasai” dunia…Lindu yang tidak kita Rindu kan?
*semoga tak kembali*
mrebes mili
Jogja oh jogja…smoga jd pelajaran bagi kita semua
saya pun tak mampu menuliskan komentar di sini
dua tahun pula kejadian yang menyisakan bekas luka di lutut itu terjadi. terperosok bersama motor di ujung antasari arah elnusa. sakit. tapi rasanya tak sesakit rekan di yogya…
semoga tidak ada lagi bencana di negeri
temen saya sampai sekarang belum berhasil membangun rumahnya yang lantak karena gempa dulu itu ndoro mas …..
,………………………….(mengenang)
saya merasakan langsung ketika gempa berlangsung
dan untuk daerah selatan bekas2 gempa itu masih terlihat 😦
Iya ya.. sudah dua tahun. Wah peringatan dua tahun gempa malah aku tadi baru di Jakarta melihat siaran di tv tentang peringatan 2 taon gempa.
Tapi untung kamu waktu gempa ndak di Jogja Ndoro.. waktu itu saya ngerasain guede tenan jhe!
CA ki saiki kemaki kok, ndor…
salam saya untuk ibu njenengan pak.
mudah2an tetep diparingi seger waras, sehat wal afiat.
dan semoga bencana demi bencana membuat bangsa ini semakin arief.
Ndoro menulis : saya tak tahu harus bilang apa..
saran saya, bilang aja gini :
yaudah, nanti saya buatkan Ibu rumah yg bagus, nda’ reyot lagi kaya gini, biar keluar masuk nya mudah..
*malu banget tho Ndoro, orang2 sampe tau rumah Ibunya Ndoro udah reyot gitu padahal kan kabarnya Ndoro wong sugih di kota..*
ck-ck-ck.. sambil geleng2..
*upsss.. ma’ap!*
seumur-umur blm pernah ngerasain gempa, skalinya ngerasain yang bener2 guedhe..
masih inget gimana takutnya, jam 6 pagi, di kamar kos lt 2, kebangun kirain ada yang mbangunin, ternyata si gempa yang kalo mbangunin orang skaligus bikin bangunan rontok…
waktu itu benarbenar mengerikan..
smoga gak kejadian lagi..
Beberapa saat setelah gempa, saya bersikeras untuk berangkat ke sekolah(di jalan H.O.S. Cokroaminoto)
Di jalan, semua kendaraan menuju arah merapi (utara), saya yang saat itu ingin ke arah selatan terhenti, karena jalanan macet. Isu tsunami itu betul-betul tidak berperikemanusiaan.
Di jalan begitu banyak manusia tumpah ruah, saya kembali ke desa saya sembari menangis. Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Orang orang desa hanya bilang ” Pasrah Nduk, kalau memang akan kiamat, akan sia sia juga orang orang pergi ke utara….”
Sekarang di Bantul sudah banyak berdiri rumah rumah baru di daerah yang dulunya luluh lantak. Ya, semoga semua seakarang keadaannya lebih baik lagi.
sungkem kagem biyunge` ndoro,
mugi diparingi berkah” seger waras, toto tentrem, subur makmur loh jinawi” ing bumi merdiko ngayogyokarto lan sekitare`.
gusti ing dumadi nembe paring kawicaksanan mring menungso sing srakah,pongah,lan sawiyah2.
Tawwakal, ngadepin pacoban nggo sing beriman.