RUU Pecas Ndahe

Oktober 3, 2008 § 81 Komentar

Apakah RUU Pornografi harus kita tolak? Ataukah cukup direvisi saja?

Perdebatan itulah yang pekan-pekan menjelang Idul Fitri kemarin berlangsung cukup panas dan gaungnya memantul ke mana-mana. Kalau saja tak disela oleh Lebaran, kontroversi pasti kian memanas.

Ini memang isu lama, tapi hangat kembali gara-gara DPR hendak mengesahkannya pada akhir September silam. Karena reaksi masyarakat, pengesahan tertunda lagi.

Kubu penentang dan pendukung rancangan hukum itu tentu punya argumen masing-masing, yang dianggap sama kuatnya. Sampean juga boleh memilih untuk mendukung atau menentangnya. Tapi, barangkali ada baiknya sampean membaca lebih dulu rancangan undang-undang itu lebih dulu sebelum berpendapat.

Menurut Pasal 1 RUU Pornogafi:

“Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum yang dapat membangkitkan seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.”

Tolong sampean perhatikan definisi itu baik-baik. Apakah frasa “yang dapat membangkitkan seksual” itu cukup jelas dan obyektif? Apakah gambar, misalnya, lelaki telanjang dada itu akan membangkitkan seksual sampean? Jawaban sampean tentu berbeda-beda bukan? Artinya?

Tapi, yang paling membuat saya risau adalah Pasal 21. Di situ disebutkan:

Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal ini sangat berbahaya karena berpotensi memicu konflik horisontal. Para pihak yang merasa memegang kunci sorga dan berhak menilai itu porno dan itu bukan pasti akan bersemangat bila disuruh berperan serta dalam berbagai bentuk aksi melawan pornografi. Bukan begitu bukan?

>> Selamat hari Jumat, Ki Sanak. Apakah hari ini sampean merasa memamerkan sebuah ketelanjangan?

Tagged: , , , , ,

§ 81 Responses to RUU Pecas Ndahe

  • reza yazdi berkata:

    masalah ini, mari kita tanyakan bang haji…

  • imcw berkata:

    Ada lagi Ndoro, masak saya yang udah punya anak begini nggak boleh mengkonsumsi porno grafi?

  • kalengkrupuk berkata:

    Dua pasal yang dikutip di atas itu semuanya pasal karet, Ndoro. Menurut saya sangat-sangat multi-interpretasi. Lagipula bikin definisi kok mengambang gitu sih? Trus, yang dimaksud “nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat” itu yang mana sih? Nilai yang mana? Masyarakat yang mana? “Nilai” dan “masyarakat” itu kan perlu definisi lagi.

    Saya sepakat dengan Ndoro, bahwa RUU ini, sejak embrionya saja sudah memunculkan potensi masyarakat kita antem-anteman sendiri. Lha bagaimana kalau sudah berlaku? Bisa bacok-bacokan sak karepe dewe, Ndoro…

  • pandi merdeka berkata:

    ekekekek…. timbul tenggelem gini…. tapi asli gw nyari bokep dimana mana dah susah …. ekkekeke 😳

  • masjogja berkata:

    mungkin ada baiknya kita tanya paklik isnodgud, ndoro.
    apa beliau masih mudik ya? 😀

  • tyogaptek berkata:

    Ya nganu ndoro…opo kuwi..mbohlah, ora melu2..asal baik ya didukung aja. asal gak dicap sebagai Ruu agama tertentu

  • aRuL berkata:

    ininya ndoro, kita sepakat say no to pornografi, tinggal bagaimana memperbaiki aturan/RUUnya supaya tidak ambigu 😀

  • mantan kyai berkata:

    Masalahnya sy ini termasuk orang yg mudah bangkit perangkat sexualnya klo liat cewek yg menutp tbhnya rapat2. Rasanya lbh menantang. Jd pake kudung bs melanggar uu pornograpi?

  • Anang berkata:

    peraturan itu tidak selamanya mengikat.. masih ada yang namanya pemakluman terhadap segala sesuatu… puasa aja ga mengikat.. yang lagi mens boleh ga puasa… sholat juga kalau lagi diperjalanan juga boleh ga sholat (menundanya)…. hmmm… jadi yang namanya peraturan itu harus fleksibel… kaya peraturannya sang Maha.. eh tapi piye carane yo? nggacor tok mas iki….

    oh ya…. jadi inget pepatah… lebih baik mencegah daripada mengobati.. titik

  • kenji berkata:

    ndoro mau lapor…

    animal planet, discovery ama national geography melanggar BAB II pasal 4 😀

  • kishandono berkata:

    saya masih bertanya-tanya. siapakah penggagas ide ini pertama kali.

  • edratna berkata:

    Lha yang masih pake koteka bagaimana ndoro?

  • dana berkata:

    Siap siap bentrok ama FPI lagi kalo gini.

  • marsitol berkata:

    lha selama ini siapa sih yang ketahuan bikin foto dan video porno?

  • Daus berkata:

    Untuk urusan yang sifatnya horizontal (keterlibatan masyarakat), kalau nggak salah semua aturan hukum memang menyertakan hal ini Ndoro. Kalau nggak salah ya…

  • Daus berkata:

    @Kenji, maksudnya National Geographic, kan?

  • kangtutur berkata:

    ntar komentar deh,
    *pake baju pake celana dulu*

  • den Koplak berkata:

    RUU yang aneh…

  • Herman Saksono berkata:

    Kurasa hampir dari kita semua sepakat bahwa pornografi yang ditayangkan di ruang umum menimbulkan ketidaknyamanan. Ndoro mungkin tidak apa, tapi Pak Ustad tetangga saya risih. Anak-anak, setahu saya tidak boleh melihatnya.

    Sebuah UU harus memfasilitasi keberagaman ini, jangan sampai satu kelompok difasilitasi, dan yang lainnya dicederai. Tidak perlu memakai dalih memperbaiki moral, mengurangi kejahatan*, atau balik menuding DPR dan tokoh agama ngeres. Kita harus mendapatkan common ground untuk masalah kebhinekaan ini, lalu melanjutkan UU Pornografi dari situ, kalau tidak, waktu kita terbuang untuk mengurusi satu masalah dan melupakan masalah lain yang tidak penting.

    Setahu saya penentang RUU ini sudah mulai melunak dan memahami masalah ini, tinggal yang mendukung, apakah sudah siap bermusyawarah atau belum.

    *) Negara yang pornografinya tidak dibatasi memiliki angka kejahatan seksual yang rendah.

  • idiotz berkata:

    wha kalo disahkan, undang-undang itu sendiri bisa jadi porno bagi beberapa orang. Apa iya, para perancangnya mau dibui karena undang-undang yang dia bikin? :mrgreen:

  • Kyai slamet berkata:

    Lha mbaca blog ini aja bisa membuat birahi saya naek kok ndoro. Brarti sampean bisa dipenjara. Ndoro mau satu sel sama siapa? Ryan? Nurdin halid? Miranda? Ayin?
    Saran saya Ayin aja ndoro, lebih empuk.

  • Kyai slamet berkata:

    Ups, miranda kan gak dibui. Napa kesebut ya? Apa saya ini termasuk ngerti sakdurunge winarah.

  • jensen99 berkata:

    RUU yang IMO kurang menghargai keberagaman WNI… Seandainya mungkin, sebaiknya UU tersebut dibuat oleh tiap negara bagian propinsi dengan cirinya masing2. Jadi misalnya Bali, Papua dan Jakarta (sebagai pusat hiburan) bisa punya aturan yang lebih longgar dan akomodatif…. 😉

    @ Herman Saksono

    *) Negara yang pornografinya tidak dibatasi memiliki angka kejahatan seksual yang rendah.

    Benar itu, benar… 😎

  • Lutfi berkata:

    Saya kira nggak perlu “mengagung-agungkan” kebhinekaan, keberagaman, seni, dll demi “diam-diam” mendukung pornografi. Menurut saya pornografi memang sudah seharusnya dibatasi (dilarang?), apa pun caranya 😀 😀

    @ Herman Saksono

    Negara yang pornografinya tidak dibatasi memiliki angka kejahatan seksual yang rendah.

    Ah, kata siapa bung?

  • Dalila Sadida berkata:

    saya sebagai wanita, merasa terlindungi dengan adanya RUU tersebut. *peace kawan*

  • Titis Sinatrya berkata:

    Standard porno saya jelas beda dgn standard porno dia, apalagi mereka…

  • sejutaasa berkata:

    daripada mikir sampe pecas ndahe RUU AntiPornografi, mending DPR segera sah kan draft RUU KUHAP dan KUHP yang sudah peninggalan penjajah……

  • Ajijay hangat nan nikmat berkata:

    Diajak kebaikan kok masi
    ada yg kontra yo ndoro..

  • yunik berkata:

    menurut penerawangan saya ndoro….
    RUU itu diturunkan dari langit dan dimainkan dijalanan oleh para dukun yang nggak suka sama koalisi PDIP dan PKS…hehe…
    masih dari penerawangan saya ndoro…RUU ini berbahaya…

  • kamal87 berkata:

    bner2 ribed dah… klo menurut saya sih seharusnya semua orang pasti sepakat bahwa pornografi itu harus di berantas. Ndoro sendiri setuju gak bahwa pornografi itu harus diberantas???

    klo emang stuju, berarti permasalahan RUU ini dari dulu cuma maslah redaksi. Bagaimana kita bisa membuat redaksi yang yang benar-benar tepat sasaran, bukan begitu?

    omong2, postingan ndoro ini koq bisa masuk di botd top post nya wordpress.com ya? padahal ini blog pake domain sendiri. Setahu saya yang bisa masuk top postnya wordpress itu cuma yang beralamat *.wordpress.com aja. gimana caranya nih ndoro koq bisa??

    MustafaKamal.biz

  • HeLL-dA berkata:

    😆
    Isi blog saya saja sudah menunjukkan ketelanjangan..
    Bisa di-block nih…

  • ikankoi berkata:

    kenapa kok RUU ini lama pembahasannya..???
    ya..karena ada tarik ulur, ada yang diuntungkan dengan tetap adanya kebebasan…siapa??

  • tuansufi berkata:

    pornografi, siapa yg hrs mengatur kecuali negara.
    kalo diberikan ke masyarakat lagi, ya jadinya baku hantam terus menerus. redaksinya memang tidak mudah, tapi ya tetapkan saja dulu. Dari RUU awal dulu sampai RUU yang mau ditetapkan kemarin, sudah banyak perubahan yang semakin bisa merambah ke semua kalangan. Coba sahabat2ku baca dulu deh. Sebuah UU kan ngga langsung bisa sempurna, jika ada perbaikan tentu masih bisa dilakukan.

    Secara pribadi, sebagai orangtua, aku sangat khawatir kegiatan esek2 ini merusak pikiran anak2ku kelak. peace.

  • sufimuda berkata:

    Syariat Islam di Aceh merupakan salah satu strategi politik pemerintah untuk meredam keinginan sekelompok masyarakat (GAM) untuk memisahkan diri dari NKRI, apa RUU Pornografi juga bagian dari strategi politik untuk merangkul Islam garis keras???

  • LadYNa berkata:

    Masalahnya kalo disahkan, pasti banyak yg protes…
    trus ribut2 lg…
    lagipula ‘pornografi itu artinya luas bgt’
    ntar kalo ada org yg lg mandi di sungai lgsg ditangkep dong… 🙂

    Salam kenal ndoro,,,
    sdg menjelajah blog2.. 😀

    mampir2 ya… 😀

  • andy berkata:

    nah itu dia, darikemarin2 gak kelar2

  • Beruang Madu berkata:

    Bersempena dengan Aidil Fitri tahun 2008 ini, Abang Bear mintak maaf atas segala keterlanjuran …..kita melangkah meninggalkan ramadhan yg barakah dgn berat hatinya di samping gembira menyambut tibanya syawal yg mulia…. semoga persaudaraan kita kekal dan sentiasa dalam redha Allah…..

    Ketupat diletak di atas para
    Rendang diletak di bawah titi
    Andai ada tersilap bahasa
    Maaf dipinta menyusun jari

    Adat jauh kata mengata
    Adat dekat puji memuji
    Andai ada tersilap kata
    Maaf dipinta sepuluh jari

    Sungai disusur sepanjang sehari
    Dalam gelap menangkap ikan
    Kami menyusun sepuluh jari
    Salah dan silap harap maafkan

    Selamat Hari Raya Aidilfitri
    Maaf zahir dan batin dari Abang Bear

    wassalam

  • Fuad berkata:

    Wadeh,,
    apa perlu saya bertindak?? wkaka 😀
    saya setuju2 ama RUU APP

  • Mas Kopdang berkata:

    Sumo mengeluh..?
    ah, itu pan olahraga!? Renang dan Senam, serta Tinju bukan berarti hilang kalau RUU ini jadi mentas, tho..?

    Urusan Politik, Agama dan Seksual memang paling gampang menyetir topik pembicaraan masyarakat.

    😛

  • Setiaji berkata:

    Semua yg berbau pornografi memang selalu menimbulkan kontroversi. Ada yang setuju RUU ada yang tolak RUU. Btw kalo saya mending introspeksi aja sendiri, mau ndukung emang harus, gak ndukung takut dicap doyan porno .. cape deee 🙂 btw Mohon Maaf lahir Bathin yah Ndoro 🙂

  • hnimrot berkata:

    saya setuju dengan tanggapan anda pada pasal 21, dan saya baru menyadarinya. trims. btw, ilustrasinya tentang sumo bagus juga. lucu. sukses ya!

  • Jabir berkata:

    Tolok ukur porno atau tidak sebenarnya sudah jelas kalau dlm syariat Islam. Kalau sdh kelihatan aurat itu sdh porno. Namun para ulama kita sebagian besar tidak berani bilang ‘ Tegakkan syariat Islam” secara terang-terangan. Mereka ingin membungkus syariat dalam bingkai demokrasi. . Tak mungkin ikan hiu hidup dalam got depan rumah kita.

  • serdadu95 berkata:

    Saya hanya sebage bagian dari pelaksana undang-undang, jadihh saya menunggu hasilnya ajahh Ndoro.

  • Muslim berkata:

    “Tolok ukur porno atau tidak sebenarnya sudah jelas kalau dlm syariat Islam. ”

    Lantas mengapa ada orang Islam yang tidak mendukung RUU versi ini? Apakah mereka setan? Apakah mereka bejat? Apakah mereka mau anda kirim juga ke neraka?

    Tidak…, mereka cuma manusia biasa seperti saya dan anda, tetapi memiliki pandangan yang tidak seragam. Lantas apakah yang tidak seragam harus dipidanakan? Jika kita menjawab ya, maka akan terlihat betapa cekaknya kita.

    Tapi satu hal, kita tidak bisa berpura-pura bahwa penolakan atas RUU ini tidak ada. Kapan terakhir kali ada RUU yang membuat banyak orang biasa berdebat dan turun tangan? Jarang. Mungkin ada yang tidak benar dalam RUU ini, mungkin terlalu mengurusi perilaku warganegara, atau mungkin mengingkari kesepakatan pendiri bangsa ini. Dan, dalam negara demokrasi, keresahan ini harus didengarkan.

  • Yari NK berkata:

    @Herman Saksono

    Negara yang pornografinya tidak dibatasi memiliki angka kejahatan seksual yang rendah.

    Ya… terang aja rendah…. wong yang diperkosa juga kebanyakan korbannya juga cuma merem melek alias merupakan hal yang ‘biasa’ dan tidak banyak melaporkan.

    Sama seperti di negara2 ‘liberal’ angka perceraian sangat rendah. Lha… jelas aja angka perceraiannya juga rendah wong angka perkawinan pernikahannya juga rendah kok, ya gimana mau cerai kalau nggak kawin nikah?? Huehehe…..

  • hsx046 berkata:

    tp jujur… yg tertutup.. yg sedikit tersingkap… malah lebih mengundang lho :p

  • ngodod berkata:

    waduh…, setjen dpr harus nyiapin uang saku kehadiran buat sidang pembahasan ruu pornografi lagi nih buat dpr periode depan.

  • namakuananda berkata:

    aku mau merevisi RUU itu, tapi yang ada berarti harus di TOLAK dulu ya ndoro?

    Seorang suami – istri bertengkar di dalam bis lantaran si istri tidak mau memberikan ASI pada bayinya. Usut punya usut ternyata si istri membaca Tulisan DILARANG MENGELUARKAN ANGGOTA BADAN yang ada di kaca depan bis itu. Weleh…. weleh.

  • erick s berkata:

    Salam kenal Ndoro, aku bikin postingan serupa juga nih, kalau ada kesempatan dicek juga yah di http://ericbdg.blogspot.com/2008/09/aksi-uu-pornografi-di-film-persepolis.html. Nuwun.

  • okta sihotang berkata:

    pornografi ?
    MAUUUUUUUUUUUUUUU 😉

  • Indah Sitepu berkata:

    “….yang dapat membangkitkan seksual…..”

    tiap orang kan beda2 yahhh…

    mana bisa disamaratain…

  • hariadhi berkata:

    Idem ndoro. Gw ga terlalu keberatan bahkan kalau seandainya semua pria diwajibin pake sarung dan semua wanita wajib pakek jilbab. Yang penting ketentuannya jelas dan rinci, bosen lihat undang-undang kita terus-terusan ditafsirin seenak perut.

    Mungkin kita perlu bikin petisi ya ndoro? Melarang penggunaan kata “mengganggu ketenangan masyarakat banyak”, “melanggar kesusilaan”, dan “demi kepentingan negara” dari Undang-undang.

  • ari_san berkata:

    Ndoroooooooo… Minal aidzin wal faidzin….
    ^nodong fitrah mode: ON^

  • dondanang berkata:

    Kalau RUU ini bisa menyebakan perpecahan bangsa, buat apa ada?

  • dobelden berkata:

    bukannya tetep ada aturan tambahan ndoro? dari pasal2 itu? dan ada pengecualian2… ??

  • Iwan Awaludin berkata:

    begitu bukan begitu

  • bocah berkata:

    @ kata reza yazdi: masalah ini, mari kita tanyakan bang haji…

    Apakah pornografi hanya merupakan masalah orang Islam…?

  • Yoyo berkata:

    weleh….cuma yang ingin tetap memelihara hal-hal jorok aja yang menentang RUU ini, belaga pakai kebhinekaan segala……..pokoknya hal-hal berbau porno…..sikat abis……. 🙂

  • Yoyo berkata:

    @ Mas Dondanang :
    gara-gara pornografi terjadi perpecahan bangsa……? wakakakakak…..bukan perpecahan bangsa, tapi perpecahan para penggemar bokep………….. 🙂

  • ershad berkata:

    kritikan mas ndorokakung sangat objektif dan sayapun menolak RUU itu. 🙂
    opini ku mengenai RUU Pornografi : http://www.ershad.info/blog/tolak_ruu_pornografi_samadengan_dukung_pornografi.html

  • Donny Verdian berkata:

    Ini negara berdasar Pancasila atau berdasar satu agama sih ?

    Makin gimanaaa gituhhh hihihih

  • antown berkata:

    kalo kita yang ke Jepang apa juga akan dipersulit untuk berpakaian? nggak kan

  • fauzansigma berkata:

    wuah itu … hukum yang kok gak humanis.. aneh2 wae cah.. cah.. lebihbaik, kita sama2 cari solusi agar bagaimana dapat meningkatkan kesadaran masyarakat kita akan bahaya pornografi.. gak konkrit blas itu UUnya Ndoro

  • Lutfi berkata:

    Ini negara berdasar Pancasila atau berdasar satu agama sih ?

    Yang menolak pornografi apa emang cuma satu agama aja?

  • ManusiaSuper berkata:

    Bukannya setelah point kedua yang Ndoro catat itu, adal lanjutannya?

    bahwa PERAN SERTA MASYARAKAT hanya terbatas pada melaporkan pelanggaran UU, menggugat ke pengadilan, melakukan sosialisasi peraturan, dan melakukan pembinaan terhadap masyarakat.

    Jadi justru ada batasan yang jelas terhadap tindakan anarkis yang masih terjadi selama ini?

    Biar jelas saja…

  • emenn berkata:

    @manusia super: berarti, tindakan anarkis buat ngedukung anti pornografi juga dianggap ngelanggar RUU APP?

    *bingung..hhaha..

  • jaka berkata:

    Eh di atas ada yg bilang pornografi harus diberantas? Kalo laki lo “mejen”, pake apa dong, biar dia “ghirah” kembali? Gue perhatikan, banyak kaum perempuan yg jadi pendukung setia RUU prematur ini. Pada ketakutan ya kalau lakinya suka liat pornografi. Cemburu?

    Pornografi, plus erotisme, sejelek2nya dia punya citra, punya fungsi tertentu yg bermanfaat di masyarakat. Gak perlu diberantas. Masyarakat yg dewasa punya cara mengendalikan bagaimana pornografi itu, sebagai informasi, bergerak di dalamnya.

    Kalau anda orang pertanian, pastinya sadar apa bedanya “memberantas hama-penyakit” dengan “mengendalikan hama-penyakit” (yang terakhir sekarang sudah mainstream idea). Gantilah “hama-penyakit” dengan “pornografi” supaya bisa jelas maksud saya.

    Kalo saya ditanya, perlu ngga Indonesia mengatur industri pornografi? Jawab saya, bisa ngga Indonesia bikin pornografi yg baik? Kalau saya pribadi, mending impor aja deh. Industri pornografi ngga usah ada di kita. Kalau ada yg berbakat, disuruh ke California aja.

  • FX Darmawan berkata:

    Membaca artikel dan karikatur di atas kayaknya (menunjukkan) ndoro kakung BELUM membaca RUU tersebut secara keseluruhan. Mohon baca dulu dengan seksama ndoro sebelum menyakatan “menolak” atau “keberatan” dengan RUU tersebut. Jadi tidak terkesan cuma latah ikutan-ikutan menolak. Peace!!!

  • ManusiaSuper berkata:

    @ emenn
    Kalo dari argumen pendukung RUU ini, ya begitu bos. Makanya mending baca sendiri RUUnya dari pada nangkap dari tulisan-tulisan orang lain, biar dapat intinya 😛

  • menurut sy di jaman yg seperti skrg ini, kita perlu mengoreksi diri masing2 aja.apa yg udah kita buat?baik bg diri sendiri, keluarga, masyarakat, negara maupun bangsa ini. masalah ini masalah itu banyak org dan masing2 selalu punya komentar, dalih dan definisinya sendiri. apalagi tentang pornografi ini. It seems that org2 di dunia ini tidak sepakat dengan satu kebenaran hakiki(maksudnya pa ya..??tbak aja sendiri, gua juga bingung, heee..2x) tentunya masing2 org selalu punya tanggapan atau cara pandangnmya sendiri. saya juga. I think ttg RUU tersebut pihak pemerintah terlau disibukkan dan dipusingkan dengan pembahasannya, ya karena desakan dari tuntutam masyarakat yg plural ini, kalu sy jd mereka harus independen aja, segala sesuatu yg merusakkan moral dan mengganggu ketenangan dan khalayak itu kan ya jls nda baik lah, tapi mau gimana juga toh kita bangsa yg plural ini yg selalu berbeda-beda, tentunya kita harus saling maklum, mengerti dan menerima perbedaan. kalo bg kita itu tersa salah ya kita pegang aja ntah sampe kapan pendapat kita itu terus kita anut. intinya kembali ke diri masing2 aja. Teruslah cari kebenaran yg hakiki, mudah2an kita kita disingkapkan oleh Sang Kebenaran itu.Tapi sampe kapan?gau taulah,suatu saat nanti kita dapat bagian kita masing2.saat itulah kebenaran utu akan terungkap. what actually am i talking about? bg sy yg masih mahasiswa ini yg penting skrg bagaimana berpikir kitis dan nyelesaiin studi sy he2…(apa hubungannya..?) Just surrender your life to God because from Him every right n good thing will be exposed n revealed to you. Maksaih utu aja komen sy,mf kepanjangan mungkin nda terlalu nyambung, tapi ada yg mau jg nanggapi sy?it’s your choice. just do it!byee

  • treen berkata:

    dukung yang baik. asal gak ngaret. moga tetap dijalankan dengan baik.

  • yoyok berkata:

    tuh kan pada berantem sendiri….jangan2 emang disengaja…biar banyak konflik horizontal

  • kita berkata:

    wah berarti klo ruu ni disahkn,,besok2 saiah ke pantai harus pake baju ama celana lengkp y ndoro y???capek deh,,

  • taUbat berkata:

    SEBAGAI INFOMASI GUNA TIDAK MENIMBULKAN PERSEPSI YANG NEGATIF, PELAJARI DAN MAKNAI :

    RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

    1.Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

    2.Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.

    3.Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

    4.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

    5.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

    Pasal 2

    Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.

    Pasal 3

    Pengaturan pornografi bertujuan:

    a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;

    b.memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

    c.memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan

    d.mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

    BAB II

    LARANGAN DAN PEMBATASAN

    Pasal 4

    (1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:

    e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

    f.kekerasan seksual;

    g.masturbasi atau onani;

    h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau

    i.alat kelamin.

    (2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

    a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

    b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

    c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau

    d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

    Pasal 5

    Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

    Pasal 6

    Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

    Pasal 7

    Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

    Pasal 8

    Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

    Pasal 9

    Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

    Pasal 10

    Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

    Pasal 11

    Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.

    Pasal 12

    Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.

    Pasal 13

    (1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.

    (2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

    Pasal 14

    Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:

    a.seni dan budaya;

    b.adat istiadat; dan

    c.ritual tradisional.

    Pasal 15

    Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    BAB III

    PERLINDUNGAN ANAK

    Pasal 16

    Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

    Pasal 17

    1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.

    2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    BAB IV

    PENCEGAHAN

    Bagian Kesatu

    Peran Pemerintah

    Pasal 18

    Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

    Pasal 19

    Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah berwenang:

    a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;

    b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan

    c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

    Pasal 20

    Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah Daerah berwenang:

    a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya;

    b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya;

    c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

    d.mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

    Bagian Kedua

    Peran Serta Masyarakat

    Pasal 21

    Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

    Pasal 22

    (1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilakukan dengan cara:

    a.melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini;

    b.melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;

    c.melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pornografi; dan

    d.melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak pornografi.

    (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 23

    Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

    BAB V

    PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

    Pasal 24

    Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

    Pasal 25

    Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi tetapi tidak terbatas pada:

    a.barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk cetakan atau bukan cetakan, baik elektronik, optik, atau bentuk penyimpanan data lainnya; dan

    b.data yang tersimpan dalam jaringan internet dan saluran komunikasi lainnya.

    Pasal 26

    (1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses, memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam fail komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya.

    (2) Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik berkewajiban menyerahkan dan/atau membuka data elektronik yang diminta penyidik.

    (3) Pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik setelah menyerahkan dan/atau membuka data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak menerima tanda terima penyerahan atau berita acara pembukaan data elektronik dari penyidik.

    Pasal 27

    Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data tersebut didapatkan.

    Pasal 28

    (1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dilampirkan dalam berkas perkara.

    (2) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dapat dimusnahkan atau dihapus.

    (3) Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan, baik isi maupun informasi data elektronik yang dimusnahkan atau dihapus.

    BAB VI

    PEMUSNAHAN

    Pasal 29

    (1) Pemusnahan dilakukan terhadap produk pornografi hasil perampasan.

    (2) Pemusnahan produk pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:

    a.nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan pornografi;

    b.nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;

    c.hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan

    d.keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan.

    BAB VII

    KETENTUAN PIDANA

    Pasal 30

    Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

    Pasal 31

    Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

    Pasal 32

    Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

    Pasal 33

    Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

    Pasal 34

    Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

    Pasal 35

    Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

    Pasal 36

    Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

    Pasal 37

    Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

    Pasal 38

    Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.

    Pasal 39

    Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

    Pasal 40

    (1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

    (2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang‑orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama‑sama.

    (3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

    (4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

    (5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi agar pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

    (6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

    (7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

    Pasal 41

    Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa:

    a.pembekuan izin usaha;

    b.pencabutan izin usaha;

    c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan/atau

    d.pencabutan status badan hukum.

    BAB VIII

    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 42

    Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.

    Pasal 43

    Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

    Pasal 44

    Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

    PENJELASAN:

    Pasal 4

    Ayat (1)

    Huruf a

    Yang dimaksud dengan “persenggamaan yang menyimpang” antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat dan binatang, oral seks, anal seks, lesbian, homoseksual.

    Huruf b

    Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan, pemerkosaan.

    Huruf d

    Yang dimaksud dengan “mengesankan ketelanjangan” adalah penampakan tubuh dengan menunjukkan ketelanjangan yang menggunakan penutup tubuh yang tembus pandang.

    Pasal 5

    Yang dimaksud dengan “mengunduh” adalah mengalihkan atau mengambil fail (file) dari sistem teknologi informasi dan komunikasi.

    Pasal 6

    Yang dimaksud dengan “yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan” misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya.

    Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di tempat atau lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga dimaksud.

    Pasal 10

    Yang dimaksud dengan “mempertontonkan diri” adalah perbuatan yang dilakukan atas inisiatif dirinya atau inisiatif orang lain dengan kemauan dan persetujuan dirinya. Yang dimaksud dengan “pornografi lainnya” antara lain kekerasan seksual, masturbasi atau onani.

    Pasal 13

    Ayat (1)

    Yang dimaksud dengan “pembuatan” termasuk memproduksi, membuat, memperbanyak, atau menggandakan.

    Yang dimaksud dengan “penyebarluasan” termasuk menyebarluaskan, menyiarkan, mengunduh, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, meminjamkan, atau menyediakan.

    Yang dimaksud dengan “penggunaan” termasuk memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan.

    Frasa “selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)” dalam ketentuan ini misalnya majalah yang memuat model berpakaian bikini, baju renang, pakaian olahraga pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.

    Ayat (2)

    Yang dimaksud dengan “di tempat dan dengan cara khusus” misalnya penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak menampilkan atau menggambarkan pornografi.

    Pasal 14

    Yang dimaksud dengan “materi seksualitas” adalah materi yang tidak mengandung unsur yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau tidak melanggar kesusilaan dalam masyarakat, misalnya patung telanjang yang menggambarkan lingga dan yoni.

    Pasal 16

    Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

    Pasal 19

    Huruf a

    Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

    Pasal 20

    Huruf a

    Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

  • Pradapa berkata:

    Yang ditentang RUU nya… Bukan Pornografinya
    Anti RUU Pornografi bukan berarti mendukung Pornografi

  • wewed berkata:

    Suruh ajagh pe-Sumonya pake g-string, lebih keren kayaknya

  • petroek berkata:

    bentrar dulu komennya ndoro,….
    belum selesai baca RUU Pornografinya nih

  • petroek berkata:

    untuk pasal 1 saya setuju dengan ndoro, sepertinya hasrat seksual seseorang tidak bisa disamaratakan, karena masih RUU mungkin ini bisa dibahas lagi DPR, untuk pasal-pasal yang lain saya rasa tingkat ambiguitas nya tidak terlalu membingungkan
    untuk pasal 21 saya rasa sudah tercerahkan dengan pasal 22 nya..

  • wewed berkata:

    Lha yang di DPR ajah nafsu syahwat-nya sampe nyasar kemana-mana, sampe tersiar lewat video pulak, gitu kok mau ngesahin RUU pornografi, mau ditaroh mana mukanya??

  • yanti berkata:

    Sebuah langkah tidak dapat dipastikan mencapai sebuah tujuan… tapi jika terus diayunkan langkah yang sama berulang-ulang… dengan segala resikonya (kesandung.., atau kena air becek, atau kena kotoran, atau kena debu atau kena.. pecahan beling…. atau… dipakein sepatu baru ha ha ha) akhir langkah akan segera dicapai…
    Ya.. Ndoro Kakung…plis plis…. jangan pesimis.. dan melihat dari sisi negatifnya saja…

  • esensi berkata:

    Tolong sampean perhatikan definisi itu baik-baik. Apakah frasa “yang dapat membangkitkan seksual” itu cukup jelas dan obyektif? Apakah gambar, misalnya, lelaki telanjang dada itu akan membangkitkan seksual sampean? Jawaban sampean tentu berbeda-beda bukan?

    .
    Kritik semacam ini tidak berdasar karena definisi soal pornografi yang lazim berlaku di seluruh dunia – kurang lebih – seperti yang dirumuskan dalam RUU itu. Ensiklopedi Encarta 2008, misalnya menulis pornografi adalah film, majalah, tulisan, fotografi dan materi lainnya yang eksplisit secara seksual dan bertujuan untuk membangkitkan hasrat seksual. English Learner’s Dictionary (1986-2008) mendefinisikan pornografi sebagai literatur, gambar film, dan sebagainya yang tidak sopan (indecent) secara seksual.

    Di banyak negara, pengaturan soal pornografi memang lazim berada dalam wilayah multi-tafsir ini. Karena itu, pembatasan tentang pornografi bisa berbeda-beda dari tahun ke tahun dan di berbagai daerah dengan budaya berbeda. Sebagai contoh, pada tahun 1960an, akan sulit ditemukan film AS yang menampilkan adegan wanita bertelanjang dada, sementara pada abad 21 ini, bagian semacam itu lazim tersaji di filmfilm yang diperuntukkan pada penonton 17 tahun ke atas. Itu terjadi karena batasan “tidak pantas” memang terus berubah.

    Soal ketidakpastian definisi ini juga sebenarnya lazim ditemukan di berbagai UU lain. Dalam KUHP saja misalnya, definisi tegas “mencemarkan nama baik” atau “melanggar kesusilaan” tidak ditemukan. Yang menentukan, pada akhirnya, adalah sidang pengadilan. Ini lazim berlaku dalam hukum mengingat ada kepercayaan pada kemampuan akal sehat manusia untuk mendefinisikannya sesuai dengan konteks ruang dan waktu.

Tinggalkan komentar

What’s this?

You are currently reading RUU Pecas Ndahe at Ndoro Kakung.

meta