Kenangan Pecas Ndahe

Agustus 28, 2008 § 27 Komentar

Setelah almanak disobek dan hari berganti, apa lagi yang masih tersisa untukku perempuan musim semi? Secuil reminisensi?

Ah, mungkin kau bahkan tak peduli betapa resah telah bersekutu dengan gelisah. Dan aku ditikam sepisau sepi, diiris-iris segaris sunyi. Luruh dalam kabut lusuh menjelang subuh.

Kau pergi secepat gerimis kepagian. Lesap begitu saja entah ke mana. Jejakmu lindap dalam kelimun halimun. Kelompang.

Mungkin kau tak tahu. Gerimis jatuh seperti manik-manik berketai-ketai. Langit rubuh. Di atas samudera malam, bintang-bintang berketap-ketap muram. Terang siang jadi boyak.

Adakah secuil memori?

Aku ingat, engkau pernah mendaras doa, dalam bait-bait liris pahatan Paul Eluard.

pada lazuardi rombengan
pada kolam legam matahari
pada danau gairah rembulan
kutuliskan namamu …

Setelah itu wajahmu jadi pelangi. Warna-warni baiduri. Rencengan melati. Senyummu senja: batas antara terang dan dunia bayang-bayang.

Aku tahu, masa lalu adalah batu. Tak bisa diapa-apakan. Sedangkan rinduku musim gugur. Meranggas. Sebentar kemudian membeku pelan-pelan.

Adakah kenangan? Mungkin tidak.

Maka, ketika malam meminang rembulan, biarkanlah aku mengenangmu. Dengan mata setengah terpejam …

>> Selamat hari Kamis, Ki Sanak. Apakah hari ini sampean telah mengenang seseorang dari masa lalu?

Tagged: , , , , ,

§ 27 Responses to Kenangan Pecas Ndahe

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

What’s this?

You are currently reading Kenangan Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta

%d blogger menyukai ini: