Arisan Pecas Ndahe

Juli 11, 2008 § 46 Komentar

korupsi anggota dpr

WAKIL RAKYAT STOP KORUPSI

Korupsi mungkin seperti arisan: yang mengunduh berganti-gantian. Hari ini si A, besok si B, lusa si C, dan seterusnya. Dan di ujungnya sana, semua kebagian, semua senang. Hidup jalan terus.

Adakah yang bisa kita lakukan untuk membasminya? Kalaupun ada, dari mana memulainya?

“Sulit, Mas. Tapi kita bisa asal punya niat dan hati yang teguh. Sebab, daya rusak korupsi yang terbesar justru memang terjadi pada saat suram seperti ini: kita tak tahu lagi di mana yang salah dan bagaimana mengatasinya,” begitu Paklik Isnogud pernah bercerita.

Sore itu, ketika matahari nyaris lengser di ufuk barat, kami baru saja selesai menonton berita di televisi yang menayangkan persidangan kasus suap yang melibatkan anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan, Al Amin Nasution.

Dalam sidang itu sempat diputarkan rekaman pembicaraan antara Al Amin dan orang yang menyuap. Kamera sempat menangkap ekspresi wajah para hakim yang menahan senyum sewaktu rekaman itu diperdengarkan. Saya tak tahu apa mengapa tuan-tuan kadi itu seperti tersipu malu.

“Sampean tahu, Mas. Korupsi ialah kanker yang akhirnya mengeremus harapan dan kepercayaan,” Paklik melanjutkan kalimatnya. “Korupsi meludahi kemungkinan bahwa di sekitar masih ada orang yang bersih.

headline koran tempo

edisi 9 Juli 2008

Pada tingkat yang paling destruktif itulah korupsi membawa semacam pemerataan, semua orang dianggap cuma cari untung sendiri-sendiri,” kata Paklik Isnogud.

“Bagaimana memberantasnya, Paklik?”

“Becerminlah ke Filipina, Mas.”

“Filipina? Kenapa, Paklik?”

“Syahdan pada 1975, di tengah korupsi yang berkecamuk dan kelak menjeratnya, Marcos memanggil Hakim Plana. Ia memberi hakim itu satu tugas yang singkat dan jelas: sikat korupsi.

Hakim yang disebut bagaikan serigala menyendiri ini kemudian menemukan bagaimana korupsi berjalan di Filipina. Ada yang disebut lagay. Ini berarti uang semir — untuk mempercepat pemrosesan satu dokumen pajak.

Ada yang disebut arreglo — dan ini yang sangat merugikan negara. Dengan metode ‘bisa diatur’ ini, seorang pembayar pajak yang seharusnya membayar sejuta peso akan cuma menyerahkan 500 ribu peso saja. Dari yang 500 ribu itu, 350 ribu peso masuk ke tas petugas pajak (itulah yang disebut arreglo), dan sisanya masuk kas negara.

Bentuk korupsi yang lain adalah extortion. Korbannya bisa jadi pembayar pajak yang tak bersalah. Dengan keruwetan sistem pembayaran pajak, ia bisa digertak — dan terpaksa memberikan suap buat si petugas yang mengancam itu.

Di samping semua itu, ada bentuk-bentuk korupsi ke dalam biro sendiri. Misalnya dengan mengeruk pajak yang sudah dibayarkan atau mencetak lebih banyak cukai rokok ketimbang semestinya.

Apa yang bisa dilakukan Hakim Plana di hadapan semua itu?

Arkian, Plana pun bertindak cepat. Ia menyusun satu sistem evaluasi prestasi yang baru, yang tak bergantung pada keputusan seorang atasan yang mensupervisi.

Ia juga membentuk dua tim pemberi informasi, dari kalangan militer dan sipil, untuk mengamat-amati siapa yang menipu pajak dan siapa yang terima sogok ia menindak para pelanggar, terutama di tingkat atas, dengan cepat dan terbuka.

Beberapa perubahan dalam undang-undang dan sistem pelaporan pajak juga diadakan, begitu pula mutasi terus dilakukan. Dan, konon Plana berhasil,” kata Paklik mengakhiri kisahnya.

“Sekilas, saya melihat modus yang sama di sini. Bentuk-bentuk korupsi di Filipina yang sampean sebutkan itu, juga ada di sini, cuma beda nama. Tapi, kita seperti tak punya niat memperbaiki, melainkan malah menyuburkan praktek laknat itu. Dan, satu lagi Paklik, kita tak punya Hakim Plana.”

>> Selamat hari Jumat, Ki Sanak. Siapakah yang hendak sampean suap hari ini?

Tagged: , , , , , , , , , , , , , ,

§ 46 Responses to Arisan Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Arisan Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: